
BALIKPAPAN (Hidayatullah.or.id) — Kemandirian pesantren bukan lagi sekadar cita-cita. Di Balikpapan, langkah nyata mulai terwujud lewat kolaborasi antara Lembaga Amil Zakat Nasional Baitulmaal Hidayatullah (Laznas BMH) Kalimantan Timur dan Pesantren Tahfidz Ahlussuffah.
Dengan menjadikan Hidayatullah Farm, yang berlokasi di Desa Gunung Binjai, Kelurahan Teritip, Balikpapan Timur, sebagai pusat kegiatan, program pemberdayaan ekonomi ini mendorong para santri dan ustadz untuk terlibat langsung dalam usaha peternakan sapi dan domba. Di sinilah titik temu antara nilai-nilai keagamaan dan semangat kewirausahaan mulai terbangun.
Beberapa waktu lalu, tim Laznas BMH melakukan peninjauan langsung ke lokasi. Di sana tampak geliat baru berupa lahan yang sebelumnya hanya menjadi tempat belajar kini hidup sebagai sentra ekonomi produktif. Energi para santri dan pembimbingnya terasa mengalir dari semangat baru: kemandirian yang tumbuh dari kerja nyata.
“Program ini tidak hanya tentang hasil ternak. Tapi lebih jauh, kami ingin menjadikan peternakan sebagai sumber penghasilan bagi pesantren. Sekaligus tempat belajar kewirausahaan bagi para santri,” ujar Achmad Rifai, Kepala Divisi Pemberdayaan BMH Kaltim, seperti dalam keterangannya diterima media ini, Senin, 28 Dzulqa’dah 1446 (26/5/2025).
Program ini tidak hanya bersifat pragmatis, tetapi juga transformatif. Tujuannya bukan sekadar memenuhi kebutuhan daging, terutama menjelang Idul Adha, melainkan menanamkan nilai-nilai kepemimpinan, tanggung jawab, dan kemandirian. Santri dilibatkan dari hulu ke hilir dari merawat hewan ternak hingga memahami dinamika pasar dan manajemen usaha.
Ustadz Najib, Kepala Peternakan Hidayatullah Farm, menambahkan semangat positif terhadap keberlangsungan program ini.
“Kami sangat bersyukur atas dukungan BMH. Ini membuka sumber ekonomi baru bagi pesantren dan menjadi sarana belajar yang nyata bagi santri. Semoga bisa terus berkembang dan menjadi program berkelanjutan,” katanya.

Lokasi peternakan yang berada dalam kompleks pesantren dinilai strategis, baik secara lingkungan maupun secara sosial. Kedekatannya dengan para pelaku utama—santri dan guru—membuat proses pembelajaran berlangsung organik dan berkelanjutan.
Di sisi lain, komitmen kuat dari pengelola menjadi modal penting dalam memastikan kesinambungan usaha ini.
Lebih dari sekadar aktivitas ekonomi, inisiatif ini merupakan bukti bahwa pesantren tidak hanya tempat mencetak hafidz Qur’an, tetapi juga calon pemimpin yang tangguh secara spiritual dan mandiri secara ekonomi.
Dengan pendekatan holistik ini, diharapkan pesantren bukan hanya menjawab tantangan zaman, tetapi juga memberi arah baru bagi pemberdayaan umat secara berkelanjutan.*/