Oleh KH. Dr. Nashirul Haq, Lc, MA*
HIDAYATULLAH telah menegaskan bahwa seluruh program kelembagaan harus dilakukan secara profetik dan profesional, dua pendekatan ini akan menjadi pembeda, dari dua pola ini akan lahir karakter yang unggul.
Seluruh jajaran manajemen dan kader amil harus lebih maksimal dalam menjalankan tugas di BMH Kepri ini, namun juga tidak mengesampingkan pendidikan, khususnya yang masih menempuh pendidikan di perguruan tinggi Hidayatullah, karena merupakan bekal penting, tradisi akademik harus terus dijaga, jangan melemah karena rutinitas tugas sebagai amil BMH.
Karena itulah hikmah perintah Allah Ta’ala dalam ayat pertama pada surah Al Alaq yang pertama turun. Ketika Rasulullah menerima wahyu, perintah pertama bukan beribadah, bekerja atau berperang tetapi membaca terlebih dahulu.
Tujuannya agar memahami apa yang akan dikerjakan dan memahami hakikat keberadaan manusia. Kalau ada kader yang tidak memahami jati diri Hidayatullah lalu terjun ke medan tugas, maka dikhawatirkan mentalnya seperti pada umumnya pekerja di perusahaan yang hanya berorientasi gaji setiap bulan.
Profetik didasarkan pada jati diri Hidayatullah dan profesional mengacu pada manajemen moderen yang petunjuk teknisnya tertuang dalam regulasi organisasi. Memahami saja tidak cukup mesti menjiwai dan menjadi karakter. Untuk sampai pada tingkat menjiwai dan menjadi karakter dibutuhkan mujahadah dan tahapan yang panjang.
Ada enam jati diri yang harus menjadi paradigma; sistematika wahyu, harakah jihadiyah, imamah jamaah, ahlussunnah wal jamaah dan washatiyah (pertengahan) serta jama’ah minal muslimin. Keenam instrumen ini harus menjadi paradigma, worldview (wawasan) dan tashawwur (konsepsi) yang tercermin pada pola pikir dan pola gerak para kader.
Istilah harakah jihadiyah di sini memiliki makna yang luas, amal shaleh dan dakwah yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk kemajuan Islam dan ummat termasuk dalam kategori jihad. Seluruh aktivitas amal sholeh dan dakwah misalnya, harus berangkat dari kesadaran tauhid.
Karena segala bentuk pergerakan itu lahir dari pikiran dan keyakinan, karena itu ayat pertama yang turun “iqra’ bismi rabbikalladzi khalaq” outputnya adalah lahirnya kesadaran bertauhid yang menjadi landasan gerak. Mulai dari akhlak, ibadah dan gerakan dakwah semua mencerminkan kesadaran tauhid.
SDI yang Berkarakter Profetik dan Profesional
Konsep sistematika wahyu merupakan metodologi tarbiyah dan dakwah dan juga sebagai landasan human resources development (pengembangan sumber daya insani). Marhalah di semua jenjang dan halaqah adalah wadah untuk memahami jatidiri Hidayatullah, dari wadah inilah akan tumbuh karakter profetik.
Perusahaan-perusahaan sekarang mulai menyadari bahwa aspek ruhiyah itu sangat mempengaruhi kinerja perusahaan. Sekira tiga bulan terakhir ini saya aktif mengikuti speech atau pidato para kongkomerat dunia seperti Jack Ma, Warren Buffet, atau kalau di Indonesia ada Jusuf Hamka, pengusaha yang salah satunya bergerak di bisnis jalan tol yang sangat peduli pada isu-isu sosial.
Sebagian mereka non muslim tetapi nilai-nilai spritual dikedepankan. Salah salah alasannya, karena teknologi seperti robot telah banyak mengambil alih pekerjaan manusia dan lebih akurat serta valid, dampaknya terjadi banyak pengangguran. Para sarjana hanya dipersiapkan untuk menjadi tenaga kerja memenuhi kebutuhan industri.
Pengembangan teknologi melalui kecerdasan buatan telah mengambil alih hampir seluruh kebutuhan industri, sehingga hanya segelintir manusia yang dibutuhkan yaitu yang memiliki kecerdasan, inovatif serta kualitas ruhiyah yang tinggi.
Kita sebagai kader bisa menyerap kualifikasi tersebut melalui jati diri Hidayatullah, keyakinan atau believe itu dibangun di dalam surah Al Alaq, pembentukan karakter pada surah Al Qalam, aspek spiritual melalui surah Al Muzammil dan militansi kerja di surah Al Mudatstsir, adapun manajemen kepemimpinan terdapat di dalam surah Al Fatihah.
Kalau para kader amil di BMH ini bekerja dengan paradigma ini, maka akan merasa nyaman karena semua yang dilakukan bernilai ibadah, amal sholeh dan perjuangan sehingga mengasyikkan. Tidak ada rasa lelah dan kecewa, ada reward (penghargaan) atau tidak tetap semangat karena telah ditanamkan nilai-nilai yang terdapat dalam surah al Mudatstsir.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ
“Dan janganlah engkau (Muhammad) memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.” (QS. Al-Muddassir 74: Ayat 6)
Inilah nilai yang mahal dan penting di Hidayatullah, organisasi ini telah membuktikan mampu melahirkan kader yang “Sam’an wa tho’atan” (mendengar dan mentaati tanpa tapi dan tanpa nanti.
Ketika banyak dai lebih memilih dakwah di perkotaan atau siap ditugaskan ke pelosok dengan tunjangan yang lumayan tinggi, para kader Hidayatullah tetap siap dikirim ke pelosok hanya bermodalkan sepotong ayat, “intansurullah yansurukum wayutsabbit aqdamakum” jika kamu menolong agama Allah maka Allah akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.
*) Taujih Ketua Umum DPP Hudayatullah KH. Dr. Nashirul Haq, Lc, MA, ini disampaikan dalam acara Halaqah Arahan Manajemen dan Amil BMH Kepri di kantor BMH Perwakilan Kepri, Kota Batam, Senin (26//12/2022). Artikel ini ditranskrip oleh Markom BMH Kepri Jihos Andy.