Hidayatullah.or.id — Awan duka kembali menaungi dunia dakwah Islam, khususnya bagi Hidayatullah Tanjung Tabalong, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Dai yang juga Pimpinan Pengurus Daerah (PD) Hidayatullah, Nor Mawardi, telah berpulang ke Rahmatullah, hari Senin, 2 Juni 2014 pukul 03.00 lalu waktu setempat.
Sebelumnya Ustadz Mawardi, demikian sapaan akrabnya sempat dirawat selama beberapa hari di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ratu Zalecha, Martapura, Kabupaten Banjar.
Oleh dokter, Allahuyarham divonis menderita penyakit komplikasi sakit jantung, paru-paru, dan liver atau adanya pengerucutan pada hati.
“Ustadz sudah sepekan lebih tidak bisa baring dan cuma bisa duduk. Itupun harus memakai bantuan selang oksigen untuk pernafasan,” terang Ary Hermawan, dai Hidayatullah yang menemani kiprah dakwah Ustadz Mawardi di Tanjung Tabalong.
“Kaki ustadz sampai bengkak. Ia juga susah buang air kecil hingga paru-parunya terendam air,” imbuhnya lagi.
Meski tidak sempat menamatkan pendidikan formal di tingkat menengah (SMP), hal itu bukan penghalang bagi Mawardi untuk menerima amanah dakwah di berbagai pelosok nusantara.
Tercatat, sejak era tahun 1990-an Mawardi sudah malang melintang berdakwah membina umat Islam di Fak-Fak, Papua Barat. Selanjutnya, ia ditarik ke daerah Manokwari, jantung Papua Barat. Oleh sebagian masyarakat Papua, kota ini bahkan diklaim dengan sebutan kota Injil.
Di Manokwari, selama bertahun-tahun bersama Salmiah sang istri tercinta, Mawardi terus bergelut dan melebur dalam berdakwah membina masyarakat.
Beratnya tantangan dakwah di pelosok Papua, tidak menciutkan nyali apalagi melunturkan semangat dakwah Mawardi. Ia justru kian terpacu bersama waktu yang membersamainya. Mawardi terus sibuk membangun kampus peradaban Hidayatullah dan membina aqidah masyarakat. Seolah lupa dengan kondisi kesehatan yang ditakdirkan pada dirinya.
“Sejak kecil, Abang Mawardi sebenarnya sudah mengalami kelainan pada kondisi dan fungsi jantungnya,” ujar Muhammad Taufik, adik kandung Allahu yarham, ketika menyampaikan takziyah singkat di hadapan jamaah Masjid ar-Riyadh, Gunung Tembak, Balikpapan.
Taufik menceritakan, sedianya ia bersama kedua orangtua berangkat ke Tanjung Tabalong membesuk saudaranya hari Ahad lalu. Cuma qaddarallahu, mereka menunda keberangkatan hingga Senin pagi yang justru menjadi akhir kehidupan ayah dari empat orang anak ini.
Oleh keluarga, Mawardi dikenal sebagai sosok penyabar yang pantang mengeluh. Acap kali ditelepon oleh orangtua atau keluarga yang lain, ia tidak pernah mengadu akan kondisi yang dialami. “Saya baik-baik saja di sini. Keadaannya sudah baekan,” ujar Taufik meniru jawaban Mawardi via percakapan telepon.
Padahal menurut Salmiah, justru dalam dua tahun terakhir, kondisi kesehatan suaminya kian menurun selama di Tanjung Tabalong. Bertugas sejak tahun 2003 di Tanjung Tabalong, Mawardi menghabiskan belasan tahun berdakwah di daerah Kalimantan Selatan.
Sebelumnya, Mawardi juga pernah mengemban amanah sebagai sekretaris PD Hidayatullah di Kota Banjar Baru sejak tahun 2000. Kini, Allahu yarham Mawardi telah berpulang ke pangkuan rahmat-Nya. Mawardi sudah memilih caranya sendiri untuk kembali. Ia telah menepati janji setianya untuk istiqamah berdakwah di jalan Rabbnya.
“Di sela-sela cobaan yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Di penghujung ayat tersebut ada bisyarah (kabar gembira) bagi mereka yang mampu bersabar menjalaninya,” terang Taufik mengutip tafsir surah al-Baqarah [2]: 155-156 tentang keutamaan orang-orang yang bersabar ketika mendapat ujian dan musibah.
Subuh itu, mendung kembali menggayut di atas kampus Hidayatullah Gunung Tembak. Kepergian putra kedua dari delapan bersaudara pasangan H. Sukeni dan Hj. Helena tersebut meyisakan duka mendalam bagi warga Gunung Tembak. Tak sedikit kenangan manis dan karya tangan Mawardi bersama santri-santri awal di masa perintisan kampus.
“Mawardi ikut bersama kami membangun masjid ar-Riyadh dan asrama santri putri di sini,” ucap Sugiono, Kepala Pembangunan Kampus Gunung Tembak.
“Kita semua merasa kehilangan berpisah dengan Mawardi. Tapi sesungguhnya ia adalah kekayaan bagi ukhuwah dan dakwah ini,” pungkas Zainuddin Musaddad, mewakili seluruh warga Hidayatullah lainnya. (Masykur Abu Jaulah)