Hidayatullah.or.id — Jika umumnya anak SMA usai menjalani Ujian Nasional (UN) langsung loss control melepaskan “ketegangan” dan bahkan ada yang berencana berpesta bikini, hal berbeda ditunjukkan oleh siswa SMA Hidayatullah Bali.
Bukannya berpesta pora merayakan lepas UN, murid Madrasah Aliyah Pesantren Hidayatullah (MAHID) Denpasar, Provinsi Bali, memanfaatkan momen libur ini untuk melakukan pengabdian ke masyarakat.
Sejumlah siswa MA Hidayatullah Bali ini bertugas di empat daerah yakni Badung, Tabanan, Singaraja, dan terakhir Karangasem, kesemuanya dalam Provinsi Bali. Pelepasan penugasan ini dilakukan pada Sabtu (25/4) lalu.
Setelah menyelesaikan proses pendidikan formal dan UN, murid-murid MA Hidayatullah Denpasar angkatan pertama ini harus berhadapan dengan tugas yang tidak kalah berat dari Pondok.
Tugas tersebut yakni seluruh siswa harus turun mengabdi di masyarakat di daerah-daerah. Ini menjadi ujian awal mereka untuk mengasah mental mereka sebagai seorang calon dai sekaligus teladan umat.
Dalam pengabdian ini mereka diberi amanah diantaranya mengajar mengaji anak-anak muslim, menjadi marbot atau pembantu marbot, staf sekolah, dan lebih penting adalah harus mampu memerankan diri sebagai seorang muslim yang berakhlak mulia, penyayang, toleran, serta menjaga silaturrahim dengan semua komponen masyarakat di mana dia bertugas.
Kepala Sekolah MA Hidayatullah Denpasar, Ustadz Sakhnan, Lc, dalam sambutan pelepasan murid relawan umat ini mengaku terharu dengan perkembangan sekolah yang dipimpinnya.
“Kita harus lebih bersyukur. Kalau kita melihat perkembangan sekolah ini, dalam tiga tahun awal perlangkahannya, ada tiga tempat menjadi tempat belajar, karena belum punya gedung sekolah,” ujarnya seraya mengenang.
Namun lanjutnya, Alhamdulillah tahun ini kita sudah memilki gedung sekolah sendiri. Ia pun mengaku bangga atas prestasi yang terus diukir MAHID Denpasar.
Dengan sedikit berguyon, ustadz ramah yang juga merupakan pria asli Bali ini mengatakan, “Di Kantor, lemarinya sudah tidak mampu menampung berbagai piala kejuaraan yang sudah ditorehkan anak didik kita, karena lemarinya memang agak kekecilan,” selorohnya.
Prestasi tersebut, kata Sakhnan, jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang telah lebih dulu ada di Denpasar, MAHID dianggap dapat bersaing dengan sekolah-sekolah lainnya dalam sisi pencapaian. Namun dari sisi pembelajaran Diniyyah kepesantrenan, Sakhnan optimistis sekolah MAHID sudah jauh unggul.
Disebutkan Sakhnan, dalam tahun ini saja, ada 5 anak didik sekolah ini mewakili Kota Denpasar dalam bersaing ditingkat provinsi. Salah satunya, Rifaul Mujahidin, santri kelas 3 ini akan mewakili Kota Denpasar dalam lomba tahfidz 10 Juz.
Disela-sela acara pelepasan tugas pengabdian, Rifaul Mujahidin, anak kedua dari tiga bersaudara ini mengatakan kepada media ini, bahwatugas pengabdian masyarakat ini menjadi ujian yang tidak ringan baginya.
“Sejujurnnya kami belum siap dalam mengemban amanah ini, apalagi nanti kami harus menjadi teladan yang baik di masyarakat. Namun tugas ini telah dipercayakan kepada kami, dengan Bismillah kami harus siap,” tegasnya.
Santri yang sudah hafal 10 Juz yang rencananya akan melanjutkan Studi ke Gunung Tembak, Balikpapan ini mengatakan, dirinya memilih Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Hidayatullah (STISHID) Gunung Tembak, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Dia memilih STISHID, alasannya karena dari 5 opsi pilihan perguruan tinggi Hidayatullah yang diajukan kepadanya untuk dipilih, Rifaul secara pribadi mantap memilih STIS.
“Saya pilih STIS karena saya bercita-cita untuk mengenal dien ini lebih baik lagi dari sekarang, karena kita hidup ini harus mengetahui syariah,” tukasnya. (Yusran Yauma/ Bali)