DEMI terkabulnya sebuah doa dan pengharapan, sebagian dari kita bersedia melakukan apa saja. Terdapat kalangan yang upayanya lurus dan syar’i, namun tidak jarang dan tanpa sadar, banyak juga yang justru terjerumus dalam kemaksiatan dan dosa karenanya.
Ada yang pergi ke orang-orang shalih dan meminta doa dari mereka. Ada yang berpuasa dan bersamanya memunajatkan permohonan. Ada yang bersedekah dan meminta berkah doa kepada orang-orang yang disantuninya. Ada pula yang bermujahadah dengan bangun di malam-malam yang gelap lagi dingin, lalu bersujud menghadap Rabb-nya.
Di sisi lain, terdapat cukup banyak orang yang melakukan perjalanan berkilo-kilo meter dengan biaya ratusan ribu, lalu bersimpuh di depan makam-makam yang bisu, dengan keyakinan memperoleh berkah dari penghuni kubur itu.
Ada yang melarung sesaji aneka hasil bumi ke laut atau sungai, agar esok hari rejeki dan kehidupan mereka semakin semarak dan berkah. Ada pula yang menyerahkan “mahar” kepada orang-orang “pintar”, supaya apa yang diinginkannya lekas terkabul.
Sesungguhnya, pangkal utamanya adalah keinginan kita agar doa dah harapan kita terkabul, sehingga desakan itu membuat sebagian orang gelap hati dan kehilangan akal sehatnya.
Urusan doa memang gaib, sehingga memicu banyak orang untuk berspekulasi. Kadangkala, kita pun merasa telah melakukan segala cara dalam berdoa, namun belum juga terkabul. Pertanyaannya, benarkah kita telah mencoba segala cara? Atau, jangan-jangan hanya itu cara yang kita tahu dalam berdoa?
Sesunggunya, terkabulnya doa ditentukan oleh banyak faktor. Dan, kadangkala sebuah doa disimpan oleh Allah untuk dibalas dengan kebaikan-kebaikan di masa depan, entah di dunia ini maupun di akhirat.
Diantara faktor terpenting terjawabnya doa adalah “siapa yang berdoa”, dalam hal kebersihan jiwa, ketaatan dan kedekatannya dengan Allah.
Maka, tidak jarang sebagian orang merasa tidak cukup percaya diri untuk berdoa sendiri, dan memilih datang kepada perantara-perantara. Masalah ini sangat rawan, karena sebagian darinya bisa menjerat kita dengan dosa syirik, atau paling tidak maksiat yang akan melemahkan iman.
Bila saja kita memang harus mencari “perantara” itu untuk kemantapan dalam berdoa, sebanarnya syari’at telah menyediakannya. Sebab, wasilah dalam doa memang ada yang syar’i, dan ada pula yang diharamkan.
Meminta kepada orang yang sudah mati tentu tidak relevan, sebab sesunggunya mereka justru lebih butuh kepada doa kita dibanding kebutuhan kita kepada doa mereka.
Bahkan, meminta kepada para Nabi pun sekarang tidak pada tempatnya, sebab mereka pun telah wafat dan menyelesaikan tugasnya.
Daripada meminta kepada orang yang tidak kita tahu rahasia dirinya di hadapan Allah, mengapa tidak kita minta kepada makhluk yang hari ini masih hidup dan sudah pasti sangat dekat dengan-Nya? Siapakah dia? Ya, siapa lagi kalau bukan malaikat.
Akan tetapi, benarkah kita dapat meminta mereka mendoakan kita?
Ada sebuah kisah. Suatu ketika, Shafwan bin ‘Abdillah bin Shafwan datang ke Syam, untuk mengunjungi mertuanya, yakni sahabat besar Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu.
Namun, tidak didapatinya beliau di rumahnya. Hanya ada istrinya di situ, Ummu Darda’. Shafwan ditanya, “Apakah engkau ingin pergi haji tahun ini?” Dijawabnya, “Benar.” Ummu Darda’ melanjutkan, “Doakanlah kami dengan kebaikan-kebaikan, sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, ‘Doa seorang muslim untuk saudaranya dengan tanpa sepengetahuan saudaranya itu pasti dikabulkan (mustajabah). Di sisi kepalanya ada seorang malaikat yang dikirim mendampinginya. Setiap kali orang itu mendoakan kebaikan untuk saudaranya, maka malaikat yang mendampinginya itu akan berkata: aamiin (ya Allah, kabulkanlah!), dan untukmu hal yang serupa.” (Riwayat Muslim, Abu Dawud, al-Bazzar. Redaksi ini dari Muslim)
Dengan kata lain, sebagai misal, jika Anda memintakan rezeki yang luas untuk saudara Anda itu, maka malaikat akan memintakan hal serupa untuk Anda. Begitu pula jika Anda memohonkan ilmu, kesehatan, jodoh, terlepas dari kesulitan, ketenangan jiwa, kebahagiaan rumah tangga, untuk saudara Anda sesama muslim.
Sungguh, saudara Anda itu didoakan oleh seorang manusia biasa seperti Anda ini, yang banyak salah dan lupa, tetapi Anda sendiri justru didoakan oleh makhluk Allah yang terdekat dan tidak pernah bermaksiat!
Jadi, mengapa tidak sekarang juga Anda mendoakan suatu kebaikan tertentu untuk saudara Anda sesama muslim, tanpa perlu ia mengetahuinya, agar sekarang juga malaikat mengaminkan doa Anda?
Ust. M. Alimin Mukhtar