MENDESAIN sebuah organisasi bukan masalah sederhana, yang seolah-olah datang dari langit, sebab realitasnya membutuhkan upaya yang serius, kompleks, dan sistematis. Apalagi di era yang penuh dinamika dan perubahan, maka organisasi, termasuk organisasi Islam, dihadapkan pada berbagai tantangan.
Untuk tetap relevan dan kompetitif, organisasi perlu beradaptasi dan bertransformasi. Dalam konteks ini, design thinking menjadi pendekatan yang krusial untuk merancang desain organisasi yang efektif, modern, dan berkelanjutan.
Design thinking adalah pendekatan inovatif yang mengutamakan pemahaman mendalam terhadap kebutuhan pengguna atau pelanggan sebelum menciptakan solusi. Sehingga, design thinking bukan sekadar tren, melainkan metodologi berpusat pada manusia yang membantu organisasi untuk memahami kebutuhan, permasalahan, dan aspirasi para pemangku kepentingan.
Dalam konteks organisasi modern, design thinking adalah proses berpikir yang mengutamakan empati, ideasi, dan eksperimen untuk memecahkan masalah dan menciptakan inovasi. Ini melibatkan lima tahap utama: emphathize (berempati), define (menyusun masalah), ideate (menghasilkan ide), prototype (membuat prototipe), dan test (mengujicobakan).
Empati di sini berarti memahami secara mendalam kebutuhan dan perspektif dari semua pemangku kepentingan, baik itu karyawan, pelanggan, atau mitra bisnis. Tahap definisi membantu mengidentifikasi masalah inti yang perlu dipecahkan. Ideasi mengajak tim untuk berpikir kreatif dan mencari berbagai solusi potensial. Prototipe adalah tentang membuat model awal dari solusi tersebut, dan pengujian adalah untuk mendapatkan umpan balik dan melakukan iterasi untuk penyempurnaan.
Mengapa Design Thinking Penting dalam Desain Organisasi?
Sebelum merancang struktur, proses, dan budaya organisasi, penting untuk memahami konteks dan kebutuhan organisasi. Sehngga keberadaan design thinking menjadi sangat penting sebelum menyusun desain organisasi? Berikut beberapa alasan utama:
Pertama, Berpusat pada Manusia: Design thinking memastikan bahwa desain organisasi didasarkan pada kebutuhan dan pengalaman nyata manusia, baik itu karyawan maupun pelanggan. Hal ini menciptakan lingkungan kerja yang lebih memotivasi dan mendukung produktivitas.
Kedua, Inovasi dan Adaptabilitas: Dengan fokus pada eksplorasi ide-ide baru dan iterasi cepat, design thinking mendorong inovasi dan membantu organisasi untuk lebih adaptif terhadap perubahan pasar dan teknologi.
Ketiga, Kolaborasi dan Partisipasi: Design thinking melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam proses perancangan, meningkatkan kolaborasi dan rasa kepemilikan terhadap solusi yang dihasilkan.
Keempat, Pengambilan Keputusan Berbasis Data: Melalui pengujian dan umpan balik terus-menerus, design thinking membantu organisasi membuat keputusan yang lebih tepat dan didukung oleh data.
Kelima, Memahami pengguna: Design thinking membantu organisasi untuk memahami kebutuhan, keinginan, dan perilaku stakeholders, termasuk anggota, pelanggan, dan mitra, secara lebih detail untuk memberikan memberikan solusi yang inovatif.
Keenam, Membangun prototipe dan menguji: Dalam berbagai hal, maka keberadaan design thinking menekankan pada pembuatan prototipe dan pengujian solusi secara iteratif untuk memastikan solusi tersebut benar-benar berfungsi dan memenuhi kebutuhan pengguna.
Ketujuh, Mempercepat proses desain: Dengan melihat berbagai aspek yang cukup kompleks, maka design thinking membantu organisasi untuk merancang dan mengimplementasikan solusi dengan lebih cepat dan efisien.
Implementasi Design Thinking dalam Organisasi Islam
Dalam perspektif organisasi Islam, design thinking juga dapat diimplementasikan dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan ajaran Islam yang menjadi jatidirti dari organisasi tersebut, untuk menghasilkan desain organisasi yang komprehensif, modern, relevan, dan berkelanjutan.
Pertama, Empati Berbasis Kasih Sayang (Rahmah): Dalam Islam, empati adalah nilai yang sangat dijunjung tinggi. Implementasi design thinking dalam organisasi Islam harus dimulai dengan memahami kebutuhan dan perasaan karyawan serta pemangku kepentingan lainnya, sesuai dengan prinsip rahmah.
Kedua, Adil dan Transparan (Adl dan Shura): Proses definisi masalah dan ideasi harus dilakukan secara adil dan transparan. Prinsip shura (musyawarah) dalam Islam mengajarkan pentingnya konsultasi dan partisipasi seluruh anggota dalam pengambilan keputusan.
Ketiga, Inovasi yang Beretika (Ijtihad): Islam mendorong ijtihad, yaitu usaha inovatif untuk menemukan solusi baru, selama tetap dalam batas-batas etika dan syariat. Ideasi dalam design thinking harus mempertimbangkan nilai-nilai etika dan moral dalam Islam.
Keempat, Prototipe dan Pengujian Berkelanjutan (Istiqamah): Islam mengajarkan istiqamah atau konsistensi dalam melakukan perbaikan. Prototipe yang dihasilkan harus terus diuji dan diperbaiki untuk memastikan keberlanjutan dan relevansi solusi yang dihasilkan.
Kelima, Manfaat bagi Seluruh Umat (Maslahah): Tujuan akhir dari desain organisasi dalam perspektif Islam adalah mencapai maslahah, yaitu manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh umat. Solusi yang dihasilkan harus mempertimbangkan kesejahteraan semua pihak yang terlibat.
Keenam, Meningkatkan komunikasi dan engagement: Design thinking dapat membantu organisasi Islam untuk membangun komunikasi yang lebih efektif dengan stakeholders dan meningkatkan engagement dengan komunitas.
Ketujuh, Merancang struktur organisasi: Penerapan design thinking yang tepat dapat membantu organisasi Islam untuk merancang struktur organisasi yang fleksibel dan adaptif terhadap perubahan.
Penerapan design thinking dalam organisasi
Dalam pesrpektif organisasi apapun juga, termasuk organisasi Islam, maka ketika menerapkan design thinking sebagai framework (kerangka kerjanya), maka akan didapatkan sejumlah keunggulan yang tidak diperoleh jika tidak menggunakan kerangka ini. Dengan penerapan yang tepat, maka organisasi Islam setidaknya akan mendapatkan keunggulan sebagai berikut :
Pertama, Desain organisasi yang komprehensif: Design thinking membantu organisasi Islam untuk mempertimbangkan semua aspek organisasi, dari struktur dan proses hingga budaya dan kepemimpinan.
Kedua, Desain organisasi yang modern: Design thinking membantu organisasi Islam untuk tetap relevan dengan tren dan kebutuhan zaman, akan tetapi tidak tercerabut dan tetap berpegang teguh dengan identitas (jatidirinya).
Ketiga, Desain organisasi yang relevan: Design thinking membantu organisasi Islam untuk fokus pada kebutuhan dan keinginan stakeholders, sehingga struktur yang dibangun berdasarkan pada keahlian orang-orang dalam struktur dengan mengedepankan meritokkrtasi, bukan faktor like or dislike atau akomodatif.
Keempat Desain organisasi yang berkelanjutan: Design thinking membantu organisasi Islam untuk membangun organisasi yang tangguh dan unggul dimasa sekarang, serta mampu menghadapi perubahan di masa depan.
Penutup
Mengintegrasikan design thinking dalam proses penyusunan desain organisasi menawarkan pendekatan yang inovatif, kolaboratif, dan berpusat pada manusia. Dalam konteks organisasi Islam, penerapan design thinking harus diselaraskan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam untuk memastikan desain organisasi yang tidak hanya efektif dan efisien tetapi juga adil, beretika, dan bermanfaat bagi semua.
Dengan menerapkan design thinking sebagai metodologi yang powerful, akan membantu dalam merancang desain organisasi yang efektif, modern, relevan dan berkelanjutan. Sehingga organisasi Islam dapat membangun organisasi yang mampu menjawab tantangan zaman dan memberikan manfaat bagi umat Islam dan masyarakat secara keseluruhan.[]
*) ASIH SUBAGYO, penulis peneliti senior Hidayatullah Institute (HI)