BEKASI (Hidayatullah.or.id) — Pondok Pesantren Tahfidz Al Qur’an Hidayatullah Pebayuran menggelar wisuda hafidz Al Qur’an 30 juz untuk 6 santri yang telah menyelesaikan hafalan bil ghoib berlangsung di komplek pesantren yang berlokasi di Masjid Al Birr, Kampung Bakung Kidul, Desa Karangpatri, Kecamatan Pebayuran Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu, 17 Ramadhan 1444 (8/4/2023).
Keenam santri yang diwisuda tersebut adalah Azhar Fathan Mubin, Haidar Mamduh, Ahmad Yasin Al Faqih, Rifqi Ansori, Rijalul Haq, dan Mukhlish Arrasyid.
Kegiatan ini dirangkai dengan Musabaqoh Hifdzil Qur’an ke 3 yang dilaksanakan rutin oleh pesantren ini tiap bulan Ramadhan.
Mengawali pembukaan wisuda, Ust. Dirlis Karyadi Al Hafidz, menyampaikan ucapan terimakasih kepada para santri, guru, dan pengurus atas mujahadahnya.
Perintis Pondok Pesantren Tahfidz Al Qur’an Hidayatullah Kampung Bakung Kidul yang biasa dipanggil Abah oleh para santri dan keluarga besar pesantren ini dan juga menyampaikan terimakasih kepada para wali santri serta para donatur khususnya dari Yayasan Islam Rabbani Cluster Cherryville, Perumahan Grand Wisata Bekasi, atas dukungannya selama ini.
“Terimakasih atas segala dukungan sehingga seluruh kegiatan pesantren berjalan dengan baik,” kata Ust. Karyadi.
Ust. Karyadi menyampaikan, visi Pesantren Hidayatullah Pebayuran adalah mendidik penghafal Al-Qur’an yang berkualitas dan berakhlak mulia.
“Kita hadirkan Syaikh Faris Al Badr Al Yamani untuk mengajar di tempat kita, dan kita selenggarakan kegiatan musabaqoh ini adalah upaya untuk mewujudkan visi tersebut,” katanya menandaskan.
Disamping kegiatan wisuda dan musabaqoh, pada kesempatan ini diselenggarakan pula ujian hafalan kitab tajwid matan Thuhfatul Athfal dan Matan Al Jazari. Pada momen istimewa ini, ada 12 santri yang berhasil lulus dan mendapat sanad dari Syaikh Faris Al Badr Al Yamani.
Dalam sambutannya yang disampaikan dengan bahasa Arab, Syaikh Dr Faris Al Badr Al Yamani menasehati khusus para santri yang telah menyelesaikan hafalan 30 juz agar selalu menjaga shalat jamaah, qiyamullail, dan menghiasi diri dengan akhlak Qur’ani.
“Perbedaan para huffadz dengan Rasullullah adalah dalam proses menerima Al Qur’an itu. Kalau Rasullullah menerima Al Qur’an melalui malaikat Jibril, kalau para huffadz melalui proses menghafal. Tetapi kita dihadapan Al Qur’an semua sama. Karena itu kita punya kewajiban yang sama untuk mengamalkannya,” kata Syaikh Faris yang tiap pekan hadir untuk mengajar di Pesantren Hidayatullah Pebayuran ini.
Buah dari Mujahadah
Acara wisuda dan musabaqoh hifdzil Qur’an ke 3 di Pesantren Tahfizh Al Qur’an Hidayatullah Bekasi ini juga dihadiri oleh Wakil Sekretaris Jenderal DPP Hidayatullah Ust. Dr. Paryadi Abdul Ghofar Hadi.
Pada kesempatan tersebut ia didapuk mewakili orang tua santri menyampaikan sambutan. Ia menyampaikan terimakasih kepada para pengelola pondok atas mujahadahnya mendidik anak-anak yang sesungguhnya menjadi kewajiban orang tua masing-masing.
“Tapi karena satu dan lain hal diperbolehkan oleh agama untuk menitipkan proses pendidikan anak itu kepada guru atau lembaga yang dipercaya,” katanya.
Ust. Ghofar mengingatkan pentingnya memaksimalkan medsos sebagai media dakwah di zaman ini. Jangan sampai medsos lebih banyak dikuasai oleh media sesat, karena orang-orang baik dan kegiatan baik tidak diekspose.
Menurutnya, Pesantren Hidayatullah Pebayuran memiliki kegiatan dakwah yang banyak, digerakkan oleh para santri berkualitas, lalu ada Syaikh Faris yang mengajar di sini, termasuk kegiatan wisuda dan musabaqoh ini, tetapi sayangnya terlalu ‘tawadhu’ kurang diekspose oleh panitia.
“Mungkin karena keterbatasan dana, sumber daya insani atau skill lainnya. Maka para donatur yang hadir mohon bantuannya untuk mensupport kegiatan pesantren ini agar diketahui oleh ummat dan dirasakan manfaatnya oleh banyak pihak,” katanya.
Lulusan salah satu pesantren tertua Pondok Pesantren Hidayatut Thullab (Pondok Tengah) Trenggalek ini juga menasehati para huffadz khususnya agar setelah selesai menghafal dilanjutkan untuk memahami kandungannya, mempelajari tafsirnya, mengamalkan isinya, dan mendakwahkannya.
Hal tersebut kata dia harus dikuatkan sebab ada fenomena yang terjadi dimana tidak sedikit penghafal Al Quran malas muraajaah, mungkin diantara penyebabnya menurut Ust. Ghofar adalah karena tidak memahami isinya sehingga belum tumbuh cinta terhadap Al Qur’an.
“Akhirnya mendapat gelar yang seharusnya tidak perlu yaitu mantan penghafal Al-Qur’an atau pernah hafidz. Saya berharap gelar itu tidak terjadi pada alumni Pesantren Hidayatullah Pebayuran Bekasi ini,” demikian imbuhnya.*/Abu Qorry