AdvertisementAdvertisement

Hidayatullah Sampaikan Usulan Langkah Strategis Indonesia untuk Palestina

Content Partner

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Krisis kemanusiaan di Palestina, yang terus memburuk akibat agresi penjajah militer Israel, menuntut respons global yang tegas namun terukur. Di tengah kompleksitas geopolitik, Indonesia sebagai negara dengan komitmen kuat terhadap kemerdekaan dan keadilan memiliki tanggung jawab moral untuk berkontribusi secara signifikan.

Namun, tantangan politik domestik dan dinamika internasional sering kali membatasi ruang gerak. Dalam kerangka situasi ini, Dzikrullah W. Pramudya, Ketua Departemen Hubungan Antarbangsa Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, menyampaikan sejumlah usulan strategis kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam acara “Silaturrahim Idul Fitri dan Respon MUI terhadap Fatwa Jihad dari Ikatan Ulama Muslimin Sedunia” di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Senin, 15 Syawal 1446 (14/4/2025).

Acara ini dihadiri puluhan pimpinan organisasi Islam, perwakilan agama Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, serta tokoh masyarakat, cendekiawan, dan wartawan, mencerminkan semangat inklusivitas dalam menyikapi isu kemanusiaan.

Pendidikan dan Pemahaman Kolektif Palestina

Langkah pertama yang diusulkan Dzikrullah adalah perlunya MUI menjelaskan secara mendalam kepada pimpinan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) mengenai hakikat penjajahan di Palestina.

Menurut Dzikrullah, penjajahan ini bukan sekadar konflik teritorial, melainkan pelanggaran sistematis terhadap hak asasi manusia, kebebasan beragama, dan kedaulatan sebuah bangsa. MUI diminta memfasilitasi dialog yang tidak hanya menyoroti fakta sejarah, tetapi juga merujuk pada respons ulama dunia, termasuk fatwa-fatwa yang menyerukan solidaritas global.

Pemahaman ini, jelas dia, penting untuk membangun kesadaran kolektif di kalangan pengambil kebijakan, bahwa dukungan terhadap Palestina adalah bagian dari mandat moral dan konstitusional Indonesia untuk menentang segala bentuk penjajahan.

Penyusunan Landasan Hukum Progresif

Usulan kedua Dzikrullah menekankan pembentukan Tim Perancang Undang-Undang Anti-Penjajahan dan Anti-Terorisme Negara oleh MUI. Tim ini harus terdiri dari pakar hukum, aktivis kemanusiaan, relawan, dan wartawan yang memiliki komitmen terhadap keadilan global.

Rancangan undang-undang ini bukan sekadar simbol solidaritas, tetapi alat hukum yang memungkinkan pemerintah Indonesia mengambil langkah konkret, seperti menekan pelaku penjajahan melalui sanksi ekonomi atau diplomatik, serta mendukung upaya pembebasan Palestina dan perlindungan Masjidil Aqsa.

Dengan landasan hukum yang kuat, tegas Dzikrullah, Indonesia dapat mempertegas posisinya sebagai aktor global yang konsisten menjunjung kedaulatan dan keadilan, tanpa terjebak dalam polarisasi politik yang kontraproduktif.

Koridor Kedaruratan Medis Tiga Negara

Usulan ketiga Dzikrullah adalah inisiatif diplomatik yang inovatif, yakni pembentukan “Koridor Kedaruratan Medis Tiga Negara” melalui kesepakatan antara Presiden Indonesia, Presiden Mesir, dan Raja Yordania. Koridor ini bertujuan memastikan distribusi bantuan medis yang masif dan terkoordinasi ke Jalur Gaza, khususnya di Gaza Utara, Kota Gaza, Khan Younis, dan Rafah.

Selain itu, terang Dzikrullah, inisiatif ini mencakup pendirian rumah sakit darurat dan pemulihan fasilitas medis yang hancur akibat agresi militer. Langkah ini menunjukkan pendekatan kemanusiaan yang fokus pada penyelamatan nyawa dan menghindari eskalasi ketegangan politik. Diplomasi semacam ini menurutnya juga memperkuat peran Indonesia sebagai mediator yang disegani di panggung internasional.

Satgas Kemanusiaan di Wilayah Strategis

Usulan terakhir yang disampaikan Dzikrullah adalah pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Kemanusiaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kairo, Amman, Beirut, dan Suriah. Satgas ini akan diisi oleh perwakilan lembaga swadaya masyarakat (LSM) kemanusiaan secara bergilir, dengan misi mendukung kebutuhan rakyat Palestina hingga kemerdekaan tercapai dan Masjidil Aqsa terlindungi.

Keberadaan satgas ini, menurut Dzikrullah, akan memperkuat kehadiran Indonesia di wilayah konflik, memastikan bantuan kemanusiaan tersalurkan secara efektif, dan menjadi simbol komitmen jangka panjang terhadap perjuangan Palestina.

Pendekatan ini juga memungkinkan partisipasi masyarakat sipil, sehingga solidaritas tidak hanya menjadi wacana elit, tetapi gerakan rakyat yang terorganisir.

Acara ini juga dihadiri wakil-wakil dari organisasi Kristen, Hindu, Buddha dan Konghucu, yang menegaskan bahwa dukungan terhadap Palestina bukanlah agenda eksklusif satu kelompok, tetapi panggilan kemanusiaan yang menyatukan semua elemen bangsa.[]

Reporter: Adam Sukiman
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

[KHUTBAH JUM’AT] Dari KTT Asia-Afrika Menuju Solidaritas untuk Pembebasan Palestina

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img