AdvertisementAdvertisement

Jika Shalat Berkualitas, Hidup pun Berkualitas

Content Partner

AGUNGNYA shalat. Seperti inilah buah ibadah. Ia mampu melahirkan keberuntungan bagi pelakunya. Pelaku shalat dijamin dengan keberuntungan, sebagaimana janji Allah di dalam Al Qur’an.

Sehingga pelaksanaan shalat sangatlah besar peranannya dalam Islam, maka perlu untuk selalu diperhatikan dan ditegakkan. Jika tidak, shalat hanyalah gerak badan tanpa makna. Kosong melompong dan berujung pada kepayahan. Pada akhirnya hasilnya hanyalah kebosanan belaka.

“Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) yang khusyu’ dalam sholatnya.” (Al-Mukminun : 1-2)

Rasulullah bersabda mengenai betapa pentingnya sholat;

“Yang pertama-tama dipertanyakan (dihisab) terhadap seorang hamba pada hari kiyamat kelak tentang amalnya adalah sholat. Apabila sholatnya baik maka dia beruntung dan sukses, dan apabila sholatnya buruk maka dia kecewa dan merugi” (HR. An-Nasa’i)

Rasulullah pernah berkata kepada Bilal; “wahai Bilal bahagiakan aku dengan sholat”. Shalat adalah sumber ketenangan jiwa dan kegembiraannya. Maka tidak heran nabi dan sahabat-sahabatnya suka berlama-lama dalam sholat malam hingga membuat kaki beliau bengkak.

Lantas, apakah rahasia kebahagiaan shalat itu hanya mereka saja yang bisa rasakan sementara kita tidak? Tentu tidak.

Pembicaraan tentang shalat perlu terus pengulangan. Tidak boleh ada kebosanan, kelalaian, dan acuh tentangnya. Karena shalat merupakan kewajiban yang sangat agung, kebaikan yang amat terpuji dan bahaya yang luar biasa manakala meninggalkannya.

Shalat merupakan tiang agama. Barangsiapa yang meremehkan shalat berarti telah melalaikan pondasi agama. Shalat merupakan obat hati yang bisa menyembuhkan ragam macam penyakit dan kejelekan akhlaq. Bagaikan pelita cahaya yang menghilangkan pekatnya dosa-dosa. Sebagaimana firman Allah:

“Dan dirikanlah shalat. Sesunggungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS AL-‘Ankabut : 45)

Namun, shalat yang bagaimana yang bisa mencegah kekejian tersebut? Bukankah ada orang yang rajin shalat tapi gemar pula maksiyat, alias STMJ (Sholat Terus Maksiyat Jalan).

Shalatnya hebat tapi menjadi tukang ghibah, namimah, pengidap sakit hati, iri, dongkol, kemalasan dan seterusnya. Kalau seperti ini, tentu pasti ada yang error dalam shalatnya.

Sebagaimana sabda nabi ;

“Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sebuah sungai yang bersih di depan pintu salah seorang kalian, dia mandi di sana lima kali sehari, apakah masih ada kotoran yang tersissa? Mereka menjawab; “tidak ada kotoran tersisa sedikitpun” nabi bersabda,”demikianlah permisalan shalat lima waktu, Allah menghapus kesalahan-kesalahan dengan sebab shalat” (HR Muslim)

Begitulah agungnya shalat bisa membersihkan segala daki-daki kejelekan sampai Rasulullah menjadikannya sebagai batas antara kekafiran dan keimanan. Barang siapa yang menegakkan shalat, dia muslim. Jika tidak, ya kafir. Sebagaimana Rosulullah bersabda;

“Perbedaan antara muslim dan kafir adalah sholat” (HR .Muslim) 7)

Kedudukan khusyu’ dalam sholat

Khusyu’ merupakan ruh shalat. Sebagaimana ruh bagi badan. Ia sangat cepat hilangnya dan sulit mendapatkannya. Bahkan tidak jarang puluhan orang shalat berjama’ah mereka tidak khusyu’ dalam shalatnya hatta imamnya sekalipun. Inilah musibah. Terlebih lagi zaman sekarang ini. Tidak dapat dan tidak berusaha menggapai khusyu’ merupakan musibah sangat besar.

Sehingga Rasulullah berdo’a agar terlindung dari hati yang tidak khusyu’. Rasulullah bersabda bahwa yang pertama kali diangkat dari umat ini adalah khusyu’ sehingga hampir-hampir tidak didapatkan seorangpun yang khusyu’ dalam shalatnya. (HR. Ahmad dan Thobrony) (1.100 hadits pilihan, Dr. Muh. Faiz Almath))

Shalat apabila dihiasi denag khusyu’ dalam ucapan, dan geraknya dihiasi dengan kerendahan, ketulusan, ketenangan, ketundukan, cinta dan pengagungan maka sungguh pelakunya akan dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Hatinya kain berseri-seri, fikirannya jernih, keimanannya meningkat, kecintaannya dalam berbuat kebaikan semakin bertambah, keinginannya untuk berbuat jelek semakin sirna.

Dengan Khusyu’ munajat seorang hamba semakin mudah dikabulkan dan kedekatan kepada Allah semakin terasa. Sehingga kenikmatan dan kesejukannya terasa usai shalat hingga shalat kembali. Ketika ia memasuki shalat dengan penuh ketundukan, selama shalat ia munajat dengan penuh ketakutan dan harap, maka setelah melaksanakan shalat seolah-olah ia melepaskan segala himpitan beban dunia. Yang tertinggal di hatinya berupa kegembiraan dan ketentraman yang senantiasa bersama.

Dari Hasan bin ‘Athiyah, bahwa Rasulullah bersabda; “Sesungguhnya ada dua orang yang berada dalam satu sholat perbedaan keutamaan diantara keduanya bagaikan langit dan bumi” (HR. Abu Dawud)

Agar khusyu’ dalam shalat

Khusyuk memang mudah diucap, namun masing-masing belum tentu bisa. Namun. sungguh barang siapa yang menempuh metode nabi dalam melaksanakan shalat tentu akan mendapatkan kekhusyukan. Untuk dapat khusyu’ ada beberapa hal yang bisa membantunya, diantaranya hendaknya segera menuju masjid dengan tenang dan tidak tergesa-gesa, memakai pakaian yang bersih, badannya suci, mengkosongkan hatinya dari kesibukan dunia, semerbak wangi badannya, meluruskan dan merapikan shof, tidak melihat ke atas atau ke samping, dan sebagainya.

Dan menjauhi segala apa yang bisa mengganggu kekhusyu’an seperti; bernyanyi-nyanyi di masjid, membaca Qur’an dengan keras disamping orang shalat, memakai baju bergambar atau tulisan-tulisan grafity; Billabong, Dagadu, Repsol, UD. Makmur dan sejenisnya. Begitu juga suara-suara gaduh musik, handphone, radio dan semacamnya.

Hal yang paling pokok agar dapat khusyu’ adalah kesempurnaan sunnah-sunnah dalam shalat secara keseluruhan, seperti bacaan al-Qur’an yang fashih terutama imam dengan merenungi maknanya. Sebab realita yang terjadi ada sebagian bahkan kebanyakan masjid bacaan imam shalatnya rusak luar biasa. Sulit dibedakan antara suara kompor dan bacaan Quran, antara bacaan surat dan kidung jenaka. Wal’iyadzu billah.

Nabi telah memberi contoh bagaimana contoh shalat yang sempurna, sebagaimana yang disebutkan hadits ‘Aisyah: “…… beliau shalat empat raka’at, jangan engkau tanya bagus dan panjangnya…..”. (HR. Bukhari).

Riwayat ini menunjukkan bahwa membaguskan shalatnya, maksudnya memperbanyak atau memanjangkan bacaan-bacaan, tenang dalam gerakannya serta khusyu’. Shalat harus thuma’ninah, yaitu tenteram dalam gerakan, baik ketika berdiri, ruku’, sujud, duduk antara dua sujud dan lain seterusnya.

Rasulullah bersabda; “Apabila engkau akan melaksanakan shalat maka sempurnakanlah wudhu’, kemudian menghadaplah ke kiblat dan bertakbirlah, dan bacalah apa-apa yang mudah dari Al-Qur’an kemudian ruku’lah sehingga benar-benar ruku’, kemudian angkatlah kepalamu sehingga engkau benar-benar berdiri, kemudian sujudlah dengan benar-benar sujud, kemudian angkatlah (tubuhnya) sehingga rata dan benar-benar duduk, kemudian sujudlah dengan benar-benar sujud, kemudian angkatlah sehingga benar-benar berdiri, kemudian lakukan semua itu di shalatmu seluruhnya”. (HR Bukhari)

Dari Abi Hurarirah, ia berkata, bahwa Rasulullah bersabda; “Sesungguhnya sejelek-jelek manusia adalah pencuri yang mencuri shalatnya”. Mereka bertanya: Wahai Rasulullah ! Bagaimana mencuri shalatnya ? Ia bersabda : (Yaitu) tidak menyempurnakan ruku’nya dan sujudnya”. (HR Al Hakim)

Betapa jeleknya seseorang yang dicap sebagai maling. Pencuri yang mengambil hak manusia tanpa hak sudah begitu jeleknya dalam pandangan masyarakat, apalagi dalam hal ini yang diambil adalah haq Allah. Maka tidak heran Rasulullah mengatakan sebagai sejelek-jekek manusia. Apalagi yang tidak shalat. Maka sangat perlu untuk terus didakwahi.

Orang yang tertimpa musibah berupa kemalingan atau hartanya dijambret orang saja, kadang-kadang tidak bisa tidur berhari-hari, resah ingin hartanya kembali, dan menyesali akan keteledorannya. Namun aneh tapi nyata, giliran shalatnya dicuri syetan dengan mengingatkan hal-hal yang menghilangkan kekhusyukan, atau ia justru menjadi malingnya sendiri, malah tenang-tenang saja.

Dari ‘Amr bin Ash dan Khalid bin Walid dan Syarhabil bin Hasanah serta Yazid bin Abi Sufyan, mereka berkata: “Rasulullah melihat seorang laki-laki tidak menyempurnakan ruku’nya, dan mematuk dalam sujudnya. Maka sabdanya : Seandainya orang ini mati dalam keadaan seperti ini, maka ia mati bukan dalam millah Muhammad”. (HR. Baihaqy)

Hadits ini menerangkan bahwa mereka yang tidak menyempurnakan ruku’ dan sujud seperti burung yang mematuk, atau ayam jago yang makan, berarti telah mengerjakan suatu amalan yang tidak disukai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Akhir kata

Tidaklah ada penyimpangan moral dan tindak kejahatan yang terjadi di tengah kaum muslimin kecuali bersumber pada kelalaian mereka dalam menegakkan shalat. Shalat semaunya, secepatnya, seingatnya, kalau toh mau shalat mereka bagaikan bangkai tanpa ruh. Sebatas gerak badan belaka.

Belum lagi dari segi pakaian yang sembarangan, shof yang kacau balau. Belum lagi penyempurnaan syarat-syaratnya, rukun dan sunnah-sunnahnya, serta konsekuensi shalat itu sendiri.

Semoga kita dijauhkan dari rusaknya shalat, semoga kita hidup bahagia dan berkualitas sebagaimana kesempurnaan shalat kita, amin.

Ust Mardiansyah Musawwimi

- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Ketua Umum DPP Hidayatullah Hadiri Tasyakuran Milad MUI ke-49

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) -- Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Ust. Dr. H. Nashirul Haq, MA, menghadiri acara Tasyakuran...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img