Hidayatullah.or.id — Senator RI Abdil Aziz Qahhar Mudzakkar mengatakan pendataan ulama sebaiknya dihentikan dan diharapkan tidak sampai ke daerah. Karena ini bisa menimbulkan keresahan masyarakat dan memunculkan kegaduhan baru.
”Kalau tindakan pendataan ulama yang dilakukan pihak kepolisian sampai ke daerah akan menimbulkan keresahan di masyarakat bahkan ummat. Saya kira ini sudah sangat sulit dimengerti apa maksudnya,” ujar Senator Aziz Qahhar Mudzakkar, kepada Palopo Pos, di Jakarta, Minggu 5 Februari 2017, kemarin.
Bapak yang juga biasa disapa AQM ini mengaku belum melakukan klarifikasi kepada Kapolri soal pendataan ulama dan pengawasan pesantren di sejumlah daerah.
”Kami masih belum melakukan pemanggilan kepada Kapolri perihal meminta klarifikasi terhadap pendataan ulama dan pengawasan pesantren di seluruh Indonesia,” terangnya.
Terkait dengan sertifikasi ulama atau penceramah, menurut Aziz sangat tidak rasional.
“Bagaimana ulama tidak bisa diukur dengan ijazah. Asal memiliki pengetahuan agama dan disukai masyarakat dia bisa ceramah saja,” sebutnya.
Sementara itu, Ketua MUI Palopo, Dr Syarifuddin Daud, MA, mengaku heran adanya pendataan ulama di Jawa.
”Jadi saya pikir ini sebuah langkah yang menimbulkan pertanyaan kepada masyarakat. Ini untuk apa. Ini data-datanya sudah ada di kemenag. Datanya untuk apa. Kami dengar ini sudah menimbulkan masalah di masyarkat di Jatim,” ujarnya, kepada Palopo Pos, malam tadi.
Kata dia, jangan sampai menimbulkan tanda tanya. Semestinya, pemerintah menciptakan ketenangan.
”Saya kira itu adalah kebijakan yang tidak bijak. Kita carikan solusi. Jangan nanti waspadai semua orang, menimbukan kerugian kepada ummat, suasana yang panas seperti ini di Jakarta, jangan sampai dibawa-bawa ke daerah,” imbuhnya.
Sekum NU Palopo, Dr Abbas Langaji, MA, mengatakan, pendataan muballigh itu sah-sah saja. Hanya saja, siapa institusi yang melakukan pendataan muballig itu.
”Kalau saya idealnya kementerian agama melalui lembaga-lembaga agama. Kalau dari lembaga-lembaga lain, semacam intel dan polisi dan tentara, itu malah mengundang 1001 macam pertanyaan,” papar Abbas.
Pertanyaanya, kata Abbas, apakah kemenag belum melakukan itu? Kenapa tidak diminta sama kemenag saja? ”Kalau dari ketiga lembaga tersebut terlalu jauh, kesannya malah terlihat memata-matai, sepertinya tidak mempercayai kemenag,” pungkasnya.
Senada dengan itu, Rektor IAIN Palopo, Dr Abdul Pirol, MA, mengaku belum mendapatkan informasi soal ulama didata aparat keamanan.
”Belum sampai ke situ, kami di kemenag belum ada informasi seprtii itu. Belum ada. Yang pastinya kami di kalangan kemenag, masih belum dapat wacana mengenai pendataan ulama, apalagi dilakukan oleh intel, TNI dan polri,” tandasnya.
Rencana sertifikasi dan pendataan bagi para ulama atau tokoh agama di setiap daerah mendapat pertentangan dari wakil rakyat di parlemen. Pasalnya, ini dinilai bakal menimbulkan kegaduhan ditengah masyarakat.
Hal tersebut dilontarkan Ketua Komisi VIII DPR, Muhammad Ali Taher Parasong, Minggu 5 Februari 2017. Menurut Ali, kalau ide yang dilontarkan menteri agama itu berimplikasi negatif terhadap stabilitas di masyarakat dengan melihat situasi saat ini yang masih belum stabil.
Ali menengarai bahwa potensi kegaduhan akan timbul, karena masyarakat lebih melihat kegiatan pendataan sebagai upaya mengebiri ruang gerak para pendakwah dalam menyampaikan syiar agama. Dalam suasana umat Islam sekarang ini, yang perlu dilakukan pemerintah adalah memberikan pengarahan agar pendakwah dapat turut mendinginkan suasana.
“Jangan juga hanya dialamatkan kepada umat Islam. Negara harus adil dalam menempatkan pendakwah, mubaligh, para penceramah,” jelasnya.
Komisi VIII DPR meminta agar pendataan kiai dan tokoh agama di sejumlah pondok pesantren ditunda.
Menurut Ali, kegaduhan akan timbul karena masyarakat akan lebih melihat kegiatan pendataan sebagai upaya mengebiri ruang gerak pendakwah dalam menyampaikan pandangan agamanya.
Padahal dalam suasana umat Islam saat ini yang perlu dilakukan pemerintah adalah memberikan pengarahan kepada pendakwah untuk mendinginkan suasana.
“Kalau tidak ada ulama yang menyampaikan lagi lalu siapa yang akan menyampaikan. Makanya jangan dicurigai, pendataan itu kan artinya melakukan ketidakadilan,” kata Ali.
Sebelumnya dikabarkan Polda Jawa Timur mendata para ulama di wilayah tersebut. Upaya itu ditengarai sejumlah pihak menimbulkan kecemasan. Namun kekhawatiran tersebut telah dibantah MUI Jawa Timur.
Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jawa Timur Kiai Haji Abdussomad Buchori menegaskan pendataan ulama dan kiai di Jawa Timur bertujuan untuk kepentingan silaturahmi yang dilakukan Kapolda Irjen Machfud Arifin.
Para kiai, kata KH Abdussomad, tidak perlu resah atas pendataan itu. Dirinya juga mengatakan akan menjelaskan kepada para ulama dan kiai se-Jawa Timur.
“Saya kira pendataan itu supaya kenal saja. Jadi keinginan Kapolda di Jatim untuk sekadar kenal. Tidak ada pendataan, terus mau diapakan,” ujarnya dikutip media.
Abdussomad mengatakan, untuk membangun negara diperlukan ilmu ulama dan sikap adil pejabat. Jika ulama-umara menyatu membangun negara maka negara akan baik. (ppp/hio)