“Bi, berapa lagi Ramadhan?”
“30 hari lagi”
“Masih lama ya?”
“Mau apa dengan Ramadhan?”
“Ramai-ramai sama teman buka puasa, shalat taraweh dan bermain-main
Memasuki bulan Syaban, aroma bulan Ramadhan mulai terasa. Ada bayang-bayang kebahagiaan suasana Ramadhan.
Semua manusia dengan fitrahnya senang bertemu Ramadhan. Termasuk anak-anak bahagia sesuai dengan umur dan versinya.
Ramadhan sudah terbayang suasananya dan terasa aroma bahagianya. Meski masih satu bulan lagi akan datang.
Bagi orang beriman, Ramadhan adalah bulan yang luar biasa untuk beribadah dan menikmati kelezatan spritual dengan berbagai ibadah didalamnya.
Agenda dan program sudah mulai direncanakan, meski tidak ditulis dalam dokumen. Tapi sudah tercatat dalam hati dan fikiran akan membaca al Quran 3 x khatam, infak sekian rupiah, shalat lail jam sekian dan lain sebagainya.
Selanjutnya di masjid-masjid, komunitas pengajian juga sudah musyawarah menyiapkan kegiatan menyambut Ramadhan. Dari fasilitas masjid, jadwal kegiatan, pembagian tugas.
Bukan lagi memikirkan lapar dan haus, buka puasa dan sahurnya, kue dan baju lebarannya. Itu fikiran anak-anak atau mereka yang masih awwam dalam memahami makna Ramadhan.
Tapi menyiapkan hati untuk bisa optimalkan waktu dari detik ke detik Ramadhan bernilai ibadah.
Sebagian manusia, ada yang merasa terancam, menderita, gelisah dengan akan datangnya Ramadhan. Karena orientasinya masih sekitar makan, minum dan bersenang-senang dengan hal-hal sekitar perut.
Ini yang harus diberikan sentuhan tarbiyah dan dakwah untuk bisa memaknai Ramadhan sebagai bulan mulia, berkah dan agung.
Sebagian senang karena ada peluang besar bisnis dengan keuntungan yang berlipat. Jualan bahan pokok makanan, kue, pakaian dan aksesorisnya.
Itu dampak dari keberkahan Ramadhan tapi bukan keuntungan materi berlipat yang menjadi obsesi. Tapi pahala dan derajat berlipat yang dijanjikan Allah dan Rasul yang harus dikejar dan diraihnya.
Ramadhan datang, orang-orang beriman terpanggil untuk semangat dan berbahagia menyambutnya. Aroma dan suasana Ramadhan semakin dekat, kerinduan bertemu Ramadhan menjadi romantika iman untuk menyambutnya.
Ust. Abdul Ghaffar Hadi