SURABAYA (Hidayatullah.or.id) — Badan Koordinasi Pembinaan Tilawatil Qur’an (BKPTQ) Hidayatullah menyelenggarakan acara sosialisasi bertema “Menjaring Kader Musnid Melestarikan Sanad Al-Qur’an” di Kampus Utama Hidayatullah Surabaya, Jawa Timur, Ahad, 13 Jumadil Akhir 1446 (15/12/2024).
Acara ini, yang menjadi bagian dari program sosialisasi Barnamaj Isnad dan sertifikasi guru Al-Qur’an, dihadiri oleh puluhan peserta termasuk 17 mahasiswa utusan Markazul Qur’an Wal Lughah (MQL) Semester V Program Takhasus Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman (STAIL) Luqman Al Hakim, Kampus Utama Hidayatullah Surabaya.
Acara ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Ust. H. Zainun Nasich, Ketua Departemen Pengembangan Metode Pengajaran Tilawatil Qur’an BKPTQ Hidayatullah, dan Ust. Muhdi Muhammad, Koordinator Musyrif GranD MBA.
Keduanya memberikan pengantar sekaligus arahan tentang pentingnya menjaga sanad keilmuan Al-Qur’an serta standar kompetensi yang harus dimiliki oleh para muallim (guru) Al-Qur’an.
Zainun Nasich mengawali pemaparannya dengan menjelaskan bahwa BKPTQ mendapat amanah langsung dari Pemimpin Umum Hidayatullah untuk menjaga kualitas kemampuan Al-Qur’an para kadernya.
“Pemimpin Umum Hidayatullah mengamanahi BKPTQ untuk menggawangi kualitas kemampuan al-Qur’an setiap kader,” ungkap Nasich.
BKPTQ bertanggung jawab membina dan menstandarisasi muallim, musyrif muallim, muhafidz, serta musnid Al-Qur’an di lingkungan Hidayatullah. Nasich menegaskan bahwa melalui program-program seperti Barnamaj Isnad dan sertifikasi muallim Al-Qur’an, sanad keilmuan Al-Qur’an dapat terjaga dengan baik.
Ia menjelaskan, program Barnamaj Isnad dirancang dengan target spesifik, yaitu mencetak setidaknya satu orang musnid di setiap wilayah. Musnid ini nantinya diharapkan dapat melahirkan kader-kader musnid baru di daerah masing-masing. Dengan demikian, pelestarian sanad Al-Qur’an dapat terus berlanjut dari generasi ke generasi.
Lima Kompetensi Utama
Lebih jauh menurut Nasich, untuk menjadi muallim Al-Qur’an yang terstandardisasi di lingkungan Hidayatullah, seseorang harus memenuhi empat kompetensi utama, yaitu kompetensi bacaan (maharotul qiroah), kompetensi menyimak bacaan (maharotul istima’), kompetensi hafalan (maharotul hifdzi), dan kompetensi mengajar (maharotut tadris).
“Jika muallim sudah tersertifikasi empat maharah tersebut, maka ia dianggap sudah memenuhi kualifikasi sebagai muallim Al-Qur’an yang terstandardisasi,” ujar Nasich.
Selain itu, Nasich menambahkan, bagi pengelola rumah Al-Qur’an (RQH), MQH, TPQ, atau koordinator Al-Qur’an unit pendidikan, ditambahkan satu kompetensi tambahan, yaitu kompetensi administrasi dan tata kelola pembelajaran Al-Qur’an (al-maharotul al-idariyyah).
“Kompetensi administrasi dan tata kelola pembelajaran ini bertujuan agar pengelolaan pembelajaran Al-Qur’an di setiap unit pendidikan lebih terstruktur dan efektif,” kata Nasich menandaskan.
Sementara itu, Muhdi Muhammad menguraikan, bahwa program ini juga bertujuan untuk memberikan standarisasi kepada muallim Al-Qur’an, baik yang menggunakan metode Al-Hidayah maupun GranD MBA, sehingga memiliki metodologi pembelajaran, sistem penilaian, dan pengelolaan yang terstandar.
“Agenda ini merupakan salah satu kegiatan ta’aruf program Barnamaj Isnad yang dirancang oleh tim BKPTQ dalam menjaring calon musnid,” jelas Muhdi Muhammad.
Menurut Muhdi, dengan Grand MBA dan BKPTQ Hidayatullah dengan tegas memikul tanggung jawab besar dalam menjaga tradisi keilmuan Al-Qur’an.
Dengan adanya standarisasi dan sertifikasi bagi para muallim, musyrif, dan musnid, diharapkan akan lahir lebih banyak kader yang memiliki kompetensi tinggi serta kemampuan untuk mengajarkan dan melestarikan Al-Qur’an.
Melalui langkah ini, ia berharap BKPTQ tidak hanya memastikan kualitas pendidikan Al-Qur’an di lingkungan Hidayatullah, tetapi juga memperkuat tradisi sanad sebagai bagian tak terpisahkan dari warisan keilmuan Islam.
“Program seperti Barnamaj Isnad menjadi upaya sunggug sungguh dari upaya Hidayatullah untuk terus menjaga dan mengembangkan kualitas pendidikan Al-Qur’an,” katanya.
Dengan target yang jelas dan metode yang terstruktur, program ini diharapkan menjadi jalan untuk mencetak generasi Ahlul Qur’an yang berkualitas, berkompeten, dan siap melanjutkan estafet keilmuan di masa depan.
Para peserta yang hadir menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap program ini. Ahmad Abror, mahasiswa semester V Program Takhassus STAIL, menyatakan bahwa program ini sangat penting dan menarik.
“Kami tertantang untuk menjadi bagian dari para musnid kelak,” ujar Abrar penuh semangat.
Abror berharap melalui program ini, mendukung semakin banyak lahirnya generasi baru yang tidak hanya memahami Al-Qur’an secara mendalam, tetapi juga mampu meneruskan tradisi sanad keilmuan yang telah diwariskan oleh para ulama terdahulu. (ybh/hidayatullah.or.id)