AdvertisementAdvertisement

[KHUTBAH JUM’AT] Napak Tilas Perjuangan Ibrahim Persiapkan Generasi Qur’ani

Content Partner

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

أما بعد : عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah

Keberhasilan Nabi Ibrahim Alaihissalam dalam mendidik anak menjadi sosok yang shaleh terukir indah dalam tinta emas sejarah. Karakter keshalihannya tampak terwariskan pada putranya Nabi Ismail Alaihissalam. Bahkan, 30 generasi pelanjut Ibrahim menjadi pemimpin umat.

Dari 25 Nabi, 19 diantaranya berasal dari keturunan Ibrahim. Kesuksesan itu berkat sejumlah konsep dan metode pendidikan yang diterapkan Ibrahim, bahkan sejak anaknya belum dilahirkan di muka bumi ini.

Model pendidikan Nabi Ibrahim itu sebenarnya bisa ditelusuri di dalam Al-Quran. Bahkan, pola pendidikan yang diterapkan khalilullah (kekasih Allah) tersebut dijelaskan secara terperinci dalam kitab Allah SWT.

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah

Setidaknya terdapat tujuh cara atau metode mendidik anak merujuk Nabi Ibrahim:

Pertama, mengutamakan keshalehan diatas kecantikan dan kekayaan dalam memilih pasangan hidup.

Karena pendamping yang akan mendampingi kita selamanya, maka perlu selektif dalam memilihnya. Jika salah pilih akan fatal akibatnya di kemudian hari.

Sebagaimana diketahui, Ismail lahir dari buah pernikahan Ibrahim dengan Siti Hajar, seorang budak, hadiah dari Raja Hexsos.

Namun, dibalik kelembutannya ia memiliki keteguhan hati dalam komitmen perjuangan bagaikan batu karang (hajar). Tidak hancur ketika dihantam oleh gelombang samudera.

Kendati seorang budak, yang juga tak cantik apalagi kaya, tapi Siti Hajar adalah hamba yang beriman, berhati mulia, dan berakhlak terpuji, serta taat dan loyal kepada suami. 

Memilih istri yang shalehah merupakan prasyarat awal untuk melahirkan keturunan yang shaleh. Sebab, istri akan menjadi madrasah pertama (al-ummu madrasah) bagi anak-anaknya, sebelum anak “sekolah” di luar rumah.

Guru pertama anak-anak adalah bapak dan ibunya sendiri. Bertolak dari rumah inilah bangsa dan negara akan dibangun.

Pujangga Arab Hafez Ibrahim berkata ;

الأمُّ مَدْرَسَة  إِذَا أعْدَدْتَها    أعْدَدْتَ شَعْبًا طَيِّبَ الأعْرَاق
ألأمّ رَوْضٌ إنْ تعَهّدَهُ الحَيا  بِالرَّيّ أورق  أيّما إيراق
ألْأمّ أسْتَاذَةُ الأَسَاتِذَة الأوْلي  شَغَلتْ ماَثِرُهُم  مَدَى الْأَفاَق

Ibu adalah madrasah. Jika engkau menyiapkan keduanya dengan baik berarti engkau membangun moral masyarakat secara keseluruhan

Ibu adalah taman jika engkau pelihara dengan menyiraminya, maka ia tumbuh rindang sehingga menjadi tempat berlindung yang amat nyaman

Ibu adalah mahaguru pertama. Pengaruhnya dirasakan sepanjang zaman

Kedua, menjadi teladan yang baik (uswah hasanah) bagi anak.

Karena apa yang menjadi karakter anak merupakan copy paste orang tuanya.

مَا فِي الْاَباء فِي الابناءِ

“Apa yang menjadi karakter, kebiasaan bapak akan terwariskan kepada anak”, meminjam ungkapan pujangga Arab. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari, meminjam peribahasa Indonesia.

Yang dikonsumsi, pakaian, akhlak, kebiasaan ortu akan membentuk kejiwaan anak. Suasana rumah menjadi kurikulum awal dalam menata ulang struktur kepribadian buah hati. Buah yang jatuh tidak jauh dari induknya.

Jadi, anak disamping menjadi tsamratul qalb, zinatul hayatid dunya, sekaligus amanah dari pemilik-Nya. Jika kita menyia-nyiakan amanah ini anak dan istri bisa menjadi musuh dalam selimut.

Allah Subhanahu Wata’ala mengingatkan kita:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّ مِنۡ أَزۡوَٰجِكُمۡ وَأَوۡلَٰدِكُمۡ عَدُوًّا لَّكُمۡ فَٱحۡذَرُوهُمۡ ۚ وَإِن تَعۡفُواْ وَتَصۡفَحُواْ وَتَغۡفِرُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman ! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS. At-Taghabun (64) : 14)

Kunci sukses model pendidikan Nabi Ibrahim adalah metode keteladanan. Dalam Alquran terdapat dua ayat yang menjelaskan bahwa Ibrahim adalah uswatun hasanah (QS al-Mumtahanah [60]: 4 dan 6) bagi umatnya, termasuk bagi anak-anaknya.

قَدۡ كَانَتۡ لَكُمۡ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ فِيٓ إِبۡرَٰهِيمَ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ إِذۡ قَالُواْ لِقَوۡمِهِمۡ إِنَّا بُرَءَٰٓؤُاْ مِنكُمۡ وَمِمَّا تَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ كَفَرۡنَا بِكُمۡ وَبَدَا بَيۡنَنَا وَبَيۡنَكُمُ ٱلۡعَدَٰوَةُ وَٱلۡبَغۡضَآءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤۡمِنُواْ بِٱللَّهِ وَحۡدَه

“Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja, (QS. Al-Mumtahanah (60) : 4).

لَقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِيهِمۡ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ ۚ وَمَن يَتَوَلَّ فَإِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡغَنِيُّ ٱلۡحَمِيدُ

“Sungguh, pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) terdapat suri teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari Kemudian, dan barang siapa berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Kaya, Maha Terpuji.”. (QS. Al-Mumtahanah (60) : 6)

Dalam perkembangan dan pertumbuhan psikologi anak, si kecil cenderung meniru (imitatif) orang-orang sekitarnya, terutama orang tua.

Disinilah diperlukan keteladanan yang baik bagi orang tua, baik soal keimanan, ketaatan beribadah, sikap, pengorbanan, maupun perilaku sehari-hari.

فَخَلَفَ مِنۢ بَعۡدِهِمۡ خَلۡفٌ أَضَاعُواْ ٱلصَّلَٰوةَ وَٱتَّبَعُواْ ٱلشَّهَوَٰتِ ۖ فَسَوۡفَ يَلۡقَوۡنَ غَيًّا

“Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti (generasi penerus) yang mengabaikan sholat dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan tersesat,”. (QS. Maryam (19) : 59)

Ketiga, memilih lingkungan yang baik (biah shalihah) untuk perkembangan mentalitas anak.

Setelah Hajar melahirkan Ismail, Ibrahim mengantarkan mereka ke suatu tempat yang lengang dan tandus bernama Bakkah. Kawasan yang membuat orang menangis jika melihatnya. Karena ahli geologi mengatakan tidak ada tanda-tanda kehidupan di lahan yang gersang itu.

Lalu, Ibrahim pun bermunajat agar tempat itu diberkahi dan baik untuk perkembangan mentalitas anaknya (QS. Ibrahim [14] : 37).

رَّبَّنَآ إِنِّيٓ أَسۡكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيۡرِ ذِي زَرۡعٍ عِندَ بَيۡتِكَ ٱلۡمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ ٱلصَّلَٰوةَ فَٱجۡعَلۡ أَفۡئِدَةً مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهۡوِيٓ إِلَيۡهِمۡ وَٱرۡزُقۡهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٰتِ لَعَلَّهُمۡ يَشۡكُرُونَ

“Ya Allah, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”. (QS. Ibrahim (14) : 37).

Jika lingkungan baik, akan mudah membentuk perilaku anak, demikian pula berlaku sebaliknya. Dalam arti lebih luas, orang tua mesti memonitor pergaulan anak-anaknya.

Perhatian itu mulai dari memilih sekolah yang memperhatikan pembinaan sikap keberagamaan dan akhlak mulia, hingga memilih lingkungan tempat tinggal yang kondusif dan mendukung perkembangan mentalitas anak ke arah positif.

Agar orang tua tidak dijuluki dayyuts, karena membiarkan anak terjerumus dalam platfom media sosial yang destruktif. Dayyuts tidak akan masuk surga.

Keempat, mengedepankan dialog (komunikatif) dengan anak.

Seringkali anak tidak memahami psikologi orang tua. Wajar, karena belum pernah menjadi orang tua. Disinilah diperlukan dialog antara dua generasi. Agar terkoneksikan kearifan orang tua (hamasatus syuyukh) dan semangat generasi muda (hamasatus syabab).

Sikap demokratis dan komunikatif Nabi Ibrahim terlihat dari kisah perintah penyembelihan putranya. Ketika Ibrahim mendapat wahyu untuk menyembelih anaknya, ia panggil Ismail menggunakan narasi yang dialogis: “Ya bunayya” atau “Wahai anakku sayang!”.

Kata itu merupakan panggilan penuh kasih sayang, komunikatif antara seorang ayah dan anak. Sisi demokratisnya tampak ketika Ibrahim meminta pendapat Ismail tentang perintah penyembelihan itu (QS as-Shaffat [37]:102).

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُ ۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.””. (QS. As-Saffat (37) : 102)

Pelajaran yang bisa diambil dari cara Ibrahim itu adalah bahwa orang tua tidak boleh memaksakan kehendak kepada anak, kecuali hal prinsipil seperti ketaatan beragama (keimanan).

Orang tua juga jangan menampilkan diri sebagai sosok yang ditakuti anak, tetapi jadilah sosok guru yang disayangi, dihormati, bahkan bisa diacungi jempol (diidolakan).

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah

Kelima, Mencintai anak karena Allah.

Hal ini tampak ketika Ibrahim rela mengorbankan Ismail ketika diminta Allah untuk menyembelihnya. Ketaatan kepada Allah mengalahkan perasaan Ibrahim yang demikian merindukan anak setelah sewindu berpisah.

Kisah ini mengajarkan agar mencintai anak semata-mata karena Allah. Sebab, jika kecintaan kepada anak melebihi cinta kepada Allah, malapetaka akan ditimpakan dalam kehidupan keluarga itu (QS al-Taubah [9]: 24).

قُلۡ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ وَإِخۡوَٰنُكُمۡ وَأَزۡوَٰجُكُمۡ وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٰلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٞ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِيَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَٰسِقِينَ

“Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At-Taubah (9) : 24).

Keenam, melibatkan anak dalam beribadah dan beramal.

Ibnu Katsir dalam kitab Qishash al-Anbiya’ menjelaskan, Ismail turut membantu Ibrahim mengumpulkan batu untuk membangun Ka’bah yang sebelumnya rusak.

وَإِذۡ يَرۡفَعُ إِبۡرَٰهِـۧمُ ٱلۡقَوَاعِدَ مِنَ ٱلۡبَيۡتِ وَإِسۡمَٰعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلۡ مِنَّآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”. (QS. Al-Baqarah (2) : 127).

رَبَّنَا وَٱجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَيۡنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَآ أُمَّةً مُّسۡلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبۡ عَلَيۡنَآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ

“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu, dan anak-cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah (haji) kami dan terimalah tobat kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.”. (QS. Al-Baqarah (2) : 128).

Ketujuh, memperbanyak doa agar dikaruniai anak yang shalih shalihah.

Kendati seorang nabi Allah dan kekasih-Nya (khalilullah), tapi Ibrahim tetap bermunajat agar dikaruniai anak yang shalih. (QS ash-Shafat [37]: 100).

رَبِّ هَبۡ لِي مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh.””. (QS. As-Saffat (37) : 100).

Doa itu mengajarkan bahwa mendidik anak tidak bisa dengan usaha lahiriyah belaka, tetapi juga butuh kepasrahan jiwa memohon pertolongan-Nya.

Mendidik anak shalih disamping mengoptimalkan ikhtiar lahir juga ikhtiar batin. Ibrahim mempersiapkan anak-anaknya menjadi pemimpin (imam) yang diiringi dengan doa.

Ibrahim mendidik anaknya menjadi anak yang berlaku adil, bukan bersifat zalim, baik zalim secara akidah, yaitu syirik (QS Luqman [31]: 13).

وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.”” (QS. Luqman (31) : 13).

Demikian pula Ibrahim mendidik anaknya agar tidak zalim terhadap diri sendiri karena melanggar perintah atau melaksanakan larangan Tuhan (QS al-A’raf [9]: 23).

قَالَا رَبَّنَا ظَلَمۡنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمۡ تَغۡفِرۡ لَنَا وَتَرۡحَمۡنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ

“Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.”” (QS. Al-A’raf (7) : 23)

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد

Do’a Penutup

فَقَالَ اللّٰهُ تَعَالَى اِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً. اللّهُمَّ وَفِّقْنَا لِطَاعَتِكَ وَأَتْمِمْ تَقْصِيْرَنَا وَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ . وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبّ الْعَالَمِيْنَ

! عِبَادَاللهِ

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Guru dan Transformasi Pendidikan Islam

PADA Selasa, 21 Januari 2025 lalu, sebuah pesan jalur pribadi (japri) via WhatsApp dari seorang kawan tiba, isinya singkat...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img