DALAM kehidupan sehari-hari, kebaikan menjadi satu hal yang tidak hanya menjadi dasar hubungan antar-manusia, tetapi juga fondasi bagi ketenangan batin dan kedamaian hati. Kebaikan yang sejati bukan hanya ditampilkan dalam ucapan, tetapi juga dalam tulisan yang menginspirasi, dan tindakan nyata yang menggambarkan isi hati.
Ciri-ciri orang baik, sebagaimana disebutkan, yaitu lisannya yang menyampaikan kebaikan, tulisannya yang mengabarkan kebaikan, dan perilakunya yang mencerminkan kebaikan dalam hatinya, menjadi penanda bagi seseorang yang menjalani hidup dengan penuh integritas dan keikhlasan.
Dalam Islam, konsep ini sangat erat dengan ihsan, yang mencakup kualitas tertinggi dalam berbuat baik dan beribadah kepada Allah SWT dengan penuh kesungguhan seakan-akan melihat-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadis, ihsan adalah puncak dari perbuatan baik yang perlu kita capai dalam setiap aspek kehidupan.
Sifat Ihsan
Ihsan adalah konsep dalam Islam yang artinya berbuat baik dengan kesungguhan yang tulus, baik dalam ibadah khusus kepada Allah maupun dalam hubungan kita dengan sesama. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 83:
وَاِذْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ لَا تَعْبُدُوْنَ اِلَّا اللّٰهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَّاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَۗ
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil: ‘Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat.’”
Ayat ini menunjukkan bahwa perintah untuk berbuat baik (ihsan) tidak terbatas hanya pada sesama manusia tetapi juga pada Allah melalui ibadah. Sikap ihsan diharapkan menjadi dasar dalam interaksi sosial serta ibadah sehari-hari kita. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:
أَنْ تَعْبـــُدَ اللَّهَ كَأَنَّــكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“(Ihsan) adalah engkau menyembah Allah seakan engkau melihat-Nya, maka bila engkau tak melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihatmu.”
Dari hadis ini, kita memahami bahwa ihsan mengajarkan kita untuk selalu merasa diawasi oleh Allah dalam setiap tindakan kita. Orang yang menghayati konsep ihsan akan selalu berusaha berbuat baik dengan penuh keikhlasan, tanpa mengharapkan imbalan atau pujian dari manusia.
Lisan Menyampaikan Kebaikan
Lisan atau ucapan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan. Kata-kata yang diucapkan bisa menjadi penguat yang menyejukkan hati atau, sebaliknya, bisa merusak hubungan antar-manusia.
Orang baik menggunakan lisannya untuk menyampaikan kebaikan, bukan hanya untuk menyampaikan kabar baik tetapi juga untuk menghibur, menginspirasi, dan memberi motivasi. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 9:
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا
“Dan hendaklah mereka takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka, mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Ayat ini mengajarkan kita pentingnya berkata baik dan benar, terutama dalam membimbing dan menguatkan generasi penerus. Lisan yang penuh dengan kebaikan mampu membangun kepercayaan, memberikan nasihat yang bermanfaat, dan menjadi sumber ketenangan bagi orang-orang di sekitarnya.
Mengabarkan Kebaikan
Di zaman keterbukaan teknologi informasi seperi saat ini, menuliskan kebaikan adalah salah satu cara untuk menebarkan pengaruh positif yang lebih luas.
Tulisan yang penuh makna, seperti artikel, pesan, atau karya ilmiah, dapat menyentuh hati banyak orang dan menginspirasi mereka untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Rasulullah SAW bersabda dalam hadis riwayat Abu Mas’ud:
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم : مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ, فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Dari Abu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” [HR. Muslim]
Dengan menulis kebaikan, kita berpotensi menggerakkan orang lain untuk melakukan kebaikan yang sama atau bahkan lebih besar lagi. Tulisan dapat mengabadikan pesan kebaikan dan menginspirasi generasi mendatang. Dalam era digital saat ini, tulisan memiliki kekuatan yang luar biasa untuk membentuk pemikiran dan perilaku masyarakat.
Kebaikan dalam Perilaku
Kebaikan dalam perilaku merupakan bukti nyata dari kebajikan dalam hati. Orang yang hatinya penuh dengan kebaikan akan memperlihatkannya dalam tindakan sehari-hari, seperti sikap empati, kedermawanan, dan kesabaran.
Nabi kita Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memberikan contoh teladan dalam perilaku yang penuh kasih sayang, bahkan terhadap orang yang memusuhinya.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan…” (QS. An-Nahl: 90)
Ayat ini menjadi landasan penting dalam berperilaku adil dan baik kepada semua orang, tanpa membedakan latar belakang atau status sosial. Ketika hati seseorang dipenuhi kebaikan, maka segala tindakan yang dilakukannya menjadi refleksi dari keikhlasan hati.
Menjaga Prasangka
Selain berbuat baik, Islam juga menganjurkan untuk menjaga prasangka baik (huznudzon) baik kepada Allah, diri sendiri, maupun sesama manusia. Tidak ada ruginya untuk selalu berprasangka baik yang secara otomatis pasti akab diiringi dengan perbuatan baik.
Dalam kehidupan, sering kali kita dihadapkan pada situasi yang mengundang prasangka negatif. Namun, orang yang berihsan akan selalu berusaha menilai sesuatu dari sisi positifnya.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 12:
يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain”
Prasangka baik memungkinkan seseorang untuk melihat sisi terbaik dari setiap peristiwa dan orang di sekitarnya. Dalam sebuah hadis Qudsi, Allah SWT berfirman:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
“Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini menunjukkan bahwa menjaga prasangka baik adalah cara kita berbaik sangka terhadap ketetapan Allah, bahwa apa pun yang terjadi adalah bagian dari rencana-Nya yang baik. Dengan bersikap demikian, seseorang akan terhindar dari kekecewaan dan prasangka buruk yang bisa merusak hati dan hubungan sosial.
Selalu Berbuat Baik
Berbuat baik tidak mengenal batas waktu dan tempat. Sikap ihsan, dalam segala bentuknya, seharusnya menjadi karakter yang terus-menerus kita pelihara. Baik dalam ucapan, tulisan, maupun tindakan, kita dianjurkan untuk selalu menjadi penebar kebaikan yang bermanfaat bagi sesama. Rasulullah SAW bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad)
Dengan menjadikan kebaikan sebagai bagian dari karakter kita, maka kita tidak hanya mendekatkan diri kepada Allah tetapi juga memberikan manfaat kepada lingkungan sekitar.
Terlepas dari apa pun tantangan yang kita hadapi, sikap ihsan dan kebaikan akan menjadikan kita pribadi yang lebih kuat, tenang, dan bijaksana.
Mari kita terus menjaga hati agar selalu dipenuhi dengan niat baik, lisan yang menyampaikan kebaikan, tulisan yang menginspirasi, dan tindakan yang membawa manfaat.
Semoga Allah Ta’ala selalu membimbing dan teguhkan hati dalam ikhtiar kita menjadi cerminan kebaikan itu sendiri, berpegang teguh pada ihsan dan huznudzon, tanpa mengenal waktu dan tempat.[]
*) Ust. Amun Rowie, M.Pd.I, penulis adalah Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Hidayatullah Provinsi Jawa Timur