HIDORID — Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia Daerah (KPPAI) Daerah Kepulaian Riau (Kepri) mengapresiasi peran Pesantren Hidayatullah Toapaya, Bintan, Kepri, yang aktif membina anak-anak yang bermasalah dengan hukum atau ABH.
KPPAID bekerjasama dengan Pondok Pesantren Hidayatullah Toapaya bahu membahu membina anak-anak yang bermasalah ini. Lingkungan pesantren menjadi pusat pembinaan untuk anak-anak yang butuh perlakuan khusus ini.
“Alhamdulillah, sejak 2011 ABH yang dibina di pesantren tersebut berubah perilakunya menjadi lebih baik,” Kata Komisioner KPPAI Daerah Bontan, Ery Syahrial, seperti dikutip media lokal Haluan Kepri, (25/10/2013) lalu.
Ery juga mengharapkan agar masyarakat bisa berperan serta dalam upaya perlindungan dan pembinaan ABH mulai dari tahap Restorative Justice (RJ), proses rehabilitasi, reintegrasi, dan pemenuhan hak-hak anak yang berhadapan hukum.
“RJ (restorative justice) dimaksudkan agar anak yang tersandung kasus dapat dijauhkan dari proses hukum yang akan berujung penjara. Penjara pada dasarnya menimbulkan dampak buruk terhadap tumbuh kembang anak,” jelas Ery.
Ery Syahrial menjelaskan, mengenai pemberian Restorative Justice kepada anak berhadapan hukum (ABH), KPPAD harus melihat dari konteks kasusnya terlebih dahulu. Anak yang tersandung kasus, kata dia, bisa memperoleh RJ bila anak tersebut tersandung kasus dengan kadar masalah kecil seperti pencurian dengan nilai kerugian yang kecil dan kenakalan anak-anak pada umumnya.
Namun, kalau kejahatan besar seperti mencuri motor dan sejenisnya, jelas itu merupakan tindak kejahatan berat. Untuk kasus seperti itu wajar apabila aparat tidak memberikan RJ. Kendati begitu, kata dia, tidak menutup kemungkinan KPPAID memberikan pertimbangan kepada kepolisian mengenai proses hukum.
Dari data yang dimiliki KPPAID Kepri, tambah Ery, sejak tahun 2011 sampai 2013 anak yang berhadapan hukum (ABH) di Kepri terus mengalami peningkatan. Data 2011-2012, terjadi peningkatan sekitar 52 persen. Sementara 2013 sampai semester pertama meningkat 32 persen dibandingkan semester pertama tahun-tahun sebelumnya.
Ery menyampaikan, sejak 2011 pihak kepolisian di jajaran Polda Kepri mulai dari Polres dan Polsek sudah menerapkan penanganan RJ terhadap ABH.
KPPAID Kepri mencatat, pada 2011, dari 42 ABH sebanyak 22 anak mendapatkan RJ. Pada 2012, dari 64 ABH sebanyak 39 anak yang mendapatkan RJ. Sementara Januari-Juli 2013, dari 46 ABH, 30 orang sudah mendapatkan RJ.Pada umumnya, kasus yang mereka hadapi adalah pencurian, pencabulan, kekerasan dan lakalantas.
Hingga saat ini, kata Ery, jumlah ABH yang yang bisa ditempuh upaya RJ atau dihentikan proses hukumnya setiap tahun mengalami peningkatan karena aparat penegak hukum telah memahami kebijakan RJ.
“Sekarang sudah semakin banyak penyidik Polsek hingga Polres yang memahami hak-hak anak sehingga mau menyelesaikan kasus anak yang tersandung hukum secara RJ,” ujarnya.
Anak yang mendapatkan upaya RJ akan diberi pembinaan khususnya anak yang putus sekolah dan beberapa kali melakukan tindakan pidana. Tujuannya agar anak menyadari kesalahan dan tidak mengulangi perbuatannya. Sementara anak yang masih sekolah akan dikembalikan ke orangtua dan sekolah. (hp/hio/ybh)