AdvertisementAdvertisement

Membangun Akhlak Qur’ani, Dakwah Bil-hal sebagai Cahaya Perubahan

Content Partner

AKHLAK secara etimologi berasal dari kata bahasa Arab, yaitu al-khuluq, dengan bentuk jamak al-akhlaq, yang berarti budi pekerti, perangai, kebiasaan, tingkah laku, atau perbuatan baik yang terpuji maupun yang tercela.

Secara terminologi, akhlak adalah tingkah laku seseorang yang melekat pada jiwa dan melahirkan perbuatan. Dalam konteks sosiologis di Indonesia, akhlak dimaknai sebagai perangai dan tingkah laku yang terpuji.

Menurut Ibnu Maskawaih, seorang cendekiawan Muslim yang fokus pada filsafat akhlak (lahir di Iran pada tahun 330 H/932 M), dalam bukunya Tahdzibul Akhlaq wa Tathirul A’raq, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pertimbangan terlebih dahulu.

Imam Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa yang memunculkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran sebelumnya. Sementara itu, Imam Al-Qurtubi menyatakan bahwa akhlak adalah sifat-sifat seseorang yang memungkinkannya berhubungan dengan orang lain.

Karena akhlak merupakan keadaan yang melekat pada jiwa, suatu perbuatan baru disebut akhlak jika memenuhi dua syarat: dilakukan secara berulang-ulang dan muncul dengan mudah tanpa dipikirkan terlebih dahulu sehingga benar-benar menjadi kebiasaan.

Dengan demikian, berakhlak Qur’ani dapat dimaknai sebagai perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dan muncul dengan mudah tanpa dipikirkan terlebih dahulu, sehingga menjadi kebiasaan yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah.

Hakikat akhlak Qur’ani atau Islamiyah adalah keyakinan terhadap kebenaran wahyu Allah, menjauhi larangan-Nya, dan menjalankan perintah-Nya sebagaimana diajarkan dalam Al-Qur’an dan hadis. Ajaran akhlak Qur’ani mencakup semua dimensi kehidupan manusia, berlandaskan asas kebaikan dan jauh dari keburukan.

Kedudukan Akhlak dalam Islam

Kedudukan akhlak dalam Islam sangat tinggi. Ketika Nabi Muhammad SAW ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau bersabda:

تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ
“Bertaqwa kepada Allah dan berakhlak dengan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad, Bukhari)

Rasulullah SAW juga menegaskan:

إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ أَخْلَاقًا
“Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang paling mulia akhlaknya.” (HR. Bukhari: 6035, Muslim: 2321, Ahmad: 6505)

Dalam hadis lain, beliau bersabda:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi: 1162)

Contoh Akhlak yang Disyariatkan dalam Islam

Berikut adalah beberapa akhlak yang disyariatkan dalam Islam, sebagaimana dinukil dari kitab Pelajaran-Pelajaran Penting untuk Segenap Umat karya Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah, yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. Abdurrazaq bin Abdil Muhsin, dosen Pascasarjana Islamic University of Madinah:

Jujur

Jujur adalah salah satu akhlak paling agung dalam Islam. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan jadilah kalian bersama dengan orang-orang yang jujur.” (QS. At-Taubah [9]: 119)

Rasulullah SAW bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ، وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ، حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا
“Hendaklah kalian selalu jujur, karena kejujuran menghantarkan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan kepada surga. Seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur hingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang sangat jujur.” (HR. Bukhari)

Kejujuran tertinggi adalah kejujuran kepada Allah SWT. Allah berfirman:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ
“Di antara orang-orang beriman ada orang-orang yang jujur melaksanakan apa yang mereka janjikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Ahzab [33]: 23)

Nabi SAW juga bersabda:

مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ
“Tidaklah seorang menyaksikan bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah dengan jujur dari hatinya, kecuali Allah mengharamkan atasnya neraka.” (HR. Bukhari)

Jujur berarti kesesuaian antara ucapan dan isi hati. Jika berbeda, itu adalah kemunafikan. Nabi SAW bersabda:

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda-tanda kemunafikan ada tiga: jika ia berbicara ia berdusta, jika ia berjanji ia mengingkari, dan apabila diberi amanah ia berkhianat.” (HR. Bukhari, Muslim)

Amanah

Amanah memiliki kedudukan sangat tinggi dalam Islam. Allah SWT berfirman:

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, lalu dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab [33]: 72)

Allah juga berfirman:

لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab [33]: 73)

Amanah mencakup seluruh perkara agama, termasuk menjaga hak-hak hamba Allah, menepati janji, serta menjaga panca indra, harta, dan anak. Allah berfirman:

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semua akan ditanya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Isra’ [17]: 36)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ ۝ وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa harta dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal [8]: 27-28)

Menjaga Kesucian

Menjaga kesucian berarti meninggalkan yang haram dan menjaga diri dari dosa serta maksiat. Allah berfirman:

وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Hendaklah menjaga diri orang-orang yang belum mampu untuk menikah sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan karunia kepadanya.” (QS. An-Nur [24]: 33)

Rasulullah SAW bersabda:

وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ
“Barang siapa yang menjaga kesuciannya, maka Allah akan mensucikannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Malu

Malu adalah akhlak yang agung dan mulia. Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ الْأُولَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
“Sesungguhnya di antara perkataan nubuwwah yang didapatkan oleh manusia adalah: Jika engkau tidak malu, maka kerjakan apa saja yang engkau inginkan.” (HR. Bukhari)

Malu yang tertinggi adalah malu kepada Allah SWT. Nabi SAW bersabda:

وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَتَحْفَظَ الْبَطْنَ وَمَا حَوَى وَتَتَذَكَّرَ الْمَوْتَ وَالْبِلَى وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا
“Sungguhnya malu yang benar kepada Allah adalah engkau menjaga kepala dan apa yang ada dalam isi kepala tersebut, menjaga perut dan apa yang ada dalam isi perut tersebut, mengingat kematian, dan barang siapa yang mengharapkan akhirat, ia meninggalkan perhiasan dunia.” (HR. Ahmad, Tirmidzi)

Berani

Berani dalam konteks yang benar adalah kemuliaan. Nabi SAW bersabda:

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Bukan orang kuat itu yang kuat dalam bergulat, tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hubungan dengan Dakwah Bil-hal

Dakwah bil-hal atau dakwah bil-qudwah adalah dakwah praktis dengan menampilkan akhlak karimah, sebagaimana dijelaskan oleh Anwar Masy’ari dalam bukunya Butir-Butir Problematika Dakwah Islamiyah.

Buya Hamka juga menyebutkan bahwa akhlak adalah alat dakwah, yaitu budi pekerti luhur yang dapat dilihat orang, bukan sekadar ucapan manis atau tulisan memikat (Prinsip dan Kebijakan Dakwah Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1981).

Fahmi Zubir Zakaria, Imam Masjid IMAAM Centre di Maryland, dalam wawancara di Suara Hidayatullah Edisi II/XXXVI Ramadhan 1446/Maret 2025, menyatakan bahwa dakwah dilakukan dengan mencerminkan akhlak yang baik.

Ia mencontohkan, muslimah yang berhijab menjadi sorotan di mana pun mereka berada. Dengan sikap ramah, senyum, membantu orang tua, dan peka terhadap kebersihan, mereka membalikkan stigma negatif tentang Islam.

Ia juga menceritakan kisah seorang Muslim yang tidak marah meski parkiran rumahnya dipenuhi mobil tetangga, bahkan menyapa dan memberi makanan, hingga akhirnya tetangga tersebut malu dan memindahkan mobilnya sendiri.

Akhlak Qur’ani seperti ramah, senyum, membantu, dan sabar memiliki efek dahsyat dalam mengubah pandangan non-Muslim terhadap Islam. Perilaku ini harus lahir dari motivasi ilahi, seperti “anta maqsudi wa ridhoka mathlubi” atau “innasholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil ‘alamin,” bukan untuk imbalan duniawi.

Transformasi Akhlak

Transformator akhlak Qur’ani adalah orang tua di rumah, masyarakat di lingkungan, serta guru atau dosen di sekolah, madrasah, atau kampus.

Guru sebagai agen perubahan harus menjadi teladan. Santri tidak akan menjadi tokoh perubahan jika para pendidiknya tidak konsisten, seperti absen salat berjamaah, tidak mengaji dengan baik, atau tidak menjalankan wirid.

Pembangunan akhlak Qur’ani memerlukan penegakan aturan dan sanksi yang tidak bertentangan dengan nilai akhlak itu sendiri.

Dalam peringatan Nuzulul Qur’an ini, penulis mendukung kebijakan manajemen untuk menerapkan sanksi tegas bagi masyarakat Kampus Ummul Qura (KU) Hidayatullah yang abai terhadap pembangunan akhlak Qur’ani.

Bagi guru, kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial harus terlaksana dengan baik. Untuk meningkatkan kompetensi ini, diperlukan in-house training dengan narasumber yang terlibat dalam kebijakan pendidikan nasional dan aktif melakukan riset pendidikan.

Dengan demikian, akhlak Qur’ani tidak hanya berupa hafalan Al-Qur’an, tetapi juga pemahaman hingga menjadi pemicu lahirnya manusia pencipta. Ini akan menjadi brand image Hidayatullah Depok yang menonjol, dengan kampus asri, penguasaan keilmuan yang baik, dan akhlak Qur’ani yang alami, sehingga menarik lebih banyak orang tua untuk menyekolahkan anaknya di sana.

Penutup

Semoga momentum Nuzulul Qur’an ini menjadi deklarasi perubahan nyata. Penulis menutup dengan pesan hikmah: “Kalau ada jarum yang patah, jangan simpan di laci. Kalau ada kata yang salah, sudilah tuan dan puan memaafkan beta.” Memaafkan adalah wujud akhlak Qur’ani, sekaligus tanda tercapainya tujuan materi ini. Selamat menunaikan ibadah puasa.

*) Nursyamsa Hadis, penulis Ketua Bidang Dakwah dan Pelayanan Umat DPP Hidayatullah, naskah ini merupakan makalah penulis saat menjadi narasumber dalam acara Silaturrahim Keluarga Besar Hidayatullah Depok & Talkshow Nuzulul Qur’an di Pondok Pesantren Hidayatullah Depok, Depok, 18 Ramadhan 1446/18 Maret 2025

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

[KHUTBAH JUM’AT] Menjemput Lailatul Qadr pada 10 Terakhir Ramadhan

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img