KEGIATAN Muhasabah di Masjid Muhammad Cheng Hoo, Berastagi, malam itu menghadirkan keheningan yang berbeda, Sabtu malam Ahad, 2 Rabi’ul Akhir 1446 (6/10/2024). Di tengah dataran tinggi, di kaki Gunung Sibayak yang menjulang setinggi 1.300 meter di atas permukaan laut, para santri dan orang tua mereka berkumpul ditengah hawa yang menggigit.
Udara yang dingin merambat dengan lembut, menusuk tulang, namun tidak memadamkan semangat mereka yang hadir di sana. Malam itu, di bawah langit yang berpendar bintang, mereka datang untuk merenung, mencari makna dalam peran hidup sebagai anak dan orang tua.
Masjid Cheng Hoo, berdiri megah di Brastagi, bagai oase spiritual di tengah alam yang liar dan indah. Di tempat yang syahdu ini, muhasabah malam diadakan oleh Pondok Pesantren Hidayatullah Alpurbanta, yang didukung oleh PosDai, Laznas BMH, dan BKM Muhammad Cheng Hoo.
Acara ini dirancang untuk membuka kesadaran, menggali lebih dalam tanggung jawab yang dimiliki setiap manusia sebagai pribadi muslim dalam membangun akhlak yang baik. Kegiatan ini tak sekedar interaksi antar insani pemburu berkah Ilahi, tetapi menjadi jembatan antara jiwa-jiwa yang rindu akan pencerahan.
Untaian Renungan
Malam itu, para santri dan orangtua yang datang dari berbagai latar belakang, mengikuti muhasabah dengan hikmat. Mereka duduk bersimpuh di lantai masjid, mendengarkan dengan hati terbuka ketika Ustaz Syukron Nasution, Ketua PosDai Sumatera Utara, mulai memberikan tausiyah.
Suaranya yang lembut, namun tegas, bergema di dalam ruangan. Setiap kata yang keluar dari bibirnya bagai untaian doa yang melantun ke angkasa, membimbing setiap santri dan orang tua untuk melihat ke dalam diri.
“Ibu, Bapak, anak-anakku sekalian,” ucap Ustaz Syukron, “Pernahkah kita merenung sejenak, seberapa besar peran yang telah kita ambil dalam hidup ini? Pernahkah kita merasa bahwa tanggung jawab yang ada pada diri kita adalah amanah yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya?”
Pertanyaan yang sederhana, namun menggetarkan hati. Dalam suasana malam yang dingin, para peserta seakan ditarik masuk ke dalam pusaran perenungan yang mendalam.
Para peserta diajak memikirkan perannya sebagai anak, sebagai orang tua, sebagai anggota masyarakat, dan juga sebagai seorang muslim yang diamantakan tugas kekhalifahan di pundaknya. Apa yang telah dilakukan untuk membangun akhlak yang baik? Apa yang telah mereka wariskan untuk generasi selanjutnya?
Setiap orang terdiam, merenung. Ketenangan masjid yang diselimuti kabut tipis, menjadi saksi betapa pentingnya perenungan malam itu. Ustaz Syukron lantas mengingatkan betapa iman, peran dakwah, dan akhlak adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Iman menjadi pondasi, dakwah sebagai manifestasi, sementara akhlak adalah wujud nyata dari keimanan itu sendiri.
Sarana Pererat Silaturrahim
Di sisi lain, Ustaz Malidin Junus Bancin, salah satu pengasuh yang mendampingi para peserta, menambahkan bahwa acara ini tidak hanya sekadar muhasabah diri, tetapi juga menjadi sarana untuk mempererat silaturahmi antara santri, orang tua, dan pihak pesantren.
“Kami berharap,” ucapnya, “bahwa kegiatan ini memberikan kesan mendalam, terutama melalui pelaksanaan shalat tahajjud bersama, sehingga membangun semangat untuk menjadi anak yang saleh dan salehah.”
Tahajjud, shalat yang dilakukan di tengah malam, menjadi momen puncak dalam acara ini. Saat para santri dan orang tua bersujud bersama dalam keheningan malam, hanya suara desir angin yang menemani. Sholat tahajjud bukan hanya ritual fisik, melainkan panggilan spiritual yang menuntun hati-hati yang hadir malam itu ke kedalaman jiwa.
Setiap gerakan dalam sholat, setiap lantunan doa, terasa begitu khusyuk. Udara dingin yang menusuk tidak mampu mengalahkan kehangatan yang tercipta dari kebersamaan mereka.
Di tengah malam yang sunyi itu, mereka menghadap Sang Pencipta dengan segala harapan dan doa yang membuncah dalam hati. Tak ada yang lebih indah selain menyaksikan hubungan yang terjalin antara manusia dan Tuhannya dalam suasana hening seperti itu.
Tak hanya berhenti pada perenungan pribadi dan ikatan keluarga, acara muhasabah ini juga mengajarkan tentang kepedulian terhadap sesama. Di akhir acara, Ustaz Malidin mengumumkan bahwa akan diadakan penggalangan donasi untuk saudara-saudara mereka di Masjidil Aqsha dan Gaza, Palestina.
Palestina, tanah yang selalu bergolak, tanah yang dipenuhi oleh kisah penderitaan namun juga keteguhan iman, menjadi bagian penting dalam hati umat Islam di seluruh dunia.
Malam itu, meskipun tangan-tangan mereka dingin, semangat mereka tetap hangat. Donasi mulai terkumpul, dari orang tua, dari santri, dan dari semua yang hadir. Ini bukan sekadar pemberian materi, melainkan wujud solidaritas, wujud kepedulian terhadap sesama umat manusia yang tengah diuji dalam ujian kemanusiaan yang berat.
“Donasi yang terkumpul akan kami serahkan melalui BMH Sumatera Utara,” kata Ustaz Malidin. Senyumnya lembut, tetapi ada getaran di dalamnya. Getaran yang menunjukkan betapa pentingnya empati dan tindakan nyata untuk membantu sesama, terutama dalam situasi yang penuh tantangan seperti di Gaza.
Malam muhasabah itu meninggalkan kesan mendalam bagi setiap orang yang hadir sebagai sebuah perjalanan spiritual yang menuntun untuk kembali mengingat hakikat hidup.
Demikian pula, para orang tua yang hadir malam itu, ketika mereka pulang ke rumah masing-masing, membawa sebuah pesan yang lebih besar dari sekadar pengalaman. Mereka membawa pulang pemahaman yang lebih kuat tentang pentingnya menanamkan akhlak mulia kepada anak-anak mereka. Sebab, dalam dunia yang semakin kompleks ini, akhlak yang baik menjadi kunci untuk menghadapi segala tantangan.
Bagi para santri, malam muhasabah itu menjadi momen untuk menyelami lebih dalam peran mereka sebagai generasi penerus. Diharapkan makin tumbuh kesadaran bahwa menjadi anak yang saleh dan salehah bukan hanya tentang rajin beribadah, tetapi juga tentang bagaimana mereka berakhlak dalam kehidupan sehari-hari.
Di kaki Gunung Sibayak, di Masjid Muhammad Cheng Hoo yang megah, kegiatab muhasabah ini diharapkan mengukir kenangan yang takkan terlupakan. Kenangan yang akan terus mereka bawa dalam perjalanan hidup mereka, sebagai pengingat bahwa di tengah tantangan dunia, hanya dengan akhlak yang baik dan iman yang kuat, hidup ini akan menemukan arahnya.*/Lukman Thalib