BALIKPAPAN (Hidayatullah.or.id) — Secara rutin mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Hidayatullah, Balikpapan, Kalimantan Timur, mendapatkan beragam materi pengetahuan berbagai disiplin ilmu dari ahli atau pakar yang diundang khusus.
Kali ini mahasiswi STIS Hidayatullah kembali mendapatkan materi penting tentang psikologi parenting dalam format acara talkshow yang diisi oleh psikolog Hj. Drs. Dhina Kadarsan, S.Psi dengan tema “Mengubah Emosi dalam Keluarga Menjadi Energi Positif” digelar di Aula STIS Putri (13/7/2019).
Dalam pemaparannya, Dhina Kadarsan yang juga konsultan ini, mengatakan bahwa emosi berkaitan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dirasakan oleh siapa saja baik dari anak-anak sampai orang dewasa.
“Allah menciptakan semuanya dengan kebaikan. Jadi kecacatan dan ketidakmampuan dalam mengelolanya pada dasarnya karena manusia sendiri yang membuatnya. Seseorang mengubah dan menilainya maka itu bisa menjadi positif dan negatif,” kata Dhina.
Dhina menyebutkan, ada dua hal yang perlu dipahami dalam mekanisme kepribadian manusia yaitu pertumbuhan fisik dan perkembangan emosi. Terkait unsur perkembangan emosi, kata Dhina, dulu orang mengatakan yang terpenting itu adalah perkembangan kognisi dengan emblem anak saya hebat anak saya peringkat satu.
“Pada saat itu mungkin paradigma tersebut benar. Tapi ketika mengarah ke masa sekarang. Ada orang pintar tapi tidak ada akhlaknya. Namun ada seseorang yang kata-katanya sangat nyaman didengar. Dan semua orang nyaman dibuatnya. Sungguh canggih. Begitulah juga dakwah. Dakwah yang paling utama di rumah. Bagaimana membuat keluarga mencintai Allah,” kata Dhina.
Dhina melanjutkan. Lantas, bagaimana seseorang memandang emosi? Menurut Dhina, selama ini emosi seringkali dinilai sangat tidak baik hanya hal-hal negatif saja. Padahal, sebenarnya ini hanya bagian saja.
“Emosi itu penting karena Allah menciptakannya sebagai pelengkap membuat kita lebih baik,” ujarnya.
Dhina menerangkan bahwa emosi memiliki banyak warna. Tergantung bagaimana kita mengelolanya. Dia menamsilkan, ketika seseorang melempar sendal kepada diri kita, apabila kita marah maka hal itu normal. Marah itu berada pada tempatnya. Namun apabila mampu mengendalikannya dengan cara beradab yang lebih dari sekedar marah, maka hal itu menjadi luar biasa.
Pada kenyataannya beragam emosi yang ada pada diri seseorang. Karena itu perlunya kita mengelola hati sehingga kita bisa memformat emosi dalam bereaksi di waktu yang tepat, di tempat yang tetap dan kepada orang yang tepat pula.
“Bukan ketika seseorang dimarahi oleh gurunya namun marahnya kepada temannya. Maka ini adalah bentuk marah yang salah,” ujar Dhina.
Jadi bagaimana mengelola emosi tersebut menjadi hal yang positif. Menurut Dhina, ada tiga hal yang dapat dilakukan.
Pertama, kenali emosi yang ada pada diri. Apakah itu perasaan marah, bahagia atau kecewa. Kedua, komunikasikan apa yang dirasakan dengan pilihan kata yang tidak menunjuk pribadi dan menyinggung perilaku. Dan, Ketiga, fokuskan pada hal yang positif.*/Wasan, pengasuh mahasiswi STIS Hidayatullah