SELASA, 21 Mei 2024, pukul 11.58 Waktu Indonesia Tengah, salah seorang pendiri Hidayatullah, al-Ustadz KH. Hasyim Harjo Suprapto, dipanggil kembali mengahdap Allah SWT, di kediaman beliau di bilangan Gunung Tembak, Balikpapan-Kaltim.
Wafatnya beliau menyulul 4 (empat) orang pendiri yang telah mendahuli sebelumnya yaitu : Al Ustadz. H Abdullah Said (1998), Al Ustadz H. . HUsman Palese (2015), Al Ustadz. H. Hasan Ibrahim (2022) dan Al Ustadz H. Nasir Hasan (2022).
Dengan memikian lima sekawan pendiri Hidayatullah kesemuanya sudah tidak dapat membersamai dinamika perjalanan Hidayatullah kedepan.
Dalam banyak contoh, kematian seorang pendiri sebuah organisasi ataupun gerakan, seringkali dikaitkan dengan kematian organisasi atau gerakan itu sendiri. Hal ini sempat terjadi pada tahun 1998, dimana diteriakan oleh beberapa kalangan saat itu, bahwa Hidayatullah akan mati bersamaan dengan wafatnya Allahuyarham Al Ustadz Abdullah Said.
Padahal realitasnya kerapkali tidak ada korelasinya, sebab kematian pendiri tidak pernah menjadi akhir dari segalanya; sebaliknya, bahkan hal itu menjadi titik awal bagi keberlanjutan perjalanan organisasi. Hal ini juga berlaku bagi Hidayatullah, sebuah organisasi dan Gerakan Islam yang lahir dari semangat dan visi para pendirinya.
Meskipun kepergian para pendiri merupakan kehilangan yang besar, namun itu bukanlah akhir dari perjuangan yang telah dimulai. Sebaliknya, hal itu menjadi bagian dari proses transisi dan transformasi organisasi.
Proses transformasi organisasi, terutama dalam hal nilai-nilai (value), berupa manhaj dan jati diri, telah dimulai sejak awal berdirinya Hidayatullah.
Para pendiri tidak hanya menciptakan organisasi, tetapi juga menerapkan nilai-nilai Islam yang dikerangkakan dalam sistematika wahyu, sebagai manhaj tarbiyah dan dimanifestasikan dalam segala aspek kegiatan.
Dan, seringkali pula, para pendiri dan perintis, tidak hanya membahasakan secara lisan dan tulisan, melainkan melalui laku (suluk) dan seluruh aktifitasnya, berupa keteladanan. Sehingga ketika mereka sudah tidak lagi hadir secara fisik, maka jejak itu tetap tertanam dan terpatri pada diri kader. Selanjutnya tugas generasi penerus adalah melanjutkan perjuangan dengan meneruskan warisan nilai-nilai tersebut dan kemudian mengkonteksualisasikan dalam tantangan jaman.
Kendatipun demikian, sesungguhnya tantangan yang dihadapi bagi generasi penerus Hidayatullah tidaklah ringan.
Organisasi Hidayatullah saat ini telah berkembang pesat. Dengan struktur yang menjangkau diseluruh propinsi (38) dan 423 Kabupaten/kota,dan juga jaringan di manca negara. Pada saat bersamaan juga disertai tumbuh dan berkembangnya amal usaha di berbagai bidang termasuk pendidikan, dakwah, kesehatan, filantropi dan lain sebagainya serta diikuti berbagai badan usaha di sektor bisnis yang juga terus tumbuh dan berkembang.
Para pendiri dan para perintis, dengan seluruh potensi yang dimilikinya, dan dengan perjuangan yang telah dilakukan, telah meletakkan dasar berIslam dan berorganisasi yang besar, sehingga jejak dan torehan sejarah yang ditinggalkan, menghasilkan karya-karya yang luar bisa. Realitas ini melahirkan peluang dan tantangan baru, serta membutuhkan treatment baru, untuk melanjutkan seluruh amal sholeh para pendiri dan perintius itu.
Sehingga, hal ini memerlukan adaptasi dan transformasi yang lebih lanjut, terutama dalam hal desain organisasi. Oleh karenanya, perubahan itu terlihat jelas dari awal organisasi yang lebih berbasis pada figur dan tokoh sentral, maka organisasi mengalami perubahan menjadi lebih berorientasi pada sistem yang kuat, tetapi tetap berpegang teguh pada manhaj dan jatidiri yang telah menjadi kultur dan budaya organisasi yang kuat.
Sebagaimana kita mafhum, bahwa tahun 2023 kemarin merupakan awal dari Hidayatullah memasuki 50 tahun kedua. Dimana pada saat yang bersamaan juga diluncurkan Grand Design HIdayatullah (GDH) menuju 100 tahun, yang secara garis berisi master plan dan roadmap Hidayatullah untuk menjawab tantangan masa depan. Aspek-aspek penting mencakup implementasi jatidiri, kelembagaan dan jaringan, pendidikan dan SDM, dakwah dan perkaderan, ekonomi dan keuangan, iptek dan lingkungan hidup, yang dielaborasi diberbagai sudut pandang menaji konten dari GDH itu.
Dengan demikian, GDH tersebut, maka eksistensi Hidayatullah diharapkan akan selalu relevan dan sesuai dengan dimanika perubahan zaman serta tantangan yang semakin kompleks. Sehingga Hidayatullah akan dapat terus mewujudkan visi dan misinya untuk membangun peradaban Islam yang kokoh.
Tentu saja, hal ini membutuhkan komitmen yang kuat dari semua elemen organisasi, yang dimuali dan dicontohkan oleh para pemimpin dan struktur yang ada, hingga kepada anggota biasa, untuk terus berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan dan tantangan yang terjadi.
Oleh karenya, sekali lagi, dengan tetap meneladai semua amal sholih dari para pendiri dan perintis yang luar biasa itu, maka tak lepas dari lisan dan hati kita untuk mendo’akan agar mendapatkan imbalan berupa jannatun na’im. Jangan kemudian kita larut dalam kesedihan, segera ambil peran untuk menjadi bagian sebagaimana yang beliau-beliau tunjukkan jejak langkahnya.
Akhirnya, tugas bagi generasi pelanjut yang masih ada adalah agar senantiasa meluruskan nawaitu, mengambil ibrah dan pelalajaran dari para pendiri dan perintis, untuk terus berbuat dan berkarya lebih baik lagi sesuai dengan kompetensinya.
Dan, sekali lagi, kematian para pendiri dan perintis, bukanlah akhir dari perjalanan Hidayatullah, melainkan awal dari babak baru dalam mewujudkan cita-cita mulia yang telah ditransformasikan kepada seluruh anggota dan kader. Wallahu a’lam
*) ASIH SUBAGYO, Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Organisasi (PPO) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah