ULAMA Ahlussunnah telah melakukan ijma’ atau kesepakatan bahwa definisi iman adalah keyakinan, ucapan, dan amal. Keyakinan dengan hati, ucapan dengan lisan, dan amal dengan perbuatan.
Imam Syafi’i –rahimahullah- berkata: “Dan konsensus dari para sahabat dan para tabi’in dan siapa saja setelah mereka, dan orang-orang yang telah kami kenal, mereka berkata: “Iman itu, ucapan, amal dan niat, tidak sempurna satu dari ketiganya kecuali dengan yang lainnya”. Selesai. (Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah karya Al Lalikai: 5/956 nomor: 1593, Majmu’ Fatawa karya Ibnu Taimiyah: 7/209)
Beriman dan beramal shaleh merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara keduanya. Ketiadaan salah satunya menjadikan tidak ada artinya yang lain. Iman akan mendorong orang untuk beramal sholeh dan tidak dinilai amal sholeh yang dikerjakan tanpa landasan iman.
Jika iman tanpa amal sholeh, sebenarnya bukan iman tapi hanya pengakuan iman atau pengetahuan tentang iman tapi belum diakui keimanannya. Mungkin bisa dikatakan “Seperti orang beriman, mirip-mirip orang beriman, pura-pura beriman, iman formalitas atau iman impoten (tak berdaya).”
Jika beramal sholeh tanpa dilandasi oleh iman maka tidak bernilai di hadapan Allah. Mungkin dinilai perbuatan baik menurut pandangan manusia biasa, tapi tidak bernilai pahala dan tidak berbuah surga.
Iman yang benar pasti melahirkan kebahagiaan dan mendorong beramal untuk bergerak melakukan amal kebaikan, baik amal ibadah kepada Allah dan amal sholeh kepada sesama manusia. Sebab iman adalah keyakinan terhadap sebuah kebenaran dan kebaikan yang pasti membawa kepada keselamatan dunia akherat.
Keyakinan tersebut secara otomatis memotivasi dan menggerakan dirinya untuk mengamalkan keimanannya, bahkan mengajak dan memperjuangkan keimanannya dengan segala konsekwensi atau resikonya.
Bahkan, orang beriman akan merasa rugi atau ada rasa bersalah jika tidak mengajak orang lain untuk beriman. Mengajak orang lain dalam keimanan adalah bagian dari amal iman. Jadi iman tidak mungkin hanya diam atau hanya dalam pemahaman dan pengakuan saja.
Demikian juga amal sholeh itu buah dari iman, tidak mungkin tumbuh kesadaran untuk beramal sholeh secara konsisten jika tidak didasari oleh iman yang kuat. Amal sholeh tanpa keimanan akan rapuh, hambar dan mudah layu. Karena dipastikan ada kepentingan yang tidak kekal dan tidak ada sandaran yang kuat.
Amal sholeh tanpa iman akan sia-sia dan tidak bernilai sama sekali di hadapan Allah seperti debu yang berterbangan. Sebagaimana Allah firmankan dalam surat Furqan ayat 23:
وَقَدِمْنَآ إِلَىٰ مَا عَمِلُوا۟ مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَٰهُ هَبَآءً مَّنثُورًا
Artinya: Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.
Seorang mukmin yang ingin hidupnya baik haruslah beriman dan beramal shalih. Dua syarat amal shalih diterima oleh Allah adalah amal yang sesuai dengan perintah Allah SwT dan sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad ﷺ.
Amal ibadah tidak akan diterima melainkan sesuai dengan apa yang dituntunkan Rasulullah ﷺ. Bahkan amalan-amalan yang dikerjakan tanpa adanya petunjuk dari Rasulullah ﷺ akan membuat pelakunya semakin jauh dari Allah.
Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan; ‘’Sebagaimana halnya bahwa setiap amal yang tidak diniatkan karena wajah Allah SwT maka pelakunya tidak mendapatkan pahala, maka demikian pula setiap amalan yang bukan perintah Allah dan Rasul-Nya adalah tertolak atas pelakunya, dan setiap orang yang mengada-ada dalam urusan agama yang tidak diperkenankan Allah dan Rasul-Nya maka itu bukan termasuk agama sedikit pun.”
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Iman tanpa amal itu hampa sedangkan amal tanpa iman itu percuma. Iman adalah fondasi sedangkan amal adalah implementasi. Tidak mungkin iman dan amal dipisahkan, tidak mungkin iman tanpa amal dan dipastikan itu bukan iman tapi baru pengakuan. Sebaliknya amal tanpa didasari oleh iman maka terhitung sia-sia atau nihil nilai di hadapan Allah.
Iman dan amal shalih merupakan syarat pokok untuk mewujudkan kehidupan yang baik, dan keduanya menjadi modal utama bagi setiap muslim.
Ketika keduanya menyatu secara padu dan konsisten maka Allah akan memberikan balasan pahala yang luar biasa. Sebagaimana di banyak ayat Al-Qur’an, di antaranya:
وَاَ مَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَيُوَفِّيْهِمْ اُجُوْرَهُمْ ۗ وَ اللّٰهُ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ
“Dan adapun orang yang beriman dan melakukan kebajikan, maka Dia akan memberikan pahala kepada mereka dengan sempurna. Dan Allah tidak menyukai orang dzalim.” (QS: Ali ‘Imran [3]: 57)
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ يَهْدِيْهِمْ رَبُّهُمْ بِاِ يْمَا نِهِمْ ۚ تَجْرِ يْ مِنْ تَحْتِهِمُ الْاَ نْهٰرُ فِيْ جَنّٰتِ النَّعِيْمِ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, niscaya diberi petunjuk oleh Tuhan karena keimanannya. Mereka di dalam surga yang penuh kenikmatan, mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS: Yunus [10]: 9)
Luar biasa dan tidak tanggung-tanggung Allah memberikan balasan kepada orang beriman dan beramal sholeh. Inilah yang menjadi motivasi besar bagi orang yang benar-benar beriman, inilah yang mendorong untuk mengaktualisasikan keimanannya dalam bentuk amal sholeh.
*) Ust. Dr. Abdul Ghofar Hadi, penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal I Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah