AdvertisementAdvertisement

Rakornas KIKU Hidayatullah 2025 dan Tantangan Menjaga Identitas Gerakan

Content Partner

MOMENTUM Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kampus Induk dan Kampus Utama (KIKU) Hidayatullah 2025 yang digelar di Pondok Pesantren Hidayatullah Timika, Papua Barat, selama 3 hari, 25-27 April 2025, membawa tema strategis: “Mewujudkan Kampus sebagai Basis Perkaderan dan Alat Peraga Dakwah.”

Di balik tema tersebut, tersirat pesan penting tentang urgensi back to core values—kembali pada kultur dasar Hidayatullah sebagai gerakan dakwah dan tarbiyah yang menjadikan masjid dan lapangan sebagai dua episentrum transformasi kader.

Dalam konteks kekinian, ketika lembaga-lembaga pendidikan Islam mulai tergoda mengadopsi pola-pola modern tanpa filtrasi nilai, Rakornas ini hadir sebagai pengingat.

Bahwa transformasi sejati hanya bisa terjadi jika akar nilai tetap dijaga dan disegarkan. Disnilah Hidayatullah menegaskan jati dirinya—bukan hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi sebagai ruang kaderisasi ideologis yang mengakar kuat pada nilai perjuangan.

Masjid sebagai Episentrum Utama

Masjid telah lama menjadi jantung kegiatan Hidayatullah, tidak hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai pusat pembinaan kader, titik awal pembentukan ruhani dan kedisiplinan.

Salah satu tradisi khas Hidayatullah adalah pengumuman waktu masuk shalat melalui pelantang suara, dimulai dari 30 menit hingga 5 menit sebelum azan.

Dalam dunia yang kian bising oleh distraksi digital, alarm waktu shalat ini menjadi sistem penanda yang bukan hanya fungsional tapi juga simbolik.

Ia adalah pengingat identitas, bahwa kehidupan kampus Hidayatullah berporos pada kesadaran ilahiah. Menghapusnya adalah seperti mencabut jam dari dinding kehidupan: chaos spiritual bisa terjadi tanpa disadari.

Lebih dari itu, fungsi mimbar masjid sebagai ruang penyampaian “laporan perjalanan” para dai dari daerah perlu dihidupkan kembali.

Tradisi ini memungkinkan dai dari daerah berbagi kisah nyata tentang dinamika dakwah, termasuk tantangan dan keberhasilannya, menggunakan metode bercerita (storytelling).

Transformasi nilai semacam ini sangat relevan bagi santri Generasi Z, yang lebih mudah menyerap nilai melalui narasi emosional ketimbang pengajaran formal.

Berbeda dengan tenaga pengajar profesional yang fokus pada kurikulum akademik, dai lapangan membawa pengalaman otentik yang mampu menginspirasi semangat juang santri. Terlebih, generasi Z sebagai penerima dakwah hari ini lebih responsif terhadap pendekatan storytelling ketimbang instruksi normatif.

Dengan menghidupkan kembali tradisi ini, masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga laboratorium perkaderan yang dinamis.

Lapangan sebagai Laboratorium Etos Kerja dan Kemandirian

Lapangan, sebagai episentrum kedua, merupakan ruang untuk menanamkan etos kerja dan nilai-nilai pra-Wahyu Nabi Muhammad SAW, seperti kemandirian, kepemimpinan, dan kewirausahaan.

Hidayatullah perlu mengaktualisasikan tiga fase pra-Wahyu—keyatiman, menggembala, dan berdagang—dalam kehidupan asrama santri.

Kehidupan di asrama adalah fase “keyatiman”, di mana santri dilatih hidup mandiri, seperti Nabi Muhammad yang yatim sejak kecil.

Mereka tidak hanya belajar, tapi juga mencuci pakaian sendiri, menyetrika, mengatur waktu makan, hingga menjaga kesehatan.

Sementara fase “menggembala” dimaknai sebagai pelatihan memimpin diri sendiri dan kelompok kecil, belajar memutuskan dan bertanggung jawab.

Berikutnya, fase “berdagang” menjadi ruang untuk menumbuhkan jiwa enterpreneurship melalui unit-unit usaha santri.

Transformasi nilai ini tidak bisa dicapai hanya melalui ceramah atau pengajaran kognitif. Ia perlu ekosistem yang konsisten dan teladan yang konkret.

Pengasuh pondok memegang kunci dalam hal ini. Mereka bukan sekadar pendidik, tetapi arsitek karakter yang menyulam nilai dalam keseharian santri.

Revitalisasi lapangan sebagai ruang perkaderan akan memastikan bahwa santri tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga tangguh secara mental dan spiritual.

Tantangan Kontemporer

Dalam iklim pendidikan nasional saat ini, banyak lembaga Islam yang mulai bergeser ke arah sekularisasi nilai dan komersialisasi pendidikan. Standar keberhasilan diukur dari akreditasi, sertifikasi, dan capaian akademik semata. Hidayatullah dihadapkan pada pilihan: ikut arus atau menguatkan akar.

Jika akar nilai tidak dijaga, maka kampus akan kehilangan jiwanya. Ketika tradisi khas digantikan dengan proyek-proyek artifisial, maka yang tersisa hanyalah kulit institusi tanpa ruh gerakan. Rakornas KIKU 2025 menjadi titik tolak untuk melakukan koreksi arah.

Dalam konteks kekinian, kita menghadapi sejumlah tantangan yang mengancam nilai-nilai utamanya. Salah satunya tantangan arus profesionalisasi pendidikan yang cenderung mengadopsi model sekuler yang menekankan prestasi akademik belaka dan mengesampingkan aspek perkaderan. Tantangan ini menuntut kita untuk berinovasi tanpa kehilangan identitasnya.

Kembali ke Kultur, Menjaga Arah Gerakan

Kultur bukan hanya adat atau kebiasaan, tapi adalah DNA lembaga. Revitalisasi nilai bukan nostalgia, tapi strategi bertahan dalam era krisis identitas.

Rakornas KIKU Hidayatullah 2025 di Timika harus menjadi titik balik kesadaran kolektif seluruh entitas Hidayatullah untuk terus meneguhkan nilai-nilai utama.

Tidak cukup hanya memperkuat infrastruktur fisik, tetapi juga membangun ulang infrastruktur nilai dan kultural. Jika dua episentrum ini, masjid dan lapangan, selalu hidup penuh gairah, maka semangat dakwah, etos kerja, dan karakter kader akan selalu menyala.

Maka titik inilah, Rakornas Kampus Induk dan Kampus Utama harus dimaknai bukan hanya sebagai ajang koordinasi tahunan, melainkan sebagai forum rekalibrasi ideologis.

Saat nilai-nilai utama ditegaskan kembali, maka arah gerakan akan tetap lurus, kader akan tetap teguh, dan lembaga akan tetap kokoh sebagai basis perkaderan dan alat peraga dakwah.[]

*) Anchal M. Said, penulis santri alumni Pondok Pesantren Hidayatullah Bontang, Kaltim

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Tangis Bahagia di Masjid Raya Al Munawwar, Dua Jiwa Menjemput Hidayah

TERNATE (Hidayatullah.or.id) -- Malam Jumat, 18 April 2025, menjadi momen istimewa sebuah peristiwa yang menggugah jiwa di Masjid Raya...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img