AdvertisementAdvertisement

Hidayatullah dan Butterfly Effect

Content Partner

Oleh Asih Subagyo*

SERINGKALI kita tidak menyadari bahwa perbuatan kecil yang kita lakukan, akan memberikan dampak terhadap kejadian yang lebih besar di lain tempat dan di waktu yang berbeda pula. Seolah tidak ada keterkaitan.

Padahal sesungguhnya selalu ada saling keterhubungan satu dengan yang lain itu, apapun bentuknya. Hal ini dijelaskan secara ilmiah oleh Edward Norton Lorenz (1917-2008), seorang Ahli Meteorologi, berkebangasaan Amerika dalam penelitiannya tahun 1961.

Selayaknya penelitian, tentu dilalukan berulang-ulang, sampai menemukan hasil yang optimal. Sehingga usahanya dalam melakukan peramalan cuaca, dia menyelesaikan 12 persamaan diferensial taklinear dengan komputer.

Pada awalnya dia mencetak hasil perhitungannya di atas sehelai kertas dengan format enam angka di belakang koma (…,506127). Kemudian, untuk menghemat waktu dan kertas, ia memasukkan hanya tiga angka di belakang koma (…,506) dan cetakan berikutnya diulangi pada kertas sama yang sudah berisi hasil cetakan tadi.

Sejam kemudian, ia dikagetkan dengan hasil yang sangat berbeda dengan yang diharapkan. Pada awalnya kedua kurva tersebut memang berimpitan, tetapi sedikit demi sedikit bergeser sampai membentuk corak yang lain sama sekali. [wikipedia]

Pada 29 Desember 1972, Lorenz berpidato di Pertemuan ke-139 The American Association for the Advancement of Science di Washington DC, Amerika Serikat. Atas saran rekannya Philip Merilees, mengusulkan judul “Does the flap of a butterfly’s wings in Brazil set off a tornado in Texas?” (“Apakah kepakan sayap kupu-kupu di Brasil menyulut angin ribut di Texas?”).

Inilah yang kemudian disebut dengan efek kupu-kupu atau butterfly effect tersebut. Dari teori yang awalnya disematkan untuk peramalan cuaca tersebut, pada perkembangan selanjutnya, digunakan untuk berbagai hal, termasuk adanya teori kekacauan, ekonomi dan lain sebagainya, termasuk dalam kehidupan sehari-hari.

Terkait dengan teori kekacauan tersebut, nasihat Lorenz cukup menarik yang diringkas dalam sebuah kalimat yang apik. ”Kekacauan: Keadaan saat ini menentukan masa depan. Namun perkiraan saat ini tidak menentukan masa depan.”

Artinya masa depan itu ditentukan karya-karya yang dibangun pada saat ini, bukan hanya narasi semata. Meskipun narasi bisa memetakan dan merancang masa depan, akan tetapi itu bukan faktor yang determinan, sebab yang paling utama adalah karya nyata itu sendiri. Namun jika narasi dan karya menjadi satu tarikan nafas, maka ini yang akan men-drive masa depan.

Rachel Mans McKenny menyatakan bahwa, “The Butterfly Effect is an unconventional tale of self-discovery, navigating relationships, and how sometimes it takes stepping outside of our comfort zone to find what we need the most”. (The Butterfly Effect adalah kisah yang tidak biasa tentang penemuan diri, menavigasi hubungan, dan bagaimana terkadang kita perlu melangkah keluar dari zona nyaman kita untuk menemukan apa yang paling kita butuhkan).

Kepak Sayap Gunung Tembak

Meski tidak diteorikan, sesungguhnya jejak KH Abdullah Said Rahimullah, merupakan kepak-kepak yang mengkonfirmasi adanya butterfly effect dari organisasi bernama Hidayatullah. Gunung Tembak, merupakan titik tolak dari kepakan Hidayatullah bermula.

Meski sebelumnya diawali dari kepakan aktifitas di Karangsari, Karang Rejo, Karang Bugis dan seputaran Kota Balikpapan, saat yang bersamaan Lorenz mempresentasikan paper-nya itu. Secara linier tidak ada hubungannya, tetapi secara tak linier bisa saling terhubung.

Kerja-kerja menggali empang, merintis pepohonan, menggali pokok-pokok pohon ulin yang keras dan kokoh akarnya, berkebun, bertukang dan aktifitas kecil lainnya, dengan sarana yang tidak memadai, dengan makanan yang seadanya, dengan bekal ilmu yang sangat terbatas, maka saat itu bisa jadi tidak dihitung dan diperhitungkan. Akan tetapi proses terus dilakukan.

Allahuyarham selalu memberi motivasi santri dan warga saat kerjabakti itu. Seringkali beliau membersamai dalam kerja-kerja fisik itu dengan menyemangati dengan teriakan Soviet akan hancur, PBB akan datang ke sini, dlsb yang kemudian hari berbagai pernyataan tersebut terbukti.

Namun, memang tidak berhenti kepada kerja-kerja fisik, retorika dan teriakan slogan semata sebagaimana tersebut di atas. Akan tetapi juga dibarengi dengan kedisplinan tingga untuk melaksanan Ibadah dengan kualitas dan yang maksimal. Terutama berkenaan dengan penegakan shalat wajib dan sunnah, terlebih sholat tahajud (qiyamul lail), menjadikan kepak yang ada di Gunung Tembak ini, mampu menyebar ke seluruh Nusantara.

Hal tersebut, juga diterapkan saat pengiriman santri untuk mengembangkan cabang di daerah-daerah rintisan baru. Pesan allahuyarham yang sangat terkenal adalah,”Allah yang ada di Gunung Tembak, adalah Allah SWT yang sama di tempat tugasmu, jadi jika Allah menolong kita di Gunung Tembak, juga akan menolongmudi tempat tugas”.

Selain hal di atas, satu hal yang seragam adalah komitmen untuk memberdayakan kaum dhuafa’ dan mustadha’fin.

Hal di atas, jika dihubungkan secara linear, terlihat tidak ada kaitannya dengan apa yang terjadi dengan bangsa dan dunia saat itu dan masa kini. Akan tetapi sebagaimana teori Lorenz, pasti kepakan santri-santri di Gunung Tembak itu, memberikan andil terhadap perubahan dunia. Setidaknya dari Gunung Tembak itu, kepak sayapnya telah tersebar di 34 Propinsi, 374 Kab/Kota dengan ratusan Pesantren, panti asuhan, retail, serta berbagai amal usaha dan badan usaha se-Indonesia, dan (mudah-mudahan atas izin Allah) merambah ke berbagai penjuru dunia.

Jika kupu-kupu yang umurnya sangat pendek saja; bisa jadi hanya berumur satu bulan atau beberapa hari saja, bisa menyebabkan perubahan signifikan, bukan karena dari keindahan warna-warninya sayapnya, akan tetapi melalui kepak sayapnya. Maka, sebaran kader yang telah ditempa dengan berbagai dinamika kehidupan serta bekal keilmuan, ketrampilan dan ruhiyah yang memadai, tentu akan lebih dahsyat lagi efeknya.

Dengan demikian maka, konsekwensi logisnya, dari masing-masing titik sebaran itu, pasti akan terus berkepak dalam dakwah, tarbiyah dan pemberdayaan umat, yang sudah barang tentu akan mempengaruhi peradaban dunia. Kendati hal itu dilakukan di remote area, di daerah-daerah terluar, terdalam, terpencil, tertinggal dan terasing.

Oleh karenanya, jangan berhenti berkepak, dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun juga! Sebab Allah SWT pasti akan membalasnya, sebagaimana dalam firmannya :

“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. Az Zalzalah: 7-8). Wallahu A’lam

*) Penulis adalah Ketua Bidang Organisasi DPP Hidayatullah

- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

“Sa Terharu, Sa Dapat Bantuan”, Simpul Sinergi Hangatkan Hati Mualaf Suku Marind

MERAUKE (Hidayatullah.or.id) -- Di tengah rimba Papua Selatan, suasana haru bercampur bahagia menyelimuti Distrik Malind, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img