
JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Bulan Ramadhan merupakan momen istimewa yang selalu diwarnai dengan meningkatnya semangat berbagi. Umat Islam berlomba-lomba dalam menyalurkan zakat, infak, dan sedekah sebagai bentuk kepedulian sosial.
Namun, di tengah gelombang filantropi ini, muncul fenomena pengemis musiman, yakni individu yang memanfaatkan momen Ramadhan untuk mengumpulkan dana dari masyarakat tanpa benar-benar mengalami kesulitan ekonomi.
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) mengingatkan bahwa tidak semua pengemis yang terlihat di jalanan adalah orang yang benar-benar membutuhkan bantuan.
Ketua Baznas RI, Prof. KH Noor Achmad, dalam doorstop interview usai acara Public Expose 2025 bertema Bahagia dengan Berbagi yang diselenggarakan oleh Baitul Maal Hidayatullah (BMH) di Jakarta, Selasa, 26 Syaban 1446 (25/2/2025), menyatakan bahwa ada dua kategori pengemis: mereka yang mengemis karena kebutuhan dan mereka yang menjadikan mengemis sebagai mata pencaharian.
Noor Achmad menegaskan bahwa perbedaan utama antara kedua kategori ini terletak pada motif di balik aktivitas mengemis. Pengemis sejati adalah mereka yang terdorong oleh kebutuhan mendesak dan keterbatasan ekonomi yang nyata. Mereka tidak memiliki sumber penghasilan lain dan mengandalkan belas kasihan masyarakat untuk bertahan hidup.
Sebaliknya, pengemis musiman sering kali merupakan individu yang tidak benar-benar miskin, tetapi memanfaatkan kemurahan hati masyarakat di bulan Ramadhan untuk mendapatkan keuntungan finansial.
“Karena pengemis musiman belum tentu pengemis, bisa jadi dia orang kaya,” ujar Prof. Noor Achmad kepada wartawan.
Dia menjelaskan, mengemis dapat berubah menjadi sebuah “profesi” bagi sebagian orang. Jika mengemis dipandang sebagai pekerjaan, maka hal ini tidak hanya menciptakan ketergantungan sosial, tetapi juga mengurangi insentif bagi individu untuk mencari mata pencaharian yang lebih produktif.
Noor Achmad menekankan bahwa mengemis seharusnya tidak menjadi pekerjaan, melainkan solusi darurat bagi mereka yang benar-benar membutuhkan bantuan.
“Jangan sampai menyalurkan zakat, infak, dan sedekah kepada orang yang mengemis tetapi menjadikannya sebagai pekerjaan,” tambahnya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk membedakan antara mereka yang membutuhkan dan mereka yang hanya mengeksploitasi belas kasihan publik.
Salah satu solusi yang diusulkan oleh Baznas adalah memastikan bahwa zakat, infak, dan sedekah disalurkan melalui lembaga amil zakat resmi dan terpercaya.
Lembaga-lembaga ini memiliki sistem verifikasi yang ketat dalam menyalurkan bantuan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Dengan demikian, risiko dana filantropi jatuh ke tangan yang tidak berhak dapat diminimalkan.
“Sedekah, infak, atau zakat salurkanlah kepada lembaga-lembaga yang tepat, sehingga mereka akan memberikan kepada orang yang tepat,” ujar Noor Achmad.
Dengan menyalurkan bantuan melalui lembaga yang kredibel, masyarakat dapat memastikan bahwa dana mereka digunakan secara efektif untuk memberdayakan kelompok rentan dan bukan untuk mendukung praktik eksploitasi sosial. (ybh/hidayatullah.or.id)