GORONTALO (Hidayatullah.or.id) – Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Hidayatullah Provinsi Gorontalo menggelar Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Tahun 2018 yang digelar di Kota Gorontalo selama 2 hari dan dibuka pada Sabtu (13/1/2017).
Ketua DPW Hidayatullah Gorontalo Abubakar Muis mengatakan selain mensosialisasikan agenda program kerja yang telah telah ditetapkan dalam Rakernas Hidayatullah di Mataram, Rakerwil Hidayatullah Provinsi Gorontalo kali ini juga membahas formulasi dakwah agar lebih maksimal.
Dia menerangkan, program kerja wilayah seturutan dengan agenda Hidayatullah secara nasional yakni berfokus pada mainstream gerakan dakwah dan pendidikan.
Selain itu, dalam rangka menunjang keduanya, pihaknya juga seraya dengan itu ingin terus memajukan potensi ekonomi organisasi. Karenanya, juga digelar acara seminar ekonomi sebagai rangkaian acara Rakerwil yang mengusung tema “Membangun Kemandirian Ekonomi Harakah Dakwah”.
Seminar tersebut menghadirkan narasumber yakni Asih Subagyo CEO HG Corporindo, perusahaan Holding Company Hidayatullah yang sekaligus Ketua Bidang Perekonomian DPP Hidayatullah.
Pembicara kedua adalah Yunan Harahap, owner PIA Saronde Gorontalo, sekaligus Ketua Bidang Ekonomi DPW Hidayatullah Gorontalo. Seminar ini diikuti sedikitnya 70 peserta Rakerwil dan undangan.
Asih dalam pemaparannya mengatakan ketimpangan ekonomi di negeri ini cukup memprihatinkan. Di sini yang lain, umat Islam menjadi raksasa tidur dan enggan menyadari potensinya.
Namun kita tidak boleh berkecil hati sebab kita bisa melakukan untuk merebut kue ekonomi tersebut, terutama oleh harakah dakwah, yang merupakan bagian dari jama’atul muslimin dan sekaligus sebagai pilar negara.
Kata Asih, Sudah barang tentu banyak cara yang bisa dilakukan untuk membangun kemandirian ekonomi umat yang bisa dimulai dari kemandirian ekonomi harakah dakwah, diantaranya:
‌Pertama, mendidik kader dan anggota harakah untuk memahami fiqh Muamalah. Dan ini di ajarkan di semua jenjang pendidikan, termasuk dalam halaqah halaqah. Berikut implementasinya. Baik untuk menjadi profesional maupun entrepreneuer (pelaku bisnis). Kurikulumnya mesti dodesain untuk mendukung ini.
‌Kedua, menjadikan halaqah (majelis taklim) dan kemudian masjid dan pesantren sebagai basis ekonomi umat. Umat diajarkan dan didorong untuk terbiasa Syirkah dan mudharabah antar mereka. Sehingga bisa dibangun sentra-sentra ekonomi umat sesuai skala, kecenderungan dan jenis usahanya.
Karena berbicara ekonomi pasti berbicara skala ekonomi. Ada kaidah ekonomis yang harus di penuhi. Sehingg tidak asal, mesti dilakukan kalkulasi ekonomi. Dan harakah dakwah mesti hadir di sini sebagai fasilatator.
‌Ketiga, umat didorong, dimotivasi dan dan difasiliasi untuk memproduksi, mengkonsumsi, berdagang, mendistribusikan dan berinvestasi terhadap produk muslim. Diawali dengan komunitas yang bersifat komplementer atas produk yang ada, hingga menjadi suplementer,untuk menggantikan produk-produk yang beredar di pasaran saat ini.
‌Keempat, secara kelembagaan, harakah dapat memiliki korporasi, yang sahamnya dimiliki oleh kader dan anggota. Ada ekonomi berjama’ah atau korporasi umat. Selanjutnya memfasilitasi usaha/bisnis kader. Sehingga menjadi sumber kekuatan ekonomi harakah dakwah dan kader.
‌Kelima, ada mapping antar harakah, siapa bermain bisnis dimana. Atau harus kerjasama dengan siapa. Dan penguasaan bisnis muslim bukan hanya pada bidang herbal, busana muslim, lembaga keuangan, makanan halal, ritel, dlsb. Itu penting, tetapi juga harus menguasai bidang energi, pertambangan, teknologi perdagangan secara umum, termasuk persenjataan dst. Sehingga peran sebagai khalifatullah film ardh itu nyata.
‌Keenam, membangun jaringan ekonomi dan bisnis antar harakah. Membangun jaringan produksi, distribusi, ritel, pemasarandan investasi. Termasuk kajian, riset, ekspor impor, dlsb. (ybh/hio)