AdvertisementAdvertisement

Menyemai Cahaya Islam dan Lima Bekal Dai Profesional

Content Partner

Ust Nursyamsa Hadis (Foto: Canva/ hidayatullah.or.id)

DI BAWAH langit yang terus berubah, tanggung jawab berdakwah bagaikan benih yang wajib ditanam oleh setiap muslim. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk menegakkan kebajikan dan menjauhkan manusia dari kemunkaran” (QS. Ali Imran: 110).

Sabda Rasulullah SAW pun menguatkan perintah ini, “Siapa yang melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya; jika tidak mampu, maka (tolaklah) dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim).

Namun, di tengah arus globalisasi dan perubahan zaman, jalan dakwah tak pernah sepi dari rintangan. Tantangan itu bahkan kini berlipat ganda: globalisasi, migrasi, revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi, hingga isu kesetaraan gender serta interaksi antar keyakinan.

Bagaimana seorang da’i dapat menjawab tantangan ini dengan bijak dan tetap menjadi pelita bagi umat? Menurut Dr. Hj. Norma Sari, S.H., M.Hum., dalam sebuah kajian bertajuk “Indahnya Cahaya Islam,” dunia dakwah menghadapi kompleksitas yang belum pernah ada sebelumnya.

Beragam tantangan itu mulai dari eksplorasi alam semesta hingga kajian evolusi genetika, semua menuntut pendekatan yang lebih cerdas dan adaptif. Di sinilah peran da’i profesional menjadi sangat krusial.

Dai sejatinya bukan sekadar penyampai pesan, tetapi juga penyelamat jiwa yang membawa pencerahan di tengah kegelapan. Namun, menjadi da’i profesional bukanlah perkara sederhana.

Dr. Juhari Hasan, M.Si., dosen UIN Ar-Raniry, dalam risetnya menguraikan lima indikator kompetensi yang harus dimiliki seorang da’i, yaitu keimanan, keilmuan, akhlak mulia, keterampilan, dan penampilan yang memikat. Berikut kami coba uraikan.

Pertama, seorang da’i harus memiliki keyakinan yang kokoh kepada Allah dan Rasul-Nya. Seperti dijelaskan Jum’ah Amin dalam bukunya Fiqh Dakwah, keimanan yang mendalam bukanlah ilusi atau pengakuan kosong, melainkan buah dari ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Da’i dengan iman yang teguh akan memiliki komitmen tinggi untuk membela Islam, selalu peka terhadap permasalahan umat, dan tidak mudah goyah di tengah badai fitnah.

Kedua, keilmuan merupakan pilar utama kesuksesan dakwah. Sa’id al-Qahthani, seorang dosen dari Universitas Islam Ibnu Saud, menegaskan bahwa ilmu adalah prasyarat sebelum seorang da’i berbicara. Tanpa ilmu, dakwah hanyalah kata-kata kosong yang tak mampu menembus hati.

Dengan ilmu, seorang da’i dapat memetakan permasalahan umat—seperti kemiskinan, kebodohan, atau perpecahan—dan menemukan solusi yang tepat. Ilmu yang dipadukan dengan amal akan melahirkan dampak nyata, bukan sekadar wacana yang menguap di udara.

Ketiga, akhlak mulia hendaknya menjadi cermin jiwa seorang da’i. Akhlak bukanlah topeng yang dipakai sesaat, melainkan gambaran batin yang tercermin dalam perilaku sehari-hari.

Seorang da’i yang berakhlak baik akan memancarkan kelembutan dan keteladanan, sehingga pesannya lebih mudah diterima. Sebaliknya, akhlak buruk hanya akan menjauhkan umat dari kebenaran yang ingin disampaikan.

Keempat, keterampilan menjadi senjata penting di era modern. Seorang da’i harus mampu memanfaatkan teknologi dan fasilitas yang ada untuk memperluas jangkauan dakwahnya.

Dai bukan hanya mahir berbicara di atas mimbar, tetapi juga mau belajar agar cakap menggunakan media sosial, membuat konten digital, atau berkomunikasi lintas budaya. Keterampilan ini memungkinkan dakwah tetap relevan di tengah perubahan zaman yang begitu cepat.

Kelima, penampilan yang menarik turut memengaruhi efektivitas dakwah. Secara psikologis, penampilan yang elegan dan berwibawa mampu membangun rasa hormat di kalangan audiens.

Seorang da’i yang memperhatikan penampilannya tidak hanya menunjukkan profesionalisme, tetapi juga memberikan kesan pertama yang positif, sehingga pesannya lebih mudah diterima.

Menguasai kelima kompetensi ini bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari tanggung jawab yang lebih besar.

Seorang da’i profesional diharapkan mampu menjalankan amanah dakwah dengan optimal, menjadi pelita di tengah kegelapan, dan membawa umat kembali kepada jalan kebenaran.

Di tengah tantangan zaman yang kian kompleks, dakwah bukan lagi sekadar seruan lisan, tetapi juga perjuangan intelektual, spiritual, dan sosial yang membutuhkan dedikasi penuh.[]

*) Nursyamsa Hadis, ketua Bidang Dakwah dan Pelayanan Ummat DPP Hidayatullah

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Panen Perdana Kebun Pisang Cavendish, Wakaf Produktif Kolaborasi Baitul Wakaf

KLATEN (Hidayatullah.or.id) – Program Kebun Wakaf Produktif Pisang Cavendish telah mencapai tonggak penting dengan panen perdana pada akhir Februari...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img