Oleh Dr Abdurrahim*
MUSYAWARAH Nasional (Munas) IV Hidayatullah baru saja berlalu. Hiruk-pikuk, kemeriahan, juga atmosfir kesyahduan yang melingkupinya menyisakan memori dan kesan yang mendalam bagi para santri dan kader-kader ormas Islam Hidayatullah.
Atmosfir kesyahduan kian terasa karena seluruh penyelenggaraan acara musyawarah nasional tersebut dilaksanakan di masjid, sehingga suasana batin para peserta munas adalah suasana ibadah. Jauh dari hiruk-pikuk negatif seperti sikut menyikut diantara masing-masing kubu yang memiliki tendensi dan kepentingan tertentu terhadap kekuasaan, sebagaimana yang sering terjadi pada penyelenggaraan musyawarah nasional institusi tertentu lainnya.
Kesan mendalam juga dapat dirasakan oleh peserta Munas yang berdatangan dari seluruh penjuru Nusantara karena pelaksanaan munas dilakukan di pusat sejarah Hidayatullah; Gunung Tembak Balikpapan.
Gunung Tembak menjadi nama yang melegenda di sanubari para kader Hidayatullah seperti yang pernah dipidatokan oleh Allahuyarham Abdullah Said ketika itu, bahwa dari Gunung Tembak ini akan ditembakkan kader-kader Islam yang digembleng di Hidayatullah ke seluruh penjuru Nusantara.
Kehadiran para kader Hidayatullah ke Gunung Tembak, menjadi oase yang menyejukkan di tengah lelah dan penat para kader berjibaku dalam baktinya untuk nusantara menjadi pendidik dan mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru, pelosok, dan daerah terluar Republik Indonesia.
Sehingga, wajar adanya, munas kali ini tidak sekedar ajang suksesi kepemimpinan baru di ormas Hidayatullah, tapi menjadi media temu-kangen, mengeratkan ikatan silaturrahim antar kader.
Dan, yang tidak kalah penting ada recharging spirit perjuangan Islam melalui taushiyah-taushiyah menyentuh dari Pimpinan Umum Hidayatullah, serta salat tahajjud bersama yang dipimpin langsung oleh beliau.
Poin penting pertama dari munas Hidayatullah kali ini adalah suksesi kepemimpinan Hidayatullah. Suksesi kepemimpinan adalah pada level manapun, apalagi dalam dunia politik adalah persoalan yang krusial, di mana terkadang menimbulkan konflik berlarut-larut yang tak berujung, dan tak kunjung usai. Bahkan ditengah konflik itu terkadang menimbulkan pertumpahan darah dan bencana kemanusiaan, sebagaimana konflik politik atas suksesi kepemimpinan di Timur Tengah saat ini.
Oleh karena itu, proses suksesi kepemimpinan pada level manapun juga dapat menimbulkan kerawanan sosial, dan potensi-potensi konflik laten lainnya. Ketika menengok ke dalam sejarah Islam pun kita dapat menemukan bahwa tidak sedikit terjadi konflik dan pertumpahan darah sesama kaum muslimin yang disebabkan oleh suksesi kepemimpinan.
Munas Hidayatullah kali ini mengalami sukses besar karena proses suksesi kepemimpinan berjalan mulus tanpa ada hambatan dan riak-riak politis tertentu.
Hal tersebut terjadi karena Hidayatullah sedari awal didirikan dalam format pesantren dan organisasi sosial menisbatkan diri sebagai organisasi keumatan milik umat dan bukan miliki pribadi dan keluarga tertentu.
Ketika memproklamirkan diri sebagai ormas pun demikian, sehingga Hidayatullah adalah representasi dari umat, dan orang-orang di dalamnya menyatu bersama umat untuk membangun kembali peradaban Islam sebagai visi besar Hidayatullah. Euphoria suksesi yang dibangun pun adalah upaya mencontoh sistem kepemimpinan Islam, yaitu dengan prinsip syura’.
Karena itu dalam munas Hidayatullah kali ini menjadikan sesepuh Hidayatullah sebagai Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) untuk memilih pucuk pimpinan pengurus pusat Hidayatullah. Dari proses suksesi ini, sebuah proses langkah maju dan upaya untuk memegang teguh prinsip sistem kepemimpinan Islam telah dilakukan.
Poin penting kedua dari penyelenggaraan munas kali ini adalah kaderisasi, dalam artian Hidayatullah sebagai organisasi massa Islam berbasis kader telah menunjukkan eksistensinya sebagai organisasi yang menitik beratkan pada upaya mencetak kader-kader dakwah Islam yang tangguh untuk ditempatkan di medan-medan dakwah Islamiah di seluruh Indonesia.
Hal tersebut terlihat dari peserta munas yang hadir, di mana rata-rata mereka adalah para kader Hidayatullah yang telah melalui proses penggemblengan di pusat-pusat perkaderan Hidayatullah di Balikpapan, Surabaya, Jakarta, dan Batam. Sekalipun demikian, ada pula yang melalui proses perkaderan secara informal pada cabang-cabang Hidayatullah yang ada.
Dari proses ini, terlihat bahwa Hidayatullah sebagai ormas menjadikan perkaderan sebagai basis pengembangan dan ekspansi secara kelembagaan.
Salah satu ciri khas dari kader Muslim di Hidayatullah adalah memiliki militansi yang tinggi untuk mendakwahkan Islam dan tidak terpengaruh oleh situasi dan keadaan ekstrim tertentu di daerah, karena memiliki keyakinan Ilahiah yang sangat tinggi dalam berdakwah.
Keyakinan tersebut bertumbuh dan semakin kuat, karena kencangnya mujahadah dan ibadah para santri sehingga menumbuhkan spiritualitas pada diri pribadi para santri, atau yang sering disebut dengan “spirit al-Muzammil”. Yakni proses internalisasi spiritual ke dalam diri para santri melalui ibadah yang tekun seperti salat berjamaah, salat tahajjud, baca quran, dzikrullah, dan lain-lain.
Proses kaderisasi di Hidayatullah juga tidak dapat dilepaskan dari peran besar basis ideologi yang mendasarinya, yakni pembacaan secara ideologis terhadap al-Quran dengan pendekatan metode “sistematika wahyu”.
Kekuatan kaderisasi yang didukung oleh infrastruktur lingkungan dan suprastruktur ideologis yang memadai, membuat Hidayatullah mengalami akselerasi dan peningkatan yang cepat secara organisatoris.
Sebagaimana ditegaskan oleh Wapres Jusuf Kalla dalam pembukaan Munas IV Hidayatullah (7/11/2015), bahwa Hidayatullah satu-satunya organisasi massa Islam lokal kedaerahan yang bergerak dari pinggir, dan mengalami lompatan kemajuan yang paling cepat secara organisatoris, ketimbang organisasi-organisasi massa lokal kedaerahan lainnya.
Terbukti dengan menyebarnya ormas Hidayatullah ke seluruh penjuru Nusantara dengan membawa semangat dakwah yang Rahmatan Lil Aalamin, sehingga mudah diterima oleh masyarakat dan turut menjadi perekat keutuhan berbangsa dan bernegara.
Point penting lainnya adalah proses regenerasi. Dari Munas yang telah dilangsungkan, Ahlul Halli Wal Aqdi Hidayatullah bersepakat untuk memilih dan mengangkat salah satu kader tulen Hidayatullah, Ustadz Nashirul Haq.
Beliau adalah jebolan pengkaderan di Gunung Tembak, Balikpapan, dan berkuliah di kota Nabi (Jamiah Islamiyah Madinah). Beliau kemudian meningkatkan kapasitas intelektual dan keulamaannya dengan menempuh jenjang Magsiter di Universitas Kebangsaan Malaysia dan kini beliau sedang dalam proses menyelesaikan program doktoralnya di Internasional Islamic University Malaysia (IIUM).
Dari proses ini terjadi proses alih generasi atau regenerasi yang sukses untuk mendukung suksesi kepemimpinan Hidayatullah. Selain itu juga terlihat proses yang dinamis dan alamiah dalam proses regenerasi tersebut.
Era baru kepemimpinan Hidayatullah yang dipimpin oleh kader muda dengan kualitas yang mumpuni menandakan proses regenerasi telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan para sesepuh dan pendiri Hidayatullah.
Proses regenerasi yang terlihat dalam munas kali ini diharapkan tidak hanya terjadi top level kepemimpinan hidayatullah, akan tetapi pasca munas, pada kegiatan keorganisasian dan keormasan seperti musyawarah wilayah, musyawarah daerah.
Juga memperlihatkan alih generasi dan pengalihan tongkat estafeta kepemimpinan Hidayatullah kepada kader-kader muda Hidayatullah, yang tentunya menjadi motor perubahan ormas Hidayatullah ke arah yang lebih baik dan spektakuler.Karena melalui para pemuda Hidayatullah yang memiliki semangat, progresivitas, dan idealisme, masa depan Hidayatullah dipertaruhkan.
Bayangan dan visi kebangkitan Islam dan terbangunnya peradaban Islam yang salah satunya akan dimotori oleh Hidayatullah pada masa-masa mendatang, semakin jelas dan terang benderang, setelah melihat kader-kader Hidayatullah yang telah bertebaran di negara-negara seperti Arab Saudi, Sudan, Mesir, dan Turki untuk menuntut ilmu-ilmu Syar’i.
Sehingga visi besar ormas Hidayatullah pada tahun 2020 nanti, yaitu Berjamaah, Bersyariah, Maju, Sejahtera dan Bermartabat akan tercapai dengan mudah, berkat hidayah dan quwwah ilahiah yang dianugerahkan Allah SWT kepada kita semua, Amiin Ya Mujibassaailii. Wallahu A’lam Bishawwwab.*
________
*) DR ABDURRAHIM, penulis adalah Ketua STIS Hidayatullah. Pria peminat tema sosial dan sejarah ini merupakan salah satu alumni Madrasah Aliyah Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan.