PERUBAHAN adalah satu-satunya yang kekal di dunia, sehingga perubahan adalah sebuah keniscayaan; ia mengalir sebagaimana hukum kekekalan energi, tak pernah musnah dan hanya berganti bentuk. Dalam konteks organisasi Islam, perubahan adalah keniscayaan yang perlu diakomodasi agar organisasi tetap hidup, tumbuh, dan berkembang.
Terutama, ketika suksesi kepemimpinan dalam organisasi biasanya berganti setiap lima tahunan, di mana momentum ini seharusnya menjadi kesempatan untuk meninjau, memperbaiki, dan menyegarkan visi, misi, serta program agar tetap relevan dengan kebutuhan umat yang terus berkembang.
Organisasi yang menolak perubahan, memilih kenyamanan dalam status quo atau “zona nyaman,” pada akhirnya akan menghadapi ketertinggalan, kemunduran dan selanjutnya kehilangan daya saing.
Untuk menghindari stagnasi ini, diperlukan manajemen perubahan yang terencana, efektif, dan efisiesn serta berkelanjutan sehingga setiap pergantian kepemimpinan tidak hanya mengulang pola yang sama, melainkan membawa penyegaran dan perubahan organisasi menuju kemandirian, ketangguhan, dan kematangan yang relevan dengan zaman.
Tulisan ringkas ini akan membahas langkah-langkah dalam merancang manajemen perubahan organisasi Islam untuk memastikan setiap perubahan membawa kemajuan yang konstruktif.
Pertama, Memahami Urgensi dan Arah Perubahan
Organisasi Islam, seperti halnya organisasi lainnya, berfungsi sebagai pelayan umat (khadhimul ummah). Dinamika sosial, budaya, politik, dan teknologi yang terus berubah akan selalu membawa tantangan serta peluang baru bagi umat.
Jika organisasi Islam tetap dalam status quo, dan tidak mampu meresponnya secara memadai, ia akan kehilangan relevansi dan pengaruhnya. Oleh karena itu, perubahan menjadi kebutuhan dasar agar organisasi tetap dapat menyelaraskan diri dengan perkembangan zaman dan kebutuhan umat.
Selain itu, banyak organisasi Islam dihadapkan pada tantangan besar di era globalisasi ini, seperti kebutuhan untuk beradaptasi dengan perkembangan digital, perubahan dalam sistem pendidikan, ekonomi, politik, teknologi serta meningkatnya tantangan dakwah.
Untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut, organisasi harus berani menyesuaikan program dan struktur mereka. Tanpa perubahan yang terencana, organisasi berpotensi kehilangan kesempatan untuk menjadi pusat peradaban dan solusi bagi umat.
Dengan demikian maka, perubahan dalam organisasi Islam tidak hanya berorientasi pada rutinitas atau mengejar modernisasi semata, tetapi juga pada pencapaian nilai-nilai Islam yang kaffah (menyeluruh) dalam setiap aspek aktivitas organisasi yang bersumber dari jatidiri organisasi itu sendiri. Pergantian kepemimpinan eksekutif setiap lima tahunan seharusnya membuka pintu evaluasi mendalam terhadap visi, misi, serta keberhasilan program.
Kedua, Prinsip Dasar dalam Merancang Manajemen Perubahan
Dalam Islam, perubahan dan perbaikan (islah) adalah bagian dari sunnatullah yang mendasari segala hal. Firman Allah dalam Al-Qur’an menyatakan bahwa Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum kaum tersebut mengubah keadaan mereka sendiri (QS. Ar-Ra’d: 11). Ayat ini mendorong umat Islam untuk senantiasa aktif, kreatif dan inovatif dalam mengupayakan perubahan ke arah yang lebih baik, terutama dalam organisasi yang memikul amanah besar untuk kesejahteraan umat.
Merancang manajemen perubahan bagi organisasi Islam membutuhkan prinsip-prinsip yang selaras dengan nilai-nilai Islam, seperti tawazun (keseimbangan), syura (musyawarah), dan istiqamah (konsistensi). Berikut adalah beberapa prinsip yang perlu menjadi landasan:
Pertama, Keselarasan dengan Nilai Islam dan Jatidiri: Perubahan yang dirancang harus tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariat dan tujuan utama organisasi, yaitu melayani dan membimbing umat menuju kebaikan dan merupakan elaborasi dari jatidiri Organisasi.
Kedua, Tawazun (Keseimbangan) dalam Penerapan Program : Prinsip tawazun atau keseimbangan perlu diterapkan, yaitu dengan mempertahankan program-program unggulan dari kepemimpinan sebelumnya sambil memperkenalkan program baru yang lebih inovatif dan kontekstual. Hal ini mencerminkan bahwa organisasi Islam menghargai nilai-nilai yang sudah ada, namun juga terbuka terhadap pembaruan dan pengembangan.
Ketiga, Transparansi dan Partisipasi Anggota: Keberhasilan perubahan sangat bergantung pada keterlibatan seluruh anggota organisasi. Oleh karena itu, proses perubahan harus dijalankan dengan prinsip musyawarah agar setiap anggota merasa memiliki dan bertanggung jawab dalam pelaksanaannya.
Keempat, Fokus pada Kemandirian dan Ketangguhan: Program yang dirancang sebaiknya bertujuan untuk membangun organisasi yang mandiri, tidak terlalu bergantung pada faktor eksternal, dan mampu bertahan menghadapi dinamika perubahan.
Kelima, Musyawarah dan Inklusivitas: Islam menekankan pentingnya musyawarah dalam mengambil keputusan. Perubahan yang direncanakan hendaknya melibatkan semua pihak yang berkepentingan dalam organisasi. Inklusivitas dalam perencanaan perubahan akan menciptakan rasa memiliki, sehingga setiap anggota lebih berkomitmen pada keberhasilan program perubahan.
Keenam, Kesinambungan dengan nilai dan prinsip dasar organisasi: Organisasi Islam harus menjaga prinsip-prinsip dasar yang telah menjadi pijakan organisasi selama ini. Perubahan tidak boleh mengorbankan identitas (jatidiri) dan tujuan mulia organisasi, melainkan memperkaya dan memperkuatnya.
Ketujuh, Berorientasi pada Visi Jangka Panjang: Perubahan yang dilakukan dalam organisasi haruslah didasarkan pada visi jangka panjang yang selaras dengan misi organisasi dan cita-cita peradaban Islam. Visi yang jelas akan memberikan arah dan makna pada setiap langkah perubahan, menjaga agar perubahan tidak hanya bersifat kosmetik atau reaktif, tetapi benar-benar kontributif.
Ketiga, Merancang Program Berkesinambungan dan Inovatif
Agar perubahan membawa manfaat yang optimal, diperlukan perencanaan program yang berkesinambungan. Terdapat dua jenis program dalam manajemen perubahan yang perlu diprioritaskan:
Pertama, Program Lanjutan: Evaluasi program lama yang masih relevan dan memberikan dampak positif untuk terus dilanjutkan dan diperbaiki. Program lanjutan ini menjadi landasan bagi keberlanjutan organisasi agar tidak “memulai dari nol” setiap pergantian kepemimpinan. Ini mencakup program pendidikan, sosial, dakwah, ekonomi atau digitalisasi yang terbukti bermanfaat dan masih relevan dengan kebutuhan umat.
Kedua, Program Baru yang Visioner: Dengan semangat perubahan, diperlukan inovasi dalam merancang program baru yang lebih visioner, sesuai dengan kebutuhan aktual dan masa depan umat. Program baru ini harus mencakup strategi yang lebih adaptif dan responsif terhadap perubahan zaman, seperti pemanfaatan teknologi digital untuk dakwah, peningkatan kapasitas SDM dalam bidang kepemimpinan, atau membentuk lembaga think-tank dalam organisasi untuk merumuskan gagasan-gagasan strategis.
Keempat, Implementasi Strategi Manajemen Perubahan yang Efektif dan Berkelanjutan
Mengelola perubahan memerlukan implementasi yang tepat agar tidak hanya sekadar menjadi wacana, tetapi memberikan dampak nyata bagi organisasi. Berikut adalah strategi implementasi yang bisa dilakukan:
Pertama, Pemetaan Kebutuhan dan Potensi : Setiap perubahan harus berdasar pada pemahaman yang mendalam terhadap kebutuhan umat serta potensi internal organisasi. Ini termasuk pemetaan program yang perlu diperbarui, potensi sumber daya manusia yang tersedia, serta anggaran dan dukungan yang dimiliki. Dengan memahami peta kekuatan dan tantangan yang dihadapi, organisasi dapat merumuskan program perubahan yang tepat sasaran.
Kedua, Keterlibatan Semua Lapisan Organisasi: Perubahan yang berhasil adalah perubahan yang melibatkan seluruh lapisan organisasi. Proses komunikasi yang terbuka dan transparan, musyawarah dalam menentukan langkah perubahan, serta kesempatan bagi setiap anggota untuk berpartisipasi akan memberikan rasa memiliki (sense of ownership) yang tinggi terhadap perubahan yang diusung.
Ketiga, Pemberdayaan Kepemimpinan pada Setiap Level: Kepemimpinan yang efektif adalah kunci dalam perubahan organisasi Islam. Setiap lapisan organisasi, baik di tingkat pusat maupun daerah, perlu memiliki figur pemimpin yang visioner dan berkomitmen terhadap perubahan. Hal ini dapat dicapai dengan mengadakan pelatihan kepemimpinan yang menyeluruh untuk memastikan bahwa setiap pemimpin memiliki pemahaman yang sama terhadap visi perubahan.
Keempat, Penyusunan Program yang Terstruktur: Perubahan yang berkelanjutan memerlukan perencanaan program yang sistematis. Rencana lima tahun, misalnya, dapat menjadi kerangka kerja strategis bagi organisasi untuk melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkala. Program yang telah berjalan dengan baik dapat ditingkatkan, sedangkan program yang tidak efektif perlu ditinggalkan atau diganti dengan inisiatif baru yang lebih sesuai.
Kelima, Menjaga Kemandirian dan Ketangguhan Organisasi: Perubahan yang efektif tidak hanya menjadikan organisasi lebih adaptif, tetapi juga harus mampu membangun kemandirian dan ketangguhan agar tetap eksis di masa depan. Beberapa langkah yang perlu ditempuh untuk mencapai hal ini adalah:
- Diversifikasi Sumber Pendanaan: Organisasi yang mandiri adalah organisasi yang tidak tergantung pada satu sumber pendanaan apalagi yang berasal dari eksternal, sebab ini akan rawan dan rentan. Untuk mencapai kemandirian finansial, organisasi perlu memperluas sumber pendapatan, baik melalui pemeberdayaan dan keterlibatan anggota dengan iuran/infaq, Membangun korporasi bisnis yang dimiliki organisasi maupun kerjasama yang tidak mengikat dengan lembaga-lembaga lain.
- Peningkatan Kompetensi dan Regenerasi SDM: SDM adalah aset terbesar organisasi Islam. Menghadapi perubahan memerlukan SDM yang kompeten dan memiliki pemahaman yang mendalam terhadap nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, organisasi perlu menyusun perencanaan SDM yang komprehensip, dan diikuti dengan program pelatihan umtuk meningkatkan kompetensi anggota sekaligus merancang sistem regenerasi yang terencana agar organisasi memiliki pemimpin masa depan yang berkualitas.
- Pemanfaatan Teknologi: Teknologi adalah salah satu aspek penting dalam membangun organisasi Islam yang tangguh dan efisien. Teknologi memungkinkan pengelolaan data yang lebih baik, mempermudah komunikasi, dan memperluas jangkauan dakwah. Dalam era digital ini, organisasi Islam harus bertransformasi menjadi organisasi berbasis data dan teknologi untuk memaksimalkan dampaknya.
Keenam, Evaluasi dan Pembelajaran Berkelanjutan: Evaluasi berkala penting untuk memastikan program yang dijalankan tetap berada di jalur yang tepat. Melalui evaluasi, organisasi dapat melakukan pembelajaran dari keberhasilan dan kegagalan program sebelumnya, memperbaiki kelemahan, dan memperkuat program yang terbukti berhasil.
Kelima, Tantangan dalam Implementasi Manajemen Perubahan
Perubahan yang baik, tidak selama berjalan dengan mulus, namun sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan, terutama dalam konteks organisasi Islam. Tantangan-tantangan tersebut antara lain:
Pertama, Resistensi Terhadap Perubahan : Sebagian anggota atau pemimpin mungkin merasa nyaman dengan cara kerja yang sudah ada, sehingga enggan menerima perubahan. Dalam Islam, penting untuk menekankan bahwa setiap pembaruan bertujuan untuk mencapai kemaslahatan yang lebih besar, sesuai dengan prinsip tajdid (pembaruan) dalam ajaran Islam.
Kedua, Keterbatasan Sumber Daya dan Kapasitas : Keterbatasan sumber daya, baik finansial maupun sumber daya manusia, sering kali menjadi hambatan utama dalam implementasi perubahan. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya secara efektif dan penggalangan dukungan dari masyarakat perlu diperkuat.
Ketiga, Tantangan Teknologi dan Adaptasi Digital: Di era digital, organisasi Islam perlu beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Implementasi perubahan yang melibatkan transformasi digital memerlukan pelatihan dan adaptasi yang terus-menerus agar seluruh anggota organisasi melek teknologi dan mampu memanfaatkannya untuk kemajuan dakwah.
Keenam, Manfaat Jangka Panjang Manajemen Perubahan bagi Organisasi Islam
Jika perubahan direncanakan dan dikelola dengan baik, manfaat yang akan dirasakan oleh organisasi Islam sangatlah besar dan berkelanjutan. Beberapa manfaat tersebut antara lain:
Pertama, Meningkatkan Relevansi dan Daya Saing Organisasi: Perubahan yang tepat akan menjaga relevansi organisasi dengan kebutuhan umat dan perkembangan zaman. Organisasi akan lebih tanggap dan adaptif terhadap perubahan sosial, politik, dan teknologi, sehingga tidak tertinggal.
Kedua, Membangun Kemandirian dan Ketangguhan: Organisasi yang berani berubah menjadi lebih mandiri dan tangguh. Kemandirian ini tercermin dalam kemampuan organisasi untuk berdiri sendiri tanpa ketergantungan berlebihan pada pihak luar, sedangkan ketangguhan terlihat dalam kemampuan bertahan menghadapi berbagai tantangan.
Ketiga, Meningkatkan Keterlibatan dan Motivasi Anggota: Dengan manajemen perubahan yang efektif, setiap anggota merasa dilibatkan dan memiliki peran penting dalam kemajuan organisasi. Ini meningkatkan motivasi dan loyalitas anggota, serta mendorong mereka untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi.
Keempat, Mewujudkan Misi Islam yang Kaffah: Manajemen perubahan memungkinkan organisasi Islam untuk lebih mampu menjalankan misi dan visinya. Organisasi yang berkembang dengan relevansi dan ketangguhan yang kuat akan lebih efektif dalam menyebarkan dakwah Islam dan menciptakan dampak positif di masyarakat, sesuai dengan cita-cita Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin.
Kesimpulan: Perubahan yang Berdaya Tahan dan Berkelanjutan
Merancang manajemen perubahan dalam organisasi Islam bukanlah pekerjaan singkat dan mudah. Diperlukan kepemimpinan visioner, visi yang kuat, rencana yang matang, dan implementasi yang konsisten agar perubahan dapat membawa manfaat nyata bagi umat.
Dengan memadukan prinsip Islam yang abadi dan metode manajemen modern, organisasi Islam mampu menjadi institusi yang mandiri, relevan, dan tangguh menghadapi tantangan zaman.
Organisasi yang dapat beradaptasi dengan perubahan bukan hanya akan bertahan, tetapi akan menjadi pionir dalam membangun peradaban Islam yang kaffah, menginspirasi umat untuk mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat.
Transformasi organisasi menjadi lebih dinamis, berdaya saing, dan solutif akan menjadikan organisasi Islam sebagai kekuatan strategis yang mampu menyelesaikan berbagai problematika umat dan membawa Islam sebagai pedoman hidup yang rahmatan lil ‘alamin.[]
*) ASIH SUBAGYO, penulis adalah Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Organisasi Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah. Ditulis sambil berbaring karena kendala kesehatan.