AdvertisementAdvertisement

Antara Umur Berkah dan Umur Unfaedah

Content Partner

PERPUSTAKAAN perpustakaan kita mengenal karya-karya besar dan berpengaruh. Daya gugah yang dikandungnya melampaui zaman, berkali-kali lipat lebih panjang dibanding usia penulisnya sendiri.

Terkadang kita pun kesulitan menunjuk negeri tempat pengarangnya berasal, namun karya mereka sangat akrab di telinga kita. Sudah pasti penyusunnya samasekali tidak mengenal kita sebab telah meninggal jauh di masa silam, namun buah pikirannya mampu menjangkau kita dengan sempurna.

Satu diantaranya adalah al-Jami’ ash-Shahih karya Imam Bukhari, atau kita lebih mengenalnya sebagai Shahih al-Bukhari. Konon, beliau mulai menyusunnya ketika berusia 18 tahun, dan baru selesai kurang lebih 14 tahun kemudian.

Lalu, ia disodorkan kepada para ulama’ Ahli Hadits di masa itu untuk mendapatkan komentar dan koreksi. Sampai akhir usia beliau, karya ini terus-menerus diperbaiki. Sedemikian banyaknya perbaikan itu, sampai-sampai salah seorang perawi yang sempat melihat naskah aslinya di kediaman Muhammad bin Yusuf al-Firabriy (murid terakhir Imam Bukhari), mendapati sebuah manuskrip yang penuh dengan coretan dan sisipan.

Imam Bukhari wafat pada usia 62 tahun; usia rata-rata umat Nabi Muhammad. Hanya saja, kitab yang beliau susun masih terus dirujuk sampai sekarang, padahal telah berlalu lebih dari satu milenium sejak kewafatannya pada tahun 256 H (870 M).

Naskahnya disalin dan dicetak ulang entah berapa juta kali, diterjemahkan ke dalam aneka bahasa, dan direkam dalam berbagai media (cetak, audio, video, digital, dll). Kalau kita mencari buku-buku karya manusia yang bisa disebut best-seller of the best, pasti Shahih al-Bukhari pantas termasuk diantaranya.

Jadi, inilah usia yang berkah itu; ditempuh dalam masa yang sepadan manusia biasa pada umumnya, namun memiliki daya tahan yang tidak biasa dan tidak umum.

Belum lagi kenyataan bahwa kitab itu memuat penafsiran sebagian ayat-ayat Al-Qur’an, Sunnah-sunnah Rasulullah, juga Sirah Nabawiyah; sehingga setiap kali ada seorang muslim yang mengkaji atau mengamalkannya maka Imam Bukhari juga mendapat bagian pahala darinya. Entah sudah berapa juta orang yang termotivasi dan terbimbing menuju kebaikan melaluinya.

Hanya saja, selain usia yang berkah ada pula usia yang lacur. Inilah umur yang penuh kemalangan, keburukan, dan kesia-siaan. Kesialan yang ditimbulkannya tidak hanya menimpa pemiliknya, namun juga orang-orang di sekitarnya, bahkan seluruh umat manusia pada umumnya, baik di masa hidupnya maupun jauh sesudahnya. Ambil contoh Karl Marx dan karya monumentalnya, Das Kapital.

Menurut catatan, Marx meninggal dalam usia 65 tahun di London pada bulan Maret 1883. Konon, selama 34 tahun Marx hampir tidak pernah keluar dari perpustakaan British Museum, kecuali sesekali mengunjungi keluarganya yang terbengkalai.

Setiap hari Marx hanya membaca dan mencatat. Volume pertama dari karya itu diterbitkan di masa hidupnya (1867), sedangkan dua volume sisanya terbit setelah ia meninggal.

Antara Imam Bukhari dan Karl Marx terdapat kemiripan-kemiripan tertentu, selain juga perbedaan-perbedaan besar yang tak terjembatani. Keduanya sama-sama meninggal pada usia 60-an, dan memiliki sebuah karya monumental yang gaungnya tetap bertahan berabad-abad.

Masa yang mereka habiskan untuk menulis dan mengedit karya pun kurang lebih setara. Akan tetapi, efek yang mereka berikan lewat tulisannya sangatlah berbeda. Imam Bukhari menginspirasi jutaan pengabdi kebaikan, sementara Karl Marx merupakan sosok di balik para penjahat perang paling kejam sepanjang sejarah modern.

Diktator pertama Uni Soviet, Vladimir Lenin, adalah pengagum setia Marx. Dan, sebagai konsekuensi ideologi komunisnya, selama berkuasa ia telah menjagal jutaan orang. Penggantinya, Joseph Stalin, juga penganut Marxisme fanatik dan telah membantai sekitar 20 juta orang yang menentangnya maupun anggota masyarakat tak berdosa.

Di China, ada Mao Zedong yang masa kepemimpinannya dibanjiri dengan darah dan air mata. Lebih dari 70 juta rakyatnya tewas kelaparan, dibunuh, disiksa, atau menjadi korban revolusi komunis yang dikendalikannya.

Rezim Pol Pot di Kamboja yang komunis juga menghabisi nyaris 29 persen (2 dari 7 juta) rakyatnya sendiri. Kisah serupa terjadi di banyak negara lain seperti Yugoslavia, Vietnam, Polandia, bahkan Indonesia.

Jadi, inilah usia yang lacur itu; dilalui dalam rentang yang setara orang biasa pada umumnya, namun memiliki daya rusak yang tidak biasa dan tidak umum.

Sungguh, setiap kali ada seseorang yang mengkaji atau mengamalkan isi kandungan Das Kapital maka Karl Marx juga mendapat bagian dosa darinya. Entah sudah berapa juta orang yang terseret dan tersesat menuju kebinasaan melaluinya.

Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:

“Tidak ada satu jiwa pun yang dibunuh secara zhalim melainkan putra Nabi Adam yang pertama (yakni, Qabil) pasti ikut menanggung dosa (dari penumpahan) darahnya itu, sebab dialah yang pertamakali mencontohkan pembunuhan.” (Riwayat Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Mas’ud).

Beliau juga bersabda,

“Barangsiapa yang merintis tradisi baik dalam Islam maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkannya setelahnya dengan tanpa dikurangkan dari pahala mereka sedikit pun. Dan, barangsiapa yang merintis tradisi buruk dalam Islam maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkannya setelahnya dengan tanpa dikurangkan dari dosa mereka sedikit pun.” (Riwayat Muslim, dari Jarir bin ‘Abdullah).

Pertanyaannya sekarang: “Bagaimana kita akan menghabiskan usia?” Kitalah yang harus memilih dan menentukannya. Wallahu a’lam.

ALIMIN MUKHTAR

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Membangun Generasi Islami Berdaya melalui Pesantren Masyarakat Cibuntu

KUNINGAN (Hidayatullah.or.id) -- Pengurus Persaudaraan Dai Indonesia (PosDai) baru-baru ini melakukan anjangsana silaturrahim ke komunitas warga binaan Pesantren Masyarakat...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img