KONAWE (Hidayatullah.or.id) — Tim Hidayatullah Peduli mengisi kegiatan trauma healing “dadakan” pasca banjir bandang yang melanda sejumlah titik di Konawe, Sulawesi Tenggara. Trauma healing adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk membantu mengurangi bahkan menghilangkan gangguan psikologis yang sedang dialami yang diakibatkan syok atau trauma.
Kegiatan yang diikuti olejh warga desa Wiwirano, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara ini, sebenarnya digelar terbilang mendadak dan tak direncanakan. Hanya saja karena ada desakan permintaan dari warga, akhirnya tim menyanggupi. Sebelumnya tim Hidayatullah Peduli telah mengisi kegiatan yang sama untuk para murid di sekolah-sekolah di sana.
Mobil angkutan tujuan kota Kendari sudah dipesan dan selanjutnya barang serta alat pengaman diri (APD) aksi kebencanaan tertata rapi dalam boks dan ransel ransel relawan. Ini pertanda posko relawan Hidayatullah Peduli gabungan SAR Hidayatullah, BMH dan Pos Dai Hidayatullah ini akan mungkur.
Pengurus Hidayatullah Konawe, Ustadz Sulaiman, mendadak datang tergopoh gopoh sesaat kendaraan akan lepas landas. “Bisa antum isi trauma healing dulu ya? Tapi sekarang, pesertanya sekampung,” tanya Sulaiman kepada Muhammad Bashori, Kepala SAR Hidayatullah Sulbar, yang sedari tadi sibuk packing.
Padahal, Sulaiman juga tahu kalau ini detik detik penutupan dan rombobngan sedang menunggu kedatangan angkutan. Tapi rupanya, Sulaiman ternyata juga sudah menghubungi sang sopir agar mau menunggu pemateri nanti dari acara.
Akhirnya, tanpa banyak bercakap lagi, tim bergeser ke masjid yang juga biasa menjadi balai pertemuan masyarakat Desa Wiwirano. Warga sudah menanti, bersiap menerima materi trauma healing. Muhammad Bashori dan kawan-kawan pun kembali menyegarkan diri, bersiap mengisi acara dadakan tersebut.
Dipilih masjid Al-Hidayah sebagai tempat trauma healing yang dirangkaikan dengan syukuran tahunan di Desa Wiwirano, Kecamatan Oheo yang masih dalam kabupaten Konawe Utara tapi berjarak 20 dengan medan tempuh paska bencana banjir pasti tidak semulus lajur normal.
Walhasil, 300 orang terdiri dari anak-anak, remaja dan orangtua yang memadati masjid yang sejak dibangun belum pernah direhab itu sesama mengikuti jalannya materi tausiah beraroma penanganan dan penyembuhan trauma karena kebanyakan dari mereka adalah korban banjir pekan lalu.
“Seraya berkisah di hadapan para jamaah dan di balik gelak tawa jamaah dengan seloroh saya jujur agak ngeri melihat pak imam masjid yang sejak awal selalu mengerenyitkan dahi sambil memiringkan wajahnya seolah memastikan sesuatu sedang terjadi dan bukan dalam masjid,” kisah Bashori.
Penasaran dengan orang sepuh disebelahnya itu, akhirnya Bashori memilih memberanikan diri bertanya, “Tabe Puang Imam, dari tadi saya lihat kayaknya ada yang bapak dengar. Ada apa?”.
Sambil mengunyah songkolo -panganan berbahan ketan hitam dipadu dengan ayam kampung masak kecap- imam masjid Al-Hidayah tersebut menjelaskan kalau Gunung Oheo yang berada di belakang masjid itu sering bergemuruh dan seperti akan memuntahkan isi lambungnya.
“Makanya saya pilih duduk dekat pintu, nak” kata pak imam. Maksudnya selain agar mudah mendengar dan deteksi awal terhadap bencana pak Imam berharap bisa lompat duluan keluar masjid.
Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu sempat viral video yang menyebutkan Gunung Oheo mengalami pergerakan beberapa hari setelah banjir bandang menyisir sejumlah daerah di Konawe. Orang-orang berhampuran menyelematkan diri. (ybh/hio)