SUKABUMI (Hidayatullah.or.id) — Ma’had Tahfizh Al Qur’an Al Humaira Hidayatullah menggelar acara penyerahan sertifikat tahfidz 30 juz dan pembagian raport yang digelar di Aula Kampus Ma’had Tahfizh Al Qur’an Al Humaira Jl. Raya Cikukulu, Talaga, Kecamatan Caringin, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Kamis, 12 Ramadhan 1443 (14/4/2022).
Acara ini dihadiri oleh Ketua DPD Hidayatullah Kabupaten Sukabumi Ust. Fakhruddin Rifa’i beserta jajaran pengurus DPD Hidayatullah Kabupaten Sukabumi dan Ust. H. Naspi Arsyad selaku Direktur Ma’had Al Humaira.
Dalam sambutannya, Naspi Arsyad menyampaikan rasa syukurnya atas keberhasilan santri-santri Al Humaira yang berhasil menuntaskan hapalan 30 juz-nya.
“Duduk menghapal Al Qur’an itu tidak mudah. Tidak semua orang diberi kesabaran oleh Allah untuk melakoninya. Apalagi menghapal 30 juz, hanya orang-orang pilihan Allah yang mendapatkan kemuliaan tersebut,” kata pria 3 anak ini.
Naspi menambahkan, karena menghapal Al Qur’an itu merupakan karunia besar maka santri yang telah Allah titipkan padanya 30 Juz harus mensyukurinya sepenuh hati.
“Caranya dengan banyak muraja’ah (mengulang-ulang), mengamalkan dan mengajarkannya. Tiga langkah ini mutlak agar hapalan Al Qur’an kita menjadi jembatan keberkahan ilmu dan hidup di dunia,” kata pendiri Pesantren Mahasiswa Dai (Pesmadai) ini.
Naspi mengatakan, salah satu langkah untuk menjaga hapalan Al Qur’an adalah memilih lingkungan yang kondusif. Baik sistemnya atau orang-orang yang mengitari kita.
“Jangan sampai salah memilih lingkungan dan kawan pergaulan, membuat nikmat hapalan Al Qur’an yang Allah berikan hilang secara perlahan bahkan sampai pada tingkat orang tidak percaya bahwa kita pernah menghapal Al Qur’an,” lanjut alumnus Islamic University of Madinah ini.
Melanjutkan sambutan yang disampaikan oleh Ust. Naspi Arsyad, Ketua DPD Hidayatullah Kabupaten Sukabumi, Ust. Fakhruddin Rifa’i menambahkan bahwa sistem kepesantrenan yang dianut oleh Hidayatullah relatif memiliki karakter yang sedikit berbeda dibanding pesantren-pesantren pada umumnya.
Kata Fakhruddin, kriteria kenaikan kelas di Hidayatullah bukan sekedar pada pencapaian kognitifnya semata atau pada nilai yang tertulis di raport belaka.
“Santri Hidayatullah yang nilai raportnya tinggi bisa saja tinggal kelas berdasarkan aspek lainnya. Semisal malas shalat berjamaah di masjid, banyak pelanggarannya selama nyantri atau sebab lainnya yang tidak terkait dengan nilai raport,” kata Fakhruddin.
Pria yang telah bertugas dakwah di banyak daerah ini menceritakan sistem pendidikan di Hidayatullah Gunung Tembak sebagai cikal bakal Hidayatullah se-Indonesia.
“Bukan barang aneh jika ada yang rangking 2 bahkan rangking 1 tapi tinggal kelas. Ada yang disebabkan karena malas shalat di masjid, ada yang karena sering melanggar bahkan ada tinggal kelas karena pernah berbohong,” kenangnya yang disambut dengan tawa para santri.
Memungkasi sambutannya, Fakhruddin mewanti-wanti bahwa tantangan hakiki telah ada dihadapan mata bagi santri-santri yang akan menamatkan pendidikannya di Al Humaira.
“Tidak mudah menjaga diri di tengah lingkungan yang tidak kondusif. Tidak sedikit orang yang ketika nyantri hijabnya terjaga namun setelah meninggalkan pesantren malah mencampakkan jilbabnya,” katanya mengingatkan.
Diakhir acara, para santri yang telah mengkhatamkan hapalan Al Qur’annya menerima sertifikat hapalan Al Qur’an 30 Juz serta cinderamata dari Ma’had Al Humaira.*/Ain