AdvertisementAdvertisement

Umat Islam sebagai Stabilator dalam Dinamika Politik Kontemporer

Content Partner

ALMARHUM Ustadz Abdullah Said, pendiri Hidayatullah, merupakan salah satu tokoh yang dalam banyak kesempatan terus menerus menekankan pentingnya umat Islam menjadi stabilator di tengah-tengah masyarakat. “Kita harus menjadi umat stabilator manakala ada bagian yang pincang,” demikian salah satu pesan yang beliau sampaikan.

Beliau selalu mengingatkan bahwa umat Islam adalah “ummatan wasathan,” yaitu umat yang menstabilkan, penengah, dan berfungsi sebagai stabilisator dalam berbagai dinamika kehidupan, termasuk dalam kontestasi politik.

Dalam menghadapi Pilkada Serentak 2024 yang akan dilaksanakan pada tanggal 27 November 2024, pesan almarhum Ustadz Abdullah Said ini menjadi relevan untuk mencegah perselisihan yang dapat memecah belah persatuan bangsa.

Umat Stabilator dan Spirit Ummatan Wasathan

Dalam Islam, konsep “ummatan wasathan” sangat penting. Hal ini merujuk pada posisi umat Islam yang berada di tengah-tengah, baik dalam aspek spiritual, sosial, maupun politik. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 143:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ

“Dan demikianlah Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. Al-Baqarah: 143)

Ayat ini menegaskan bahwa umat Islam memiliki tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan dan keadilan dalam masyarakat. Sebagai “ummatan wasathan,” umat Islam harus menjadi penjaga harmoni dan peredam konflik, terutama dalam konteks politik yang sering memanas.

Ustadz Abdullah Said menekankan bahwa konsep umat stabilator bukan hanya pernyataan belaka, melainkan harus merealita diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam konteks politik, terutama ketika bangsa ini akan menghadapi Pilkada Serentak 2024, peran sebagai stabilator harus semakin dimaksimalkan untuk menghindari polarisasi dan perselisihan yang dapat memicu konflik antar anak bangsa.

Kehadiran umat Islam sebagai stabilator dalam kontestasi politik berfungsi untuk menjaga agar perbedaan pilihan politik tidak berubah menjadi permusuhan. Ustadz Abdullah Said berpandangan bahwa politik, meskipun penting, bukanlah segala-galanya. Politik hanyalah salah satu instrumen untuk mencapai tujuan bersama, yaitu kesejahteraan masyarakat dan ridha Allah SWT.

Dalam praktiknya, umat Islam harus mampu menjadi jembatan di tengah perbedaan, meredam ketegangan, dan mengedepankan dialog daripada konflik. Prinsip ini sesuai dengan nilai-nilai Islam yang mendorong musyawarah (syura) dan penyelesaian masalah melalui cara-cara yang baik. Allah SWT berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 159:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali Imran: 159)

Ayat ini mengajarkan bahwa pemimpin dan umat harus mengedepankan kelembutan, pengampunan, dan musyawarah dalam menyelesaikan masalah. Dalam konteks politik, pendekatan ini penting untuk menjaga suasana kondusif dan menghindari perpecahan.

Pilkada Serentak 2024 akan menjadi ajang kontestasi politik yang melibatkan banyak pihak dengan berbagai latar belakang dan kepentingan. Dalam situasi semacam ini, gesekan dan perbedaan pandangan politik tak dapat dihindari. Namun, Ustadz Abdullah Said dalam banyak ceramahnya mengingatkan bahwa perbedaan seharusnya tidak menjadi alasan untuk saling bermusuhan.

Konflik politik yang berlarut-larut dapat mengancam persatuan bangsa. Sejarah telah mengajarkan bahwa perpecahan internal seringkali lebih berbahaya daripada ancaman dari luar. Ketika umat Islam tidak mampu memainkan peran sebagai stabilator, maka yang terjadi adalah polarisasi masyarakat yang dapat memecah belah bangsa.

Dalam konteks ini, umat Islam dituntut untuk selalu mengingat ajaran Rasulullah SAW yang mengutamakan persatuan dan kesatuan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخوَاناً. المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخذُلُهُ، وَلَا يَكْذِبُهُ، وَلَايَحْقِرُهُ

“Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina yang lain” (HR. Muslim)

Hadis ini menjadi landasan bagi umat Islam untuk tidak saling menyakiti dan memelihara hubungan baik, meskipun berbeda pandangan. Dalam kontestasi politik, semangat ini harus dipegang teguh agar perbedaan tidak berujung pada permusuhan.

Langkah Stabilitas

Menjelang Pilkada Serentak 2024, bangsa kita dihadapkan pada tantangan besar untuk menjaga stabilitas sosial dan politik. Umat Islam, sebagai mayoritas, memiliki peran strategis dalam menciptakan suasana yang damai dan kondusif.

Karenanya, kita perlu terlibat dalam menjaga suasana agar tetap teduh. Setidaknya ada empat langkah konkret yang dapat kita ambil untuk menerapkan pesan Ustadz Abdullah Said agar kita menjadi umat stabilator.

Pertama, mengedepankan dialog dalam menyelesaikan perbedaan pendapat politik. Ini adalah kunci untuk mencegah konflik. Umat Islam harus menjadi teladan dalam mengedepankan musyawarah, baik di tingkat keluarga, komunitas, maupun dalam lingkungan yang lebih luas.

Kedua, menjaga bahasa dan etika dalam kampanye di ruang publik termasuk di media sosial agar tidak tersiar ujaran kebencian atau fitnah. Sebagai stabilator, umat Islam harus berperan dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya berpolitik secara santun dan beradab.

Ketiga, menghindari polarisasi dan kebencian. Langkah ini penting karena kita menyadari bahwa polarisasi yang terjadi di masyarakat seringkali diperparah oleh informasi palsu dan propaganda. Umat Islam harus cerdas dan cermat dalam memberi jalan keluar, memverifikasi informasi, dan mencegah tersebarnya hoaks yang dapat memperkeruh suasana.

Keempat, mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Dalam kontestasi politik, kepentingan bangsa dan negara harus selalu menjadi prioritas utama. Umat Islam diharapkan tidak terjebak dalam kepentingan sempit golongan, tetapi fokus pada persatuan dan kesatuan bangsa dan ukhuwah Islamiyah, disamping kita harus berupaya berperan aktif dalam mediasi konflik sebagai mediator yang menenangkan situasi.

Spirit Al Qur’an

Pesan Ustadz Abdullah Said tentang peran umat Islam sebagai stabilator sejalan dengan semangat Al-Qur’an dan hadis yang mendorong umat untuk selalu menjadi penengah yang adil. Dalam konteks Pilkada Serentak 2024, pesan almarhum tersebut semakin penting diaktualisasi untuk menjaga persatuan bangsa di tengah dinamika politik yang sering kali memanas.

Umat Islam harus mampu menjadi contoh bagi seluruh elemen masyarakat dalam bersikap bijak dan pertengahan. Spirit ummatan wasathan yang dikedepankan oleh Ustadz Abdullah Said mengajarkan bahwa umat Islam harus selalu berada di tengah, tidak ekstrim ke kiri tidak pula ekstrim ke kanan yang dapat memecah belah persatuan.

Stabilitas bangsa adalah tanggung jawab kita bersama. Umat Islam sebagai mayoritas memiliki peran krusial dalam menjaga harmoni di tengah kontestasi politik yang dinamikanya semakin semarak hari hari ini.

Melalui sikap wasathiyah sebagai salah satu dari enam jatidiri Hidayatullah, sikap adil, dan bijak, umat Islam dapat menjadi stabilator yang mencegah perpecahan dan menjaga keutuhan bangsa. Semoga pesan ini dapat menjadi pedoman bagi kita semua dalam menghadapi tantangan politik ke depan.[]

*) Adam Sukiman Langgu, penulis adalah intern researcher di Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect) dan Ketua Pengurus Wilayah Pemuda Hidayatullah Daerah Khusus Jakarta.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Rakerwil V Hidayatullah Jatim Ditutup, Ketua DPW Apresiasi Pelayanan Tuan Rumah

Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) V Hidayatullah Jawa Timur resmi ditutup pada hari Ahad, 19 Januari 2024, di Situbondo. Dalam...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img