AdvertisementAdvertisement

Resiliensi Organisasi: Mempertahankan Jatidiri Ditengah Gelombang Perubahan

Content Partner

ORGANISASI Islam, sebagai wadah bagi umat Muslim untuk beraktifitas, beramal, dan berkarya, dihadapkan pada dua tantangan utama: melestarikan khihthah (jatidiri) dan menjaga relevansi di era modern.

Dinamika internal dan tuntutan eksternal akibat perkembangan zaman kian kompleks, menuntut organisasi Islam untuk senantisa adaptif, tangguh, dan mampu bertransformasi. Dalam konteks ini, konsep resiliensi dan transformasi organisasi menjadi kunci untuk menjawab tantangan tersebut.

Resiliensi adalah kemampuan sebuah organisasi untuk menahan tekanan dan tetap berfungsi dengan baik walaupun menghadapi berbagai tantangan dan hambatan.

Dalam konteks organisasi Islam, resiliensi dapat dimaknasi sebagai kemampuan untuk tetap berpegang pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam (jatidiri), walaupun menghadapi berbagai tekanan dan hambatan dari luar dan tuntutan dari dalam.

Sehingga, resiliensi, dalam konteks organisasi, dapat dirumuskan dengan  merujuk pada kemampuan sebuah organisasi untuk: 1) Bertahan dari guncangan: kemampuan untuk tetap berfungsi dan mempertahankan tujuan inti di tengah tekanan atau gangguan, 2) Beradaptasi dengan perubahan: kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan eksternal dan internal, 3) Berkembang di tengah tantangan: kemampuan untuk tidak hanya bertahan tetapi juga memanfaatkan krisis sebagai peluang untuk inovasi dan pertumbuhan.

Dengan demikian, dalam perspektif organisasi Islam, resiliensi menjadi sangat penting karena mereka harus menghadapi berbagai tantangan dan hambatan, seperti perbedaan pendapat (konflik internal), keterbatasan sumber daya, perubahan stuktur dan kepemimpinan dan lain sebagainya.  Di sisi lain, mereka juga harus merespons tuntutan eksternal yang terus berubah, seperti perkembangan teknologi, pergeseran demografi, perubahan sosial-politik, dan globalisasi.

Oleh karena itu, resiliensi organisasi Islam juga berarti memiliki kekuatan untuk bangkit kembali setelah mengalami tantangan, baik itu kritik, konflik internal, atau tekanan eksternal.

Dalam situasi seperti ini, organisasi Islam harus memiliki kemampuan untuk melakukan lompatan keluar dari tekanan danhambatan agar tetap berfungsi dengan baik, bahkan lebih jauh itu harus tetapi menjadi suluh dan penerang bagi umat.

Dinamika Internal dan Tantangan Eksternal

Sebelum lebih jauh mengurauikan berkenaan dengan resiliensi, terlebih dulu perlu untuk dileborasi dinamika internal dan tantangan eksternal yang terjadi di organisasi Islam. Dalam dinamika internal, organisasi Islam sering kali menghadapi masalah yang kompleks,yang setidaknya dapat dicontohkan, sebagai berikut:

Pertama, Perbedaan interpretasi ajaran: Anggota dalam satu organisasi mungkin memiliki pemahaman yang berbeda tentang aspek-aspek tertentu dari ajaran Islam, yang direduksi dalam jatidiri organisasi. Perbedaan interpretasi ajaran Islam sering kali menimbulkan konflik internal. Misalnya, pandangan yang berbeda mengenai metode dakwah atau kebijakan organisasi lainnya.

Kedua, Konflik generasi: Perbedaan perspektif dan pendekatan antara anggota senior dan junior terhadap dinamika organisasi seringkali menjadi penghambat. Yang junior merasa yang senior tidak siap/mau untuk diganti, sementara yag senior enganggap yang junior belum waktunya.

Ketiga, Krisis kepemimpinan: Tantangan dalam mencari pemimpin yang dapat memadukan nilai-nilai Islam dengan keterampilan manajemen modern, dan dapat menjadi pengayom bagi seluruh elemen organisasi seringkali menjadi problem bagi sejumlah organisasi.

Keempat, Keterbatasan Sumber Daya: Banyak organisasi Islam beroperasi dengan sumber daya yang terbatas, baik dari segi finansial maupun sumber daya manusia, sehingga menghambat laju perkembangan organisasi.

Kelima, Polarisasi politik: Pada beberapa organisasi kerap kali juga terjadi, perbedaan pandangan politik yang dipicu oleh situasi politik eksternal, dapat mempengaruhi dinamika internal organisasi.

Menghadapi dinamika internal ini, organisasi Islam perlu menerapkan pembinaan yang kontinyu dan sistematis, komunikasi terbuka, mediasi konflik, dan pengambilan keputusan yang efektoif dan inklusif. Mereka juga harus memperkuat nilai-nilai bersama yang didasarkan pada ajaran Islam dengan melakukan transformasi nilai jatidiri untuk melahirkan  persaudaraan dan kesatuan dalam keragaman.

Di luar dinamika internal, sesungguhnya organisasi Islam juga menghadapi tuntutan eksternal yang beragam dan tidak sederhana, diantaranya adalah :

Pertama, Globalisasi dan digitalisasi: Era globalisasi dan digital menuntut organisasi untuk memanfaatkan teknologi baru dalam dakwah dan layanan.

Kedua, Perubahan demografi: Generasi muda memiliki ekspektasi dan gaya hidup yang berbeda.

Isu-isu kontemporer: Dari perubahan iklim hingga fikih kontemporer, organisasi Islam dituntut untuk merespons isu-isu baru.

Ketiga,Persepsi publik: Tantangan untuk memperbaiki citra Islam di tengah stereotip dan kesalahpahaman.

Keempat, Perubahan Sosial dan Budaya: Perubahan cepat dalam pola pikir dan budaya masyarakat memerlukan pendekatan dakwah yang lebih relevan dan inklusif.

Kelima, Tekanan Politik dan Regulasi: Organisasi Islam harus menavigasi lingkungan politik yang kompleks dan mematuhi regulasi yang kadang berubah-ubah, bahkan mengancam eksistensi organisasi.

Menghadapi tuntutan eksternal ini, organisasi Islam perlu melakukan transformasi organisasi yang mencakup : 1) Adopsi teknologi dengan memanfaatkan media sosial, aplikasi seluler, dan platform online untuk menjangkau audiens yang lebih luas; 2) Pembaruan program dengan merancang program yang relevan dengan kebutuhan dan aspirasi generasi muda; 3) Keterlibatan dalam isu global dengan berpartisipasi aktif dalam diskusi dan aksi mengenai isu-isu kontemporer; 4) Diplomasi publik dengan melibatkan diri dalam dialog antar ormas dan antar-budaya, dengan pemerintah dan juga dunia global untuk meningkatkan saling memahami.

Fondasi Keberlangsungan

Kemampuan organisasi tetap bertahan dari berbagai dinamika dan tantangan  tersebut di atas, jika tidak direspon dengan memadai bisa jadi menghambat pertumbuhan organisasi. Oleh karenannya resiliensi unrtuk menjawab berbagai hal sebagaimana dicirikan di atas, akan menjadi fondasi bagi organisasi untuk terus menjaga eksistensinya ditengah-tengah umat. Sehingga organisasi yang resilen, setidaknya memiliki karakteristik sebagai berikut :

Pertama, Visioner : memiliki wawasan masa depan, dan memliki tekat untuk mewujudkannya.  Mempunyai gambaran dan prediksi masa depan yang memadai. Oleh karenanya tidak gagap terhadap perubahan zaman, sebab sejak awal sudah dipetakan meski tidak presii 100 persen.

Kedua, Fleksibilitas: mampu beradaptasi (lentur) dengan perubahan internal dan eksternal, dengan menyesuaikan metode dan strategi kontemporer, akan tetapi tetap menjaga agar tidak menyimpang dari jatidiri organisasi.

Ketiga, Kemampuan belajar: terus belajar dari pengalaman dan kesalahan untuk meningkatkan kinerja, sehingga seluruh elemen organisasi menjadi insan-insan pembelajar (learning organization), yang senantiasa memberikan energi bagi organisasi.

Keempat, Keberanian: dalam hal ini, diartikan sebagai berani mengambil risiko (risk taker), sehingga tidak ada kegamangan untuk mencoba hal-hal baru di luar pakem, akan tetapi masih dalam koridor jatidiri.

Kelima, Kolaboratif: mampu bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mencapai tujuan bersama. Dengan mengedepankan hal-hal yang disepakati dan semangat untuk membangun kebersamaan dalam melakukan perubahan dan perbaikan umat.

Keenam, Kreatif dan Inovatif: Selalu berusaha untuk, melakukan kretaifitas agar dapat menemukan solusi baru yang selaras dengan jatidiri, ketika menghadapi masalah-masalah kontemporer, yang mengambat perkembangan organisasi.

Dalam hal lain terkait dengan niat yang lurus, keiklasan, keistiqomahan, kesabaran, kebijaksanaan (hikmah), dan lain sebagainya, juga menjadi basis penting bagi organisasi islam yang memiliki karakter resilen sebagaimana tersebut di atas.

Transformasi Organisasi: Menyelaraskan dengan Resiliensi

Transformasi organisasi adalah proses di mana suatu entitas mengubah strukturnya, proses, dan budaya kerja untuk lebih responsif terhadap perubahan lingkungan. Sehingga transformasi organisasi dan resilensi menjadi dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Bagi organisasi Islam, transformasi ini melibatkan beberapa aspek:

Pertama, Kepemimpinan yang Adaptif dan Visioner: Kepemimpinan yang kuat dan visioner sangat penting untuk memandu organisasi melalui masa-masa perubahan. Pemimpin harus mampu membuat keputusan yang tepat dan menginspirasi anggota organisasi untuk bergerak menuju tujuan bersama.

Kedua, Perubahan Struktur Organisasi: Menyesuaikan struktur internal agar lebih fleksibel dan responsif. Ini termasuk penerapan manajemen berbasis proyek dan tim kerja yang dinamis.

Inovasi dalam Program dan Layanan:

Ketiga, Mengembangkan program dan layanan baru : Meembangun progtam dan layanan baru yang relevan dengan kebutuhan masyarakat modern, seperti layanan konsultasi online, kursus digital, dan aplikasi mobile.

Keempat, Penguatan Budaya Organisasi: Membangun budaya organisasi yang inklusif, kolaboratif, dan berorientasi pada inovasi. Ini mencakup penguatan nilai-nilai dasar yang sejalan dengan prinsip Islam serta penerapan praktik manajemen modern.

Kelima, Digitalisasi dan Inovasi Teknologi: Mengadopsi teknologi baru untuk mendukung operasional dan dakwah adalah langkah penting dalam transformasi organisasi. Penggunaan media digital dapat membantu menjangkau audiens yang lebih luas dan meningkatkan efisiensi operasional.

Keenam, Membangun Jaringan dan Kemitraan: Kerjasama dengan organisasi lain, baik di dalam maupun luar negeri, serta dengan pemerintah dan sektor swasta, dapat memperkuat resiliensi organisasi. Kemitraan strategis membantu dalam berbagi sumber daya, pengetahuan, dan dukungan.

Ketujuh, Evaluasi dan Pembelajaran Berkelanjutan: Melakukan evaluasi berkala terhadap program dan strategi organisasi serta mengambil pelajaran dari keberhasilan dan kegagalan masa lalu sangat penting untuk perbaikan berkelanjutan.

Resiliensi dan Transformasi: Dua Sisi Mata Uang

Dalam konteks organisasi Islam, resiliensi dan transformasi adalah dua sisi mata uang yang sama. Resiliensi memungkinkan organisasi untuk tetap kokoh pada prinsip-prinsip dasarnya, sementara transformasi memungkinkan adaptasi terhadap perubahan zaman. Ini sejalan dengan konsep “al-muhafazhatu ‘ala al-qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah” (mempertahankan yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik).

Di tengah berbagai tantangan tersebut, organisasi Islam membutuhkan resiliensi dan transformasi untuk dapat bertahan, beradaptasi, dan berkembang di era modern. Resiliensi dan transformasi dapat membantu organisasi Islam dalam banyak hal sebagaimana berikut.

Pertama, menjaga persatuan dan kesatuan: Dengan resiliensi, organisasi Islam dapat menyelesaikan perbedaan pendapat dan menjaga persatuan internal, sehingga keutuhan organisasi menjadi kokoh.

Kedua, mengembangkan kepemimpinan yang kuat: Resiliensi dapat membantu organisasi Islam untuk melahirkan pemimpin-pemimpin baru dan pemimpin-pemimpin masa depan yang transformatif, visioner dan inspiratif.

Ketiga, meningkatkan keberlanjutan sumberdaya finansial: Resiliensi dapat mendorong organisasi Islam untuk mencari dan mengembangkan sumber pendanaan yang kreatif dan inovatif untuk mendukung seluruh proyek dan program.

Keempat, menyesuaikan diri dengan perubahan: Resiliensi dapat membantu organisasi Islam untuk beradaptasi dengan cepat, tepat dan terukur terhadap setiap perubahan sosial, budaya, dan teknologi.

Kelima, menghadapi Islamofobia dengan efektif: Resiliensi dapat meminimilasi persepsi publik terhadap  organisasi Islam dalam menghadapi Islamofobia dengan lebih efektif dan membangun narasi Islam yang positif, dan keterbukaan (inklusifitas) organisasi.

Keenam, meningkatkan relevansi: Transformasi dapat menyelaraskan seluruh aktifitas  organisasi Islam untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan tuntutan zaman.

Ketujuh, meningkatkan efektivitas: Transformasi dapat membantu organisasi Islam untuk meningkatkan kinerja dalam mencapai tujuannya dengan efektif.

Kedelapan, meningkatkan efisiensi: Transformasi menjadikan seluruh proyek dan program yang dibangun dan dirumuskan oleh organisasi Islam dapat dijalankan secara optimal dalam penggunaan sumber daya.

Kesembilan, meningkatkan daya saing: Transformasi dapat mengantarkan  organisasi Islam untuk menjadi organisasi yang unggul sehingga mampu bersaing  dalam lingkungan yang dinamis.

Penutup

Resiliensi bukanlah tentang bertahan tanpa perubahan, atau berubah tanpa prinsip. Bagi organisasi Islam, resiliensi adalah tentang mempertahankan jatidiri sambil menghadapi gelombang perubahan dengan bijak. Ini berarti tetap berpegang pada nilai-nilai Islam yang abadi, sambil terus mencari cara-cara baru untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam konteks yang selalu berubah.

Resiliensi dan transformasi bukanlah hal yang bertentangan, melainkan saling melengkapi. Resiliensi memberikan akar yang kuat bagi organisasi Islam untuk tetap teguh pada prinsip-prinsipnya, sementara transformasi memberikan fleksibilitas untuk beradaptasi dengan cara-cara baru yang sesuai dengan zaman.

Dengan memadukan keduanya, organisasi Islam dapat tetap relevan dan berkelanjutan dalam melayani umat dan masyarakat luas.

Dengan pendekatan ini, organisasi Islam dapat tetap relevan dan berpengaruh, tanpa kehilangan esensi yang membuat mereka akan senantiasa relevan disepanjang zaman.[]

*) ASIH SUBAGYO, penulis peneliti senior Hidayatullah Institute (HI)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Liga Santri se-Kota Jayapura Bergulir, Pondok Pesantren Hidayatullah Tuan Rumah

JAYAPURA (Hidayatullah.or.id) – Liga Santri se-Kota Jayapura resmi bergulir pada Rabu, 6 Rabi'ul Akhir 1446 (9/11/2024) dimana kampus Pondok...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img