
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلتَنظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Hasyr: 18)
Allah SWT menegaskan pentingnya takwa dengan menyebutkannya berulang-ulang dalam satu ayat. Hal ini menunjukkan bahwa takwa bukan urusan remeh.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam” (QS. Ali ‘Imran: 102)
Nabi Muhammad ﷺ pun menjadikan pesan takwa sebagai bagian penting dari setiap khutbahnya yang dikenal sebagai khutbatul hajah, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nasa’i, dan al-Hakim. Takwa dituntut dalam segala situasi: sepi atau ramai, sendiri atau bersama.
Perintah Memperhatikan Amal
Di antara dua perintah takwa dalam ayat ini, terdapat perintah penting: Hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya.
Allah tidak menggunakan kata falyaro (melihat biasa) atau falyu‘mal (beramal saja), tetapi falyandhur yang bermakna memperhatikan dengan seksama.
Allah juga berfirman:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
“Dan berbekallah kalian, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal. (QS. Al-Baqarah: 197)
Kisah Bani Mudhar yang datang dalam keadaan miskin membuat Rasulullah membaca ayat ini, lalu para sahabat dengan antusias bersedekah (Tafsir Ibnu Katsir 3/477).
Maka pentinglah amal dilihat dari segi kualitas dan niatnya—apakah sesuai dengan sunnah, tidak riya’, dan bukan bid’ah?
Perintah Muhasabah
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebut pentingnya muhasabah pada enam anggota tubuh: mata, telinga, mulut, kemaluan, tangan, dan kaki (Ighatsatul Lahfan I/160).
Umar bin Khattab berkata: Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab, timbanglah sebelum amalmu ditimbang. (Ighatsatul Lahfan I/157)
Setiap mukmin hendaknya mengevaluasi diri: apakah amalnya sudah ikhlas? Sudah maksimal? Jika belum, segera bertaubat dan memperbaiki diri.
“Esok” dalam ayat ini bukanlah hari kerja, melainkan hari kiamat. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa jika seseorang meninggal dunia, maka dimulailah kiamatnya (kiamat sughra).
Kematian adalah gerbang akhirat, dan begitu dekat waktunya bagi setiap manusia.
Bila seseorang menjadikan akhirat sebagai fokus hidupnya, ia akan serius dalam amal. Tapi jika orientasinya hanya dunia, maka ia akan terjebak dalam kebodohan.
Tuntutan Menuntut Ilmu
Meskipun secara eksplisit ayat ini tidak menyebut ilmu, namun perintah memperhatikan amal otomatis mengharuskan menuntut ilmu.
Tanpa ilmu, amal bisa salah niat atau cara. Sesuai kaidah: Al-ilmu qobla al-qouli wal-‘amal. Ilmu sebelum berkata dan beramal.
Allah menutup ayat ini dengan firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Seluruh perbuatan manusia diawasi oleh Allah, sekecil apa pun. Maka aneh bila manusia masih berani bermaksiat seolah tidak diawasi.
*) Ust. Mardiansyah Musawwimi, penulis guru madrasah Pondok Pesantren Hidayatullah Bontang Kaltim