AdvertisementAdvertisement

Meneladani Cara Rasulullah Membebaskan Masjidil Aqsha dari Penjajahan

Content Partner

Oleh Dzikrullah W. Pramudya (Ketua Departemen Hubungan Antarbangsa DPP Hidayatullah)

DUA MALAM yang lalu pada malam ke-14 Ramadhan, kita disentakkan lagi oleh kejahatan gerombolan penjajah Zionis Israel, yang memasuki Masjidil Aqsha lalu menyerang jama’ah yang sedang i’tikaf antara solat Tarawih dan sholat Tahajjud. Kaum Muslimah dipukuli sampai berdarah-darah di dalam masjid.

Kaum laki-laki diringkus, diikat, dipaksa tengkurap di dalam masjid, yang lainnya diancam dan dipaksa keluar masjid. Lewatsiaran Internet, Abu ‘Imad,seorang staf medis sebuah Ambulan sumbangan masyarakat Indonesia menyampaikan, tidak kurang dari 150 orang jama’ah Masjidil Aqsha luka-luka akibat penyerangan itu.

Sekitar 400 orang jama’ah ditangkap. “Kami petugas medis sempat dihalang-halangi untuk masuk mengangkut mereka yang luka-luka,” kata Abu ‘Imad.

Hampir setiap Bulan Suci Ramadhan, penjajah Zionis Israel melakukan penyerangan terhadap Jama’ah Masjidil Aqsha. Ini bukan kabar baru. Penjajahan terhadap Masjidil Aqsha, kota Baitul Maqdis, Palestina dan lebih luas lagi Negeri Syam yang disebut dalam Al-Quran sebagai negeri yang diberkahi, telah berlangsung hampir 106 tahun.

Sejak kapan?

Tepatnya sejak Jenderal Edmund Allenby, Panglima Perang Kerajaan Britania Raya untuk wilayah Timur Tengah, memasuki dan menjajah kota Baitul Maqdis sejak tanggal 11 Desember 1917 pada Perang Dunia I.

Britania yang lebih kita kenal sebagai Inggris waktu itu bersekutu dengan Prancis dan beberapa kerajaan Eropa, menyerang Daulah Turki Utsmani yang sudah melemah dari segala arah. Termasuk di Baitul Maqdis.

Daulah Turki Utsmani kala itu merupakan negeri pusat kepemimpinan umat Islam sedunia selama 625 tahun. Bahkan Sultan Hamengku Buwono X pun dalam Kongres Umat Islam ke-5 tahun 2015 mengakui, bahwa Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sejak 1479 berada di bawah kepemimpinan Islam Turki Utsmani.

Rupanya penjajahan oleh Inggris itu merupakan persiapan panjang, selama 31 tahun, untuk berdirinya Negara Yahudi bernama Israel, pada 14 Mei 1948. Pada malam itu, Inggris menyerahkan negeri Palestina untuk selanjutnya dijajah oleh gerakan Zionis Yahudi dengan mendirikan negara.

Kalau Republik Indonesia kita dirikan dengan Jihad mengusir penjajah Belanda dan Jepang, negara Israel justru didirikan dengan merampok, membantai, menteror, dan mengusir warga Palestina. Sampai hari ini kejahatan-kejahatan penjajah Zionis Israel itu masih berlangsung.

Alhamdulillah, sejak presiden republik ini sampai yang sekarang, negara kita tidak mengakui keberadaan negara penjajah bernama Israel.

Penjajahan Masjidil Aqsha, kota Baitul Maqdis, dan Palestina bukan penjajahan biasa. Yang dijajah ini salah satu Pusat Peradaban Tauhid bagi seluruh insan. Kiblat Pertama manusia. Masjid Suci Ketiga. Markaznya Para Nabi dan Rasul. Pintu Langit pada Peristiwa Israa’ Mi’raj.

Penjajahan Masjidil Aqsha dan Baitul Maqdis ini juga bukan baru pertama kali terjadi. Dari zaman ke zaman, penjajahan ini merupakan bagian dari cara Allah mendidik umat Islam. Agar lahir dan bangkit kesadaran aqidahnya, kesadaran ilmunya, kesadaran martabat atau ‘izzahnya, yang kemudian melahirkan generasi baru Umat Islam yang lebih kuat dan berwibawa.

Sudah 5 kali penjajahan atas Masjidil Aqsha, kota Baitul Maqdis, dan Palestina terjadi:

Yang Pertama, dijajah oleh kaum Jabbaariin sebagaimana disebut oleh Allah dalam Surah Al-Maidah ayat 20 sampai 26. Di mana Nabi Musa ‘Alayhissalam diperintah Allah menyerukan Bani Israil yang Muslim untuk berjihad membebaskan Baitul Maqdis. Mereka menolak seruan itu. Bahkan mereka mengejek Nabi Musa dengan mengatakan:

“Mereka berkata, hei Musa, sesungguhnya kami tidak akan memasuki (Baitul Maqdis) selamanya, selagi mereka (penjajah Jabbaariin) masih ada di dalamnya. Maka pergilah kamu dan Tuhanmu berdua yang berperang. Sungguh kami di sini duduk-duduk.” (Al-Maidah: 24)

Akibat menolak seruan Jihad membebaskan Baitul Maqdis itu Bani Israil dihukum dengan disesatkan Allah selama 40 tahun di padang pasir. Baru di generasi berikutnya, Baitul Maqdis dibebaskan oleh Nabi Yusya’ bin Nun dan Nabi Daud ‘Alayhimassalam.

Yang Kedua, dijajah oleh Bangsa Romawi yang awalnya penyembah dewa-dewa yang kemudian memeluk Kristen, sampai Baitul Maqdis dibebaskan oleh ‘Umar bin Khaththab pada tahun 637 Masehi atau tahun 16 Hijriyah.

Yang Ketiga, dijajah oleh Pasukan Salib Eropa selama 88 tahun, sampai dibebaskan oleh pasukan Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi pada tahun 1187.

Yang Keempat dan Kelima, penjajahan di zaman kita saat ini. Yaitu dijajah oleh Inggris sejak tahun 1917 sampai tahun 1948, kemudian diserahkan dan dilanjutkan penjajahannya oleh Zionis Israel sampai hari ini.

Lalu bagaimana sikap terbaik kita menghadapi penjajahan atas Masjidil Aqsha, Baitul Maqdis dan Palestina?

Jawabannya adalah: dengan mengikuti sikap Pemimpin kita dunia Akhirat, Nabi Muhammad, Utusan Allah Shallallaahu ‘alayhi wa sallam.

Bagaimana sikap dan tindakan beliau?

Pertama, mempelajari, mengajarkan dan menyebarluaskan semua hal yang berkaitan tentang Masjidil Aqsha, Baitul Maqdis, Palestina yang diwahyukan Allah dalam Al-Quran. Lalu kita juga mempelajari apa yang beliau dan Para Sahabatnya lakukan. Jadi ada gerakan Ilmu dan Ma’rifah (pengenalan mendalam).

Kedua, melakukan gerakan politik berupa menyurati para penguasa dunia, termasuk Heraklius penguasa Romawi yang menjajah Baitul Maqdis. Yaitu dengan memperkenalkan dan mengajak mereka memeluk Islam. Gerakan Siyasah.

Ketiga, menggerakkan Jihad harta berupa infaq untuk usaha-usaha membebaskan Masjidil Aqsha dan Baitul Maqdis. Gerakan Maal (Harta).

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar” (QS. Al-Hujurat [49]: 15)

Juga Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah bersabda :

“Barangsiapa menginfakkan hartanya di jalan Allah maka di tetapkan pahala baginya 700 kali lipat“.(HR.َTirmidzi)

Keempat, mendidik generasi baru Mujahidin yang akan memerdekakan Masjidil Aqsha dan Baitul Maqdis. Gerakan Tarbiyah Jihadiyah (pendidikan semangat juang membela kaum Muslimin, Islam, dan negeri-negeri Muslim).

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah bersabda :

“Barangsiapa menyiapkan bekal bagi seorang mujahid di jalan Allah sungguh ia telah berjihad dan barangsiapa menjaga keluarga yang ditinggalkan seorang mujahid maka sungguh ia telah berjihad” (HR.Muslimَ:َ12/425)

Dari sejarah kita belajar, pada setiap penjajahan Masjidil Aqsha dan Baitul Maqdis, umat Islam dalam keadaan sangat rendah kualitasnya, baik secara keimanan, keilmuan, ekonomi, politik, persaudaraan, persatuan, teknologi dan militer.

Sebaliknya, pada setiap kali Masjidil Aqsha dan Baitul Maqdis dimerdekakaan, umat Islam dalam keadaan membaik kualitasnya, baik secara keimanan, keilmuan, ekonomi, persaudaraan, persatuan, teknologi dan militer.

Itulah inti pelajaran dari penjajah Masjidil Aqsha dan Baitul Maqdis, bahwa kita harus bangkit memperbaiki iman kita, akal dan akhlaq kita, ilmu dan teknologi kita, hukum, ekonomi dan politik kita, sampai persaudaraan, persatuan, serta kekuatan militer kita betul-betul hanya untuk mendapatkan ridha Allah Ta’ala dalam ketaatan saja. Dalam ketaqwaan. Sebagaimana juga tujuan berpuasa di bulan Ramadhan: ketaqwaan.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

SAR Hidayatullah Hadiri Rakor Basarnas Perkuat Kolaborasi dan Efektivitas Operasi

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) -- Ketua Umum SAR Hidayatullah, Irwan Harun, didampingi Sekretaris Jenderal, Tafdhilul Umam, menghadiri undangan sebagai peserta Rapat...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img