THAILAND (Hidayatullah.or.id) — “Allahumma Baarik Hidayatullah wa Ahluhaa.. Ya Allah, berkahilah (Gerakan) Hidayatullah dan seluruh anggota keluarga besarnya,” doa yang seketika diucapkan Prof. DR. Ismaillutfi Japakiya, Rektor Universitas Fatoni, seperti membungkus seluruh perjalanan di dua provinsi di Thailand Selatan itu, Satun dan Pattani.
Prof. Ismaillutfi menerima Tim Dewan Pengurus Pusat Hidayatullah yang selama seminggu menziarahi berbagai lembaga da’wah, pendidikan dan kemasyarakatan di Thailand Selatan dan Semenanjung Malaysia.
Tim gabungan ini terdiri dari Ketua Departemen Luar Negeri, Ketua Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Ketua Departemen Da’wah. Selama dua hari mereka bersilaturrahim dengan 5 sekolah/ madrasah/ pesantren dan sebuah universitas di dekat perbatasan Thailand-Malaysia. Safari ini didukung organisasi HALUAN Malaysia yang bergerak di bidang pendidikan, da’wah dan kemanusiaan.
“Terus terang saya kaget juga, di wilayah yang Muslimnya minoritas, dan selama bertahun-tahun dicekam konflik bersenjata, sekolah dan pesantrennya bagus-bagus,” kata Ustadz Amun Rowi, Ketua Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Bahkan, menurut Amun, dari sejarah dan perkembangan yang didengarnya, “Sekolah dan pesantren ini sangat menjanjikan bagi masa depan Muslimin Thailand.”
Ustadz Shohibul Anwar, Ketua Departemen Da’wah, juga menyatakan rasa gembiranya, “Alhamdulillah bisa menyambung hati dan perasaan dengan saudara-saudara kita di sini. Lebih lanjut terbuka peluang kerja sama da’wah yang sangat luas.”
Di setiap lembaga yang dikunjungi, Tim DPP untuk Pementaan Da’wah dan Pendidikan Asia Tenggara ini menawarkan beberapa hal:
- Beasiswa bagi putra-putra Thailand Selatan untuk nyantri di pesantren-pesantren Hidayatullah
- Setahun pengabdian mahasiswa-mahasiswa tingkat akhir perguruan tinggi Hidayatullah
- Undangan menghadiri Jambore Pandu Muslim Internasional 2022 di Balikpapan
- Pengiriman tim da’wah dan daurah sesuai bidang yang diperlukan
- Kunjungan pertukaran pelajar/santri dan ustadz/ustadzah selama sebulan
Lebih dari itu, Tim DPP ini bersepakat melanjutkan penjajakan berdirinya pesantren Hidayatullah di Thailand Selatan. “Yang penting niat, doa, dan pintunya kita mulai, Allah yang menetapkan jadualnya,” demikian kemufakatan tim ini.
Berikut ini maklumat singkat tentang lembaga-lembaga yang menjadi tuan rumah kunjungan Tim DPP Hidayatullah di Thailand Selatan.
1. Yayasan Pesantren Daarul Ma’aaref, Satun
Pesantren Daarul Ma’aaref didirikan hampir seratus tahun silam oleh seorang ‘alim berasal dari Painan, Minangkabau, bernama Ustadz Muhammad Zikri.
Pengelolaan pesantren di Provinsi Satun ini dilanjutkan oleh putra Almarhum bernama Ustadz Muhammad Zakiy, yang saat ini dilanjutkan oleh cucunya Ustadz Ahmad Muhammad.
Berdiri di atas tanah seluas 5 hektar, pesantren ini membagi dua kompleknya menjadi kawasan putra dan putri. Santri putra berjumlah 350an orang, santri putri berjumlah 600an orang. Wakil direktur pesantren ini, Ustadz Syafi’i yang menerima Tim DPP Hidayatullah, seorang sarjana Syar’iah lulusan Universitas Yarmouk, Yordania. Beliau juga cucu menantu dari pendiri pesantren ini.
“Kami sangat berbahagia atas kunjungan Hidayatullah ini, kami berharap jalinan kerja sama yang diniatkan bisa segera kita wujudkan,” katanya sambil sibuk menjamu tamunya.
2. Sekolah Nida Suksasat, Satun
Status sekolah Nida Suksasat tidak berbeda dengan sekolah swasta di seluruh Thailand. “Hanya saja bobot pendidikan agamanya kita perbanyak,” jelas Ust. Shalahuddin, Penasihat Yayasan Pendidikan dan Pengajian Nida’ul Islam, Satun.
Suksasat berarti “Pengajian” atau “Majlis Ta’lim”. Mengisyaratkan, bahwa sekolah yang memiliki murid sebanyak 1200an orang ini diawali dari sebuah majlis ilmu sekitar 11 tahun yang lalu. Ustadz Abdul Malik Ad-Darimi, Direktur Yayasan menjelaskan bahwa pihaknya banyak belajar dari Jaringan Sekolah Islam Terpadu di Indonesia.
3. Pesantren dan Madrasah Yatim Darul Barakah, Pattani
Berawal dari sebuah panti asuhan dengan belasan anak asuh yang berdiri sejak tahun 1990, dengan izin Allah, dan ketelatenan pasangan Haji Ismail dan Hajjah Fatimah, Madrasah Darul Barakah berkembang pesat menjadi pesantren dan sekolah yatim dan dhuafa untuk 1300an orang santri dan siswa.
“Kami memetik pelajaran berharga, untuk tidak pernah mengharapkan apapun selain kepada Allah Ta’ala saja,” kenang Hajjah Fatimah sambil berkali-kali matanya berlinang air.
Hal yang sama dibenarkan oleh suaminya, Haji Ismail pensiunan pegawai negeri di Departemen Pendidikan Thailand. “Sekali kita sudah memasang niat, bergantung hanya kepada Allah, terus sayangi anak-anak,” kata Haji Ismail penuh semangat.
Dibantu hampir 100 orangh guru dan pengasuh, Darul Barakah kini punya nakhoda baru Ustadz Haji Mahyuddin putra kedua pasangan itu yang lulusan Syari’ah Ma’had Abu Bakar di Lahore, Pakistan, dan Universitas Islam Riau di Pekanbaru. Menantunya, Ustadz Anas yang baru selesai S2 di Universitas Muhammadiyah Surakarta juga ikut memperkuat regenerasi pusat pendidikan ini.
4. Madrasah Al-Quran dan Multilingual Kalamullah, Pattani
Sembilan tahun jadi wakil rektor Universitas Fatoni, tak membuat Ust. Abdullah Hasan merasa cukup sudah berkiprah di dunia pendidikan. Bukannya istirahat setelah pensiun ia justru semakin sibuk dengan menjadi pendiri, pemegang izin, sekaligus manajer Sekolah Al-Quran dan Multilingual Kalamullah.
“Fokus sekolah ini adalah menanamkan iman dan Al-Quran kepada seluruh siswa yang berjumlah 350 orang di sini (sebagian berasrama) dan multi-bahasa.” Tiga level pendidikan Al-Quran: 1) Belajar membaca (metode Qira’ati, Semarang). 2) Halaqah Al-Quran membaca sampai khatam. 3) Halaqah Tahfizhul Quran. Fokus kedua memaksimalkan ketrampilan mereka dalam 4 bahasa: Melayu bahasa ibu mereka, Thai bahasa nasional, dan Arab-Inggris.”
Ustadz Abu Bakar guru bahasa Arab asal Pantai Gading, Afrika dan belasan lain dari negara lain menunjukkan Kalamullah serius. Tiga orang guru asal Indonesia mengajar bahasa Inggris, diantaranya Rizki dari Cilacap lulusan Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Lalu ada Ustadz Mumtaz dari India.
“Kami bayar mereka dengan jumlah gaji di atas rata-rata guru di sekolah-sekolah Thailand, karena kami yakin, iman, akhlaq dan ketrampilan guru memang harus sebagus mungkin untuk menghasilkan lulusan terbaik,” kata Abdullah Hasan. Dia sendiri yang mewawancarai semua guru, termasuk mengecek kemampuan mereka membuat perencanaan pengajaran setiap mingggu.
5. Madrasah Thaluban
Sebuah madrasah waqaf yang berusia hampir seratus tahun dan banyak mengkonservasi bangunan-bangunan tua seperti masjid, kantor dan sekolah dari abad ke-18 dan ke-19 di kota Pattani.
6. Universitas Fatoni
Universitas Islam terbesar di Thailand ini berdiri 22 tahun silam (1998) telah tumbuh berkembang menjadi salah satu perguruan tinggi yang berwibawa di Thailand. Rektornya Prof. DR. Ismaillutfi Japakiya menyelesaikan seluruh studinya dari S1 sampai S3 di Universitas Islam Madinah, dan menetapkan motto universitas ini: “Jaami’atiy Jannatiy. Universitasku Syurgaku.” “Bermakna bahwa semua orang di sini, baik civitas akademika maupun mahasiswa, bersama-sama menjadikan universitas ini sebagai kendaraan menuju Syurganya Allah Ta’ala, in syaa Allah,” tukas Prof. Ismaillutfi kepada Tim DPP Hidayatullah. Fakultas Ilmu Sosi, Bisnis, Kimia, Pendidikan, Hukum, dan Teknologi.
Satun
Satun (warna merah di peta) merupakan salah satu dari 5 provinsi di Thailand Selatan yang berbatasan dengan Semenanjung Malaysia bagian utara. Luas: 2.479 km2. Penduduk: 321.574 jiwa (2018). Kepadatan: 130 jiwa per km2. Agama: 67,8% Muslim; 31,9% Buddha. Sampai 1909, Satun masih disebut Kerajaan Setul Mambang Segara, berhubungan dekat dengan Kesultanan Kedah.
Sejak Perjanjian Keamanan Inggris-Siam (1909), Inggris yang menjajah Semenanjung Malaysia menghadiahkan Setul /Satun memiliki banyak warga Thai kepada Kerajaan Siam (Thailand). Berbeda dengan Muslimin Pattani, Yala, dan Narathiwath, Muslimin Satun hampir tak pernah terlibat bentrok senjata dengan rezim Buddha yang beribukota di Bangkok.
Pattani
Pattani (provinsi pesisir yang di peta tampak disangga dua provinsi lain yang berbabasan dengan Malaysia) atau Fathoni, orang yang cerdas. Pattani juga adaptasi bahasa Thai untuk kata Melayu yang artinya “Pantai Ini”. Luas: 1.940 km2. Penduduk: 718.077 jiwa. Kepadatan: 370 jiwa per km2. Agama: 88% Muslim, sisanya Buddha.
Sampai 1785, Pattani merupakan Ibukota Kesultanan Patani Darul Ma’arif, sampai dijajah oleh Kerajaan Siam pada tahun itu. Tahun 1980an bentrokan bersenjata antara gerilyawan Muslim lawan serdadu rezim Buddha Bangkok meningkat.
Sampai hari ini, pos-pos pemeriksaan militer masih bertebaran di mana-mana di Pattani, Yala, Narathiwath dan Satun. Tapi ketegangan sudah tidak terlalu nampak.*/