SEHELAI serat kabel, meski hanya seukuran rambut, bila masih tersambung dengan generator listrik berkekuatan 5000 watt yang menyala, pasti memiliki wibawa yang menggentarkan siapa saja.
Namun, kabel-kabel raksasa yang teronggok di pinggir jalan dalam gulungan-gulungan, tidak ditakuti bahkan menjadi mangsa empuk para maling!
Begitulah hakikat kekuatan manusia.
Meski engkau kecil dan lemah, tidak memiliki cukup sumberdaya dan pengikut, engkau pasti disegani bila tersambung dengan Sang Pemilik kekuatan sejati.
Sebaliknya, sebesar apa pun para tiran musuh Allah itu, mereka hanyalah pecahan bintang yang telah terpisah dari induknya. Terlihat mendahsyatkan dan menggentarkan. Tapi, sebentar lagi mereka akan meredup dan padam. Lalu, eksistensinya hanya hadir sebagai batu. Siapa saja bisa mencungkil bahkan memecahkannya sampai berkeping-keping.
Lembaga, yayasan, sekolah, ormas, partai, negara, akan meredup dan pelan-pelan padam manakala telah terpisah dari Dzat yang abadi, Allah subhanahu wa ta’ala; meski bangunannya megah, kantornya mewah, sumberdaya manusianya melimpah, uangnya tumpah-ruah. Sungguh, semua selain Allah adalah fana, tak terhindarkan lagi.
Oleh karena itu, Allah menyuruh kita bersandar kepada-Nya:
رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلًا
“…Tuhan Penguasa timur dan barat, tiada Tuhan (yang haqq) selain Dia, maka jadikan Dia sebagai sandaran.” (Qs. Al-Muzzamil: 9)
Dia juga menyuruh kita untuk membesarkan-Nya semata, agar seluruh aktivitas kita tidak terlepas dari sumber asasinya. Amal yang disandarkan kepada Allah pasti abadi, dan buahnya akan dipanen turun-temurun.
وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
“Dan Tuhanmu, maka besarkanlah!” (Qs. Al-Muddatsir: 3)
Tapi, Allah Maha Tahu bahwa semua itu tidak pernah mudah. Selalu terhubung dengan Allah bukanlah pekerjaan sepele, sebab kebanyakan manusia diselimuti perasaan cukup oleh potensi dan kekuatannya sendiri. Mereka lebih suka menjadi pecahan bintang, melepaskan diri dari induknya.
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى . أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى
“Ketahuilah, sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup.” (Qs. Al-‘Alaq: 6-7)
Oleh karena itu, segera setelah kedua perintah dalam al-Muzzamil dan al-Muddatsir tsb, Allah juga mengiringinya dengan perintah untuk bersabar.
وَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ
“Dan bersabarlah atas apa yang mereka katakan…” (Qs. Al-Muzzamil: 10)
وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
“Dan, untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, maka bersabarlah.” (Qs. Al-Muddatsir: 7).
Wallahu a’lam.
[*] Baca juga, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid Quthb, penafsiran surah al-Fatihah khususnya ayat “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”.
______________
ALIMIN MUKHTAR, penulis adalah alumni STAIL Hidayatullah Surabaya dan saat ini pengasuh di Pondok Pesantren Hidayatullah Malang, Jawa Timur.