
KONSEL (Hidayatullah.or.id) — Sebuah inisiatif bermakna tumbuh di tepian pesisir Sulawesi Tenggara dalam rangka semarak Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-22 Kabupaten Konawe Selatan, Ahad, 6 Dzulqaidah 1446 (4/5/2025).
Pada hari itu Hidayatullah Mangrove Center (HMC) bersama Yayasan Batundu Lestari Indonesia, Komunitas Baca Bincang Buku (Babibu), Pondok Tahfidz Ardian Husein, Sahabat Aktivis Lingkungan Konawe Selatan, serta para guru dari SMAN 03 Konawe Selatan bergandengan tangan melaksanakan kegiatan penanaman ratusan pohon mangrove dan aksi bersih pantai di Gelora Beach, Desa Torobulu.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Konawe Selatan, Drs. Annas Mas’ud, M.Si., mewakili pemerintah daerah turut hadir dalam kegiatan tersebut.
Direktur Hidayatullah Mangrove Center, Ahmad Saputra, menyampaikan bahwa kegiatan ini memiliki tujuan yang lebih dari sekadar menanam pohon.
Inisiatif ini, terang Ahmad, adalah upaya strategis untuk menjaga kelestarian hutan mangrove yang memiliki fungsi vital dalam menjaga pesisir dan mencegah abrasi.
Ahmad menekankan urgensi pelibatan lebih banyak pihak di masa depan. “Olehnya itu, harapan kami semoga ke depannya bisa semakin banyak pihak yang terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan pesisir ini,” ujarnya, seperti dalam keterangan diterima Hidayatullah.or.id, Senin.
Dia menjelaskan, mangrove bukan sekadar pohon yang tumbuh di antara pasang surut air laut. Ia adalah benteng alam yang melindungi garis pantai dari kikisan abrasi yang semakin parah akibat perubahan iklim.
Akar-akar mangrove yang kuat menjerat sedimen, menyaring polusi, dan menyediakan habitat bagi beragam spesies laut.
Dalam konteks perubahan iklim global, Ahmad menjelaskan, ekosistem ini juga berperan sebagai penyerap karbon yang efektif, menyimpan karbon empat kali lebih banyak dibandingkan hutan tropis daratan.

Apresiasi atas kolaborasi ini datang dari Rasfiuddin Sabaruddin, Ketua Umum Pemuda Hidayatullah yang juga putra asli Sulawesi Tenggara.
Menurut Rasfiuddin, kegiatan di Konawe Selatan ini menjadi penting, bukan hanya karena skalanya, tapi karena sifat kolaboratifnya.
Di sinilah, terang dia, letak esensi gerakan lingkungan modern yaitu kolaborasi lintas komunitas, institusi pendidikan, organisasi sosial, dan pemerintah.
Menurutnya ini bukan lagi soal siapa yang paling peduli, tapi bagaimana semua pihak menyatukan kepedulian mereka dalam aksi nyata.
“Saya sangat mengapresiasi kolaborasi luar biasa ini. Hal ini adalah bentuk kepedulian nyata terhadap lingkungan, khususnya di tanah kelahiran saya sendiri,” ungkap pria kelahiran Konawe ini.
Rasfiuddin menegaskan bahwa pelestarian mangrove tidak boleh dilihat sebagai kegiatan seremonial semata. Ia menempatkan aksi ini dalam konteks yang lebih besar, yakni sebagai langkah strategis dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir.
“Kegiatan seperti ini harus menjadi gerakan bersama. Saya berharap makin banyak pemuda, masyarakat, dan pemerintah yang bersinergi dalam menjaga alam kita,” ujarnya.
Dia menambahkan, gerakan lingkungan yang berkelanjutan memang menuntut partisipasi kolektif. Tak cukup hanya dengan seratus pohon yang ditanam hari ini, tapi perlu ribuan pohon lagi dan perubahan pola pikir masyarakat tentang pentingnya ekosistem pesisir.
Dia pun mendorong inisiaif serupa juga dilakukan oleh komunitas terutama Pemuda Hidayatullah di berbagai wilayah yang dinahkodainya. Apalagi bagi Rasfiuddin isu besar seperti krisis iklim bisa diterjemahkan menjadi gerakan lokal yang impactfull.
“Pelestarian lingkungan yang kita lakukan hari ini adalah untuk menyemai harapan baru bagi generasi kita dan berikutnya. Ada pelibatan siswa, santri, komunitas baca, yang secara tidak langsung sedang membangun ekologi kesadaran baru bahwa mencintai bumi adalah tugas bersama,” tandasnya, seraya menegaskan gerakan hijau telah menjadi denyut nadi masa depan kita.*/