
JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Ketua Bidang Dakwah dan Pelayanan Ummat (Dakwah Yanmat) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Nursyamsa Hadis, mengatakan dalam perjalanan hidup, ada panggilan suci yang tidak bisa diabaikan, yaitu dakwah.
Sebagai sebuah amanah dari Allah, dakwah merupakan bagian dari keimanan yang melekat dalam jiwa seorang muslim. Dia menegaskan bahwa peran dai merupakan manifestasi dari firman Allah dalam Al-Qur’an, Surah Ali ‘Imran ayat 110.
“Kuntum khaira ummatin ukhrijat lin-naasi ta’murụna bil-ma’ruufi wa tan-hauna ‘anil-mungkari wa tu’minuuna billaah,” kutipnya, saat mengisi acara Upgrading Nasional dan Penugasan 1000 Dai Ramadhan 1446 Hijriyah yang digelar secara hybrid dari Pusat Dakwah Hidayatullah Jakarta, beberapa waktu lalu ditulis Senin, 3 Ramadhan 1446 (3/3/2025).
Ayat ini, jelas dia, menegaskan bahwa umat Islam adalah yang terbaik, dengan syarat mereka menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Namun, lanjutnya, keutamaan ini bukanlah hak yang diberikan tanpa usaha, melainkan harus diwujudkan melalui dakwah yang konsisten dan penuh determinasi.
Dakwah Manifestasi Keimanan
Lebih jauh Nursyamsa memaparkan, seorang dai tidak hanya membutuhkan kecerdasan atau kefasihan berbicara, tetapi yang lebih utama adalah memiliki keimanan yang kuat.
Keimanan ini menjadi pondasi yang memastikan dakwah dilakukan bukan karena kepentingan duniawi, melainkan sebagai wujud kecintaan kepada Allah dan tanggung jawab sebagai seorang muslim.
“Seorang dai harus punya determinasi, di antara kriteria terpenting dai adalah harus punya keimanan. Artinya, dia menjalani dakwah karena iman yang hadir secara jiwa,” katanya.
Nursyamsa menjelaskan, keimanan yang kokoh menjadi sumber daya utama bagi seorang dai dalam menghadapi berbagai tantangan. Hal ini sejalan dengan mahfuzhat Ibn Qayyim al-Jauziyah yang menekankan bahwa keimanan harus tercermin dalam amal perbuatan.
“Dakwah yang dilakukan dengan ketulusan dan keyakinan akan lebih menyentuh hati dan memberikan dampak yang lebih besar bagi masyarakat,” imbuhnya.
Dia menekankan bahwa dakwah bukanlah jalan yang selalu mudah. Tantangan dan ujian adalah bagian yang tidak terpisahkan dari perjalanan seorang dai.
Menurut Nursyamsa, ujian dalam berdakwah bisa datang dalam berbagai bentuk, baik dalam bentuk penolakan, tekanan sosial, maupun hambatan lainnya. Namun, seorang dai sejati tidak boleh surut karena rintangan tersebut.
“Tidak mungkin ada dakwah yang tidak ada tantangannya. Maka, jangan pernah menolak untuk memenuhi panggilan dakwah,” katanya.
Lebih jauh lagi, ia menegaskan bahwa dakwah seharusnya tidak didorong oleh kepentingan materi. Ia mengingatkan bahwa ilmu dan dakwah harus dilakukan dengan penuh keikhlasan.
“Jangan termotivasi dengan amplop. Dakwah hanya menuntut kita untuk berusaha dan bergerak sesuai dengan kapasitas kita masing-masing,” katanya.
Sukses dalam hidup seringkali diukur dengan pencapaian materi dan status sosial. Namun, tegas Nursyamsa, bagi seorang dai, keberhasilan bukanlah sekadar pengakuan atau penghargaan duniawi, melainkan kebahagiaan dalam menjalankan tugas yang diamanahkan Allah.
“Sukses itu adalah ketika berbahagia menjalani peran-peran kita dalam kehidupan, termasuk melakoni tugas sebagai dai di jalan Allah, daiyan ilallah,” katanya mengingatkan.
Kebahagiaan sejati dalam hidup, menurut Nursyamsa Hadis, terletak pada ketenangan hati dalam menjalankan peran yang diberikan oleh Allah.
Dalam pada itu, seorang dai tidak boleh terbebani oleh hasil dakwahnya, karena hidayah adalah hak prerogatif Allah. Seorang dai hanya berkewajiban untuk menyampaikan dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan.
“Hidup ini indah, indah bagi orang-orang beriman, karena kita tinggal menjalani, hasilnya kita serahkan kepada Allah Ta’ala,” tandasnya seraya membuka acara hibrida yang diikuti peserta dari berbagai titik di Indonesia itu. (ybh/hidayatullah.or.id)