HIDORID — Sidang Pleno Pimpinan Pusat (PP), Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) dan Dewan Syura Hidayatullah (DS) yang berlangsung selama 4 hari, telah ditutup pada Sabtu (23/11/2013) dengan rekomendasi revitalisasi gerakan dakwah untuk pencerahan umat dalam rangka membangun karakter religius bangsa.
Selain itu, penutupan sidang pleno yang berlangsung di Kampus Pondok Pesantren Hidayatullah, Kota Depok, Jawa Barat, ini juga merekomendasikan ditetapkannya Kelompok Kerja (Pokja) Musyawarah Nasional (Munas) Hidayatullah 2015 mendatang di Balikpapan.
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Hidayatullah, Tasyrif Amin, mengatakan persyarikatan Hidayatullah yang lahir dari spirit pencerahan umat yang dicanangkan pendirinya, Allaahuyarham Abdullah Said (almarhum), terus maju dan berkembang karena menjadikan dakwah sebagai mainstream pergerakan.
Sebab itu, kata dia, dakwah sebagai arus utama gerakan ormas Hidayatullah ini harus selalu direvitalisasi termasuk mengelaborasinya dengan kegiatan keummatan amal-amal usaha Hidayatullah seperti pendidikan, sosial, dan program kemandirian umat, untuk mendukung keberlangsungan dakwah.
“Bagi Hidayatullah, semua bidang adalah ladang dakwah dan seyogyanya tidak boleh lepas dari kerangka dasar itu,” kata Ustadz Tasyrif dalam saat berbincang dengan media ini disela-sela acara Sidang Pleno Hidayatullah di Kota Depok, Jawa Barat, Sabtu (23/11/2013).
Ia melanjutkan, termasuk di dalamnya adalah pendidikan, yang tidak lepas dari upaya untuk mencerdaskan anak anak bangsa dengan menejawantah nilai ajaran Islam dalam hidup keseharian agar kelak peserta didik menjadi pencerah-pencerah di mana mereka berada.
Tasyrif mencontohkan, program pendidikan yang diselenggarakan di Hidayatullah itu ada 2 macam. Pertama, adalah pendidikan untuk pengkaderan yang mengharuskan peserta didik untuk berasrama (boarding school) untuk tingkat SMP, SMA, Ma’had Aliy, dan perguruan tinggi.
Kedua, adalah pendidikan layanan publik untuk tingkat dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Nak-Kanak (TK), dan Sekolah Dasar (SD/MI). Untuk program yang ini tidak perlu boarding atau berasrama.
“Masing masing kedua pola pendidikan ini sama sama untuk melahirkan kader dai sesuai dengan basis kulturalnya,” kata Tasyrif.
Taysrif menjelaskan, program pendidikan Hidayatullah dengan sistem boarding school adalah untuk menyiapkan kader penggerak organisasi untuk masa depan. Meski begitu, diakui Taysrif, justru pekerjaan beratnya adalah pembinaan non boarding atau full day layanan publik.
“Sebab, kalau tidak sinergi antara rumah tangga dengan sekolah akan tidak efektif karena banyak pengaruhnya. Maka dakwah harus selalu inovatif” tandasnya. (ybh/hio)