DALAM perjalanan mengawal pembukaan Daurah Marhalah Ula (DMU) di Kampus Utama Hidayatullah Surabaya (27/5/2024) dan meninjau langsung pelaksanaan DMU di Malang (28/5/2024), tepatnya Kampus Ar-Rohmah, saya merasa bersyukur sekaligus langsung melakukan pemikiran reflektif atas karunia Allah bagi perjalanan Hidayatullah, terkhusus di Malang.
Namun, sebagai kader dan instruktur dalam Marhalah Wustho, saya tidak dapat mengelakkan bahwa basis kekuatan Hidayatullah adalah manhaj tarbiyah dan dakwah. Inilah warisan utama KH. Abdullah Said, yang merupakan titik nol pergerakan Hidayatullah, yang harus kita jaga, kita segar-segarkan sampai kapan pun juga.
Kita patut bersyukur mengenal metode penugasan dalam perkaderan Hidayatullah. Dan, kita juga patut bangga ketika ada cabang Hidayatullah yang maju luar biasa. Gedungnya banyak, megah dan kokoh serta nyaman dipandang.
Namun, kita tidak boleh lupa bahwa Hidayatullah berangkat dari kesadaran intelektual dan spiritual untuk ikut berkontribusi membangun masyarakat, bangsa dan negara. Upaya itu ditempuh oleh Hidayatullah dari titik nol. Kekuatan manhaji-lah yang menjadikan perjalanan Hidayatullah sampai sekarang tetap on the right track, hingga Hidayatullah hadir di seluruh Indonesia. Termasuk di Malang yang kondisinya terus berkembang.
Pertanyaan Mendasar
Pertanyaan mendasar adalah mengapa Allah membuka ruang-ruang seperti sekarang untuk Hidayatullah Malang? Satu sisi ini membuktikan bahwa manhaj tarbiyah dan dakwah Hidayatullah bisa menghadirkan kemajuan yang umat ikut bangga.
Sisi lain ini sebuah pembuktian bahwa apa yang kita kenal dengan ungkapan Ustadz Abdullah Said: beribadah keras, berdoa keras, dan berpikir keras, memang nyata bisa menghadirkan kemajuan secara manajerial dalam proses menuju peradaban islam.
Namun sisi lain kita juga patut untuk melihat ke dalam agar kemajuan yang Allah berikan tidak mengubah orientasi gerakan, kepribadian kader, dan kekuatan manhaj dakwah tarbiyah yang selama ini menjadi kekuatan jama’ah.
Sungguh perbedaan (kinerja) orang beriman dan orang yang tidak beriman hanya pada tata kelola. Dan, niat yang merupakan starting point dari seseorang itu sangat menentukan daripada nilai yang dikendalikan.
Orang kafir juga tidak sedikit mendapatkan fasilitas-fasilitas kemajuan secara fisik. Tetapi pasti nilainya nol di hadapan Allah dan akan jadi beban di akhirat.
Akan tetapi nilai materi yang dikendalikan orang beriman akan selalu bernilai dan menjadi nilai tertinggi di hadapan Allah, karena selalu ada iman dan jihad di dadanya. Inilah yang tak boleh luntur apalagi hilang di dalam dada seluruh kader Hidayatullah.
Penguatan Relasi Historis
Belajar dari sejarah bangkit dan runtuhnya peradaban terdahulu, kita jangan silau apalagi lupa karena indahnya gemerlap dunia. Baghdad runtuh bukan karena Islam tidak ada, tetapi Islam tidak lagi menjadi warna utama di dalam dada. Begitupun ketika Islam di Cordoba runtuh dan nyaris sirna.
Tugas utama kita adalah bagaimana manhaj terus menyala, menerangi seluruh hati dan pikiran kader-kader, sehingga estafeta membangun peradaban dapat kita wujudkan bersama.
Oleh karena itu sikap terbaik kita adalah tetap menjaga keterhubungan dengan historis awal (titik nol) kita membangun dan mengembangkan gerakan dakwah dan tarbiyah ini. Adalah akan kehilangan jalan jika kita melupakan relasi historis dan normatif yang semestinya kita sadari sebagai jembatan kemajuan yang kita rasakan saat ini.
Karena Hidayatullah bukan semata saat ini dan ke depan, Hidayatullah juga masa silam yang kental dengan nilai, spirit, dan etos kinerja besar yang landasannya adalah kesadaran bahwa semua ini hadir untuk meninggikan kalimat Allah (limardhatillah wa li i’lai kalimatillah hiyal ulya).
Hal inilah yang akan membuat pergerakan dakwah dan tarbiyah tetap maksimal dan optimal, bukan malah tersempal dari akarnya sendiri.
Semoga Allah menjaga niat kita tetap solid dalam jamaah, terdepan dalam perkaderan dan tidak menjadi orang yang terjebak dalam kegiatan menghitung-hitung kekayaan, dan lupa akan kehidupan akhirat. (hubbuddunya wakaroohiyatul maut).
Kita optimis jiwa kader itu terus menyala, sehingga tetap pada komitmen dan konsistensi dalam manhaj tarbiyah dan dakwah. Insha Allah ujian berupa kemajuan, keberhasilan, atau bahkan hambatan-hambatan dalam perjuangan ini akan dapat kita lalui dengan baik. Wallahu a’lam.[]
*) MUHAMMAD SHALEH UTSMAN, M.I.Kom, penulis adalah Ketua Departemen Perkaderan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah