BANDUNG (Hidayatullah.or.id) — Organisasi Hidayatullah saat ini sudah masuk 50 tahun kedua. Pada setengah abad kedua ini, menurut Ketua Dewan Pertimbangan Hidayatullah, Drs Hamim Thohari M.Si, Hidayatullah harus berani tampil beda.
“Hidayatullah harus lebih terbuka. Harus inklusif!,” jelas Hamim di depan seluruh peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Hidayatullah di Bandung, Jawa Barat, Sabtu, 28 Jumadil Awal 1446 (30/11/2024).
Hamim berharap gerak Hidayatullah ke depan bisa lebih cepat dari sebelumnya.
Sementara itu Ketua Dewan Murabbi Pusat, Dr. Tasyrif Amin, menjelaskan, tahun 2025 mendatang perkaderan Hidayatullah harus lebih ekspansif.
“Kami akan mempersiapkan murabbinya. Silahkan DPP membuat sebanyak mungkin halaqah,” jelas Tasyrif.
Karena itu para kader Hidayatullah, di bawah koordinasi Departemen Rekrutmen dan Pembinaan Anggota, harus lebih giat lagi mengajak masyarakat ikut terlibat dalam program-program Hidayatullah.
Perlu Konsolidasi
Tema Rakernas Hidayatullah kali ini adalah Konsolidasi Jati Diri, Organisasi, dan Wawasan, Menuju Terwujudnya Standardisasi, Sentralisasi, dan Integrasi Sistemik.
Tema ini, menurut Ketua Umum DPP Hidayatullah Dr. Nashirul Haq dalam sambutannya, sama seperti tema Musyawarah Nasional (Munas) Hidayatullah yang digelar di awal periode kepengurusan sekarang ini. Bahkan, tema itu pula yang diambil dalam setiap Rakernas pada periode ini.
Hal ini menandakan, menurut Nashirul, konsolidasi harus dilakukan terus menerus dan diharapkan selesai pada tahun 2025 kelak, yakni saat periode kepengurusan 2020-2025 berakhir. Jika konsolidasi sudah selesai, maka langkah ekspansi sebagai langkah selanjutnya, akan lebih mudah.
Konsolidasi jati diri, jelas Nashirul lagi, harus menjadi langkah awal. Sebab, jati diri adalah dasar, spirit, dan jiwa dalam menjalankan berbagai program.
Namun, konsolidasi jati diri saja tidak cukup. Sebab, jika hanya konsolidasi jati diri, program-program yang dicanangkan Hidayatullah hanya bersifat ideologis dan tidak membumi. Agar membumi, perlu konsolidasi organisasi.
Konsolidasi jati diri dan konsolidasi organisasi ternyata juga belum cukup. Masih perlu wawasan yang mampu membuat kader-kader Hidayatullah berani berkreasi dan berinovasi.
“Umar bin Khaththab mampu membuat banyak terobosan hanya dalam waktu dua tahun setelah Rasulullah wafat. Beliau tidak butuh waktu sampai 50 tahun seperti kita,” jelas Nashirul. Keberanian ini, lanjutnya, tak lain karena pribadi Umar memiliki wawasan keislaman yang sangat baik.*/Mahladi