Hidayatullah.or.id – Keluarga sebagai salah satu unit terkecil dalam lingkup berbangsa berperan sangat penting dalam membangun Indonesia menjadi bangsa yang kokoh dan bermartabat.
Karenannya, setiap keluarga perlu meleladani figur keluarga Nabi Ibrahim Alaihissalam dalam rangka membangun ketahanan kolektif yang kelak akan turut menguatkan posisi bangsa Indonesia berperadaban mulia.
Hal itu disampaikan Ketua Departemen Pembinaan Anggota DPP Hidayatullah, Muhammad Nur Fuad, M.Ag, saat menjadi narasumber dalam acara Halaqah Usroh Menyongsong Idul Qurban di Masjid Aqshal Madinah, Ahad (21/08/2016).
“Ada beberapa hal yang saya anggap penting dan harus kita pahami dalam memaknai Idul Qurban yang sebentar lagi akan kita laksanakan, yaitu bagaimana mencontoh keluarga Nabiullah Ibrahim Alaihissalam,” katanya dihadapan jamaah di acara yang mengusung tema Menyiapkan Generasi Ibrahim dan Ismail itu.
Ada sejumlah teladan mulia yang dapat diejawantah dari perikehidupan Nabi Ibrahim dan keluarganya.
Pertama, kata Nur Fuad, adalah hijrah. Nabi Ibrahim melakukan hijrah dari tanah Palestina menuju Makkah dan menempatkan keluarganya Siti Hajar dan anaknya yang masih bayi dalam rangka membangun sebuah keluarga yang diridhai-Nya.
“Membangun sebuah keluarga yang beriman memang penuh tantangan. Mengambil keputusan untuk hijrah hanya kepada Allah Ta’aala tanpa ada niat lainnya. Hijrah dengan target hidup yang lebih berkualitas,” kata Nur Fuad.
Hijrah, lanjut dia, adalah berani mengambil sebuah keputusan melangkah maju menuju sebuah kondisi yang terkadang tidak menyenangkan asalkan iman tetap terjaga dalam sanubari.
“Hijrah adalah menatap sebuah masa depan yang dicita-citakan, yaitu menggapai ridha dan cinta Allah azza wa jalla. Cinta dan ridho darinya dapat dirasakan dengan bergabung dilingkungan yang positif,” terangnya.
Hijrah dalam proses ini adalah mengupayakan hadir atau menghadirkan lingkungan yang lebih baik. Lingkungan yang dapat menyelamatkan aqidah dan iman. Saat ini, keberadaan lingkungan yang mendukung iman sangat dibutuhkan, imbuhnya.
Kedua, berdoa. Berdoa agar Allah Ta’aala menjadikan negeri aman dan nyaman. Negeri aman dan nyaman adalah dambaan kita semua. Iman atau ruhani pun dapat bersemai apabila kondisi baik.
Ketiga, membangun keluarga bertauhid. Menancapkan tauhid pada diri dan keluarga dan menjauhkan dari syirik. Kata Nur Fuad, kita harus berupaya menancapkan dalam diri dan keluarga tentang pentingnya tauhid dalam menjalani kehidupan.
“Hidup tidak akan pernah damai dan tenteram tanpa naungan ridho-Nya. Selain berusaha menggapai karunia dari-Nya, kita pun berupaya berlindung dari kesyirikan. Karena kesyirikan menjerumuskan kita pada hal-hal yang dimurkai-Nya,” imbuhnya.
Apalagi, lanjut dia, model rupa kesyirikan sekarang ini sangat menarik perhatian. Pesonanya semakin memikat karena berkolaborasi dengan teknologi canggih dan modern.
“Bentuk atau formulasi kesyirikan sudah menjamah masyarakat dunia saat ini. Semakin sulit membedakan antara yang murni tauhid dan berbau kesyirikan,” ujar Nur Fuad.
Keempat, adalah membangun lingkungan keluarga yang bernuansa pengkaderan dan kemasjidan yang kondusif.
Menurutnya, membangun keluarga atau keturunan yang senantiasa bergantung kepada Allah ta’ala perlu diupayakan terus menerus.
“Mendesain keluarga atau keturunan yang hatinya selalu dekat dengan sang pencipta harus dilakukan tanpa henti dan bosan,” katanya.
Dia menjelaskan, untuk memelihara hati tersebut dibutuhkan kondisi dan tempat, maka masjidlah yang menjadi solusi jitu sebagai tempat terbaik dalam merealisasikan.
“Masjid adalah central tempat mengasah dan memompa ruhani agar semakin baik. Tanpa membiasakan anak-anak, putra-putri kita dekat dengan aura masjid, mustahil (keluarga bertauhid) bisa terealisasi,” terangnya.
Kelima, menegakkan shalat yang khusyu’ agar mencapai kesuksesan. Karena itu, penting bagi orang tua senantiasa mengontrol shalat putra-putrinya.
Bahkan, lanjutnya, sangat perlu bertanya kepada anak kita yang sudah menginjak remaja, sudahkah engkau paham arti dan makna shalat yang engkau lakukan setiap hari itu, jelasnya.
Keenam, terus meningkatkan silaturrahmi dan memperluas rezeki. Silaturrahmi jangan disepelekan. Ada banyak manfaat yang terkandung di dalamnya. Selain mengeratkan ukhuwah atau persaudaraan, silaturrami pun dapat memudahkan dan melancarkan rezeki.
“Karena terkadang pertemuan dan pembicaraan kita dengan orang yang ditempati silaturrahim justru menjadi pintu rezeki kita,” tukasnya.
Ketujuh, membangun sikap muraqabah (self kontrol). Kesadaran tersebut dinilai penting agar kita selalu merasa diawasi atau berada dalam pengontrolan-Nya. Karena merasa dikontrol maka tindak dan perilaku kita semakin baik pula.
Dan, terakhir, kedelapan, selalu memohon ampun untuk diri, orang tua, dan sesama mukmin seluruhnya. Ditegaskan Nur Fuad, sangat penting bagi kita untuk membiasakan diri mendoakan orang lain.
“Menolong orang lain dengan cara mendoakan sangatlah baik. Meskipun kelihatan mudah dan kecil, tetapi sangatlah sulit bagi orang yang belum terbiasa,” kata dosen di sejumah perguruan tinggi di Jawa Timur ini.
Mengapa penting kita mendoakan orang lain. Kata Nur Fuad, karena kondisi lingkungan sekarang justru terbiasa menyoroti kekurangan orang lain dibanding kebaikannya sehinga dampaknya kita pun sulit melihat kebaikan orang apatalagi mendoakan kebaikan.
“Maka kita harus membiasakan diri mendoakan orang lain, meskipun dengan ucapan yang sederhana seperti “semoga Allah swt melancarkan dan memudahkan urusanmu saudaraku, semoga Allah melapangkan rezekimu sahabatku dan sebagainya,” pungkasnya.
Acara Halaqah Usroh yang diselenggarakan oleh Dewan Pengurus Daerah (DPD) Hidayatullah Kota Surabaya ini dihadir ratusan hadirin yang diantaranya adalah para orangtua santri. Acara yang digelar di masjid ini ditutup dengan doa dan ramah tamah. */Syamsul Alam Jaga