BEBERAPA hari di tanah Papua, diajak keliling kota, perbatasan dengan Negara Papua Nugini dan singgah di DPD Keerom, kilo meter 9. Ternyata alam dan masyarakat Papua, kurang lebih sebagaimana wilayah Indonesia yang lain.
Tidak seperti berita-berita miring di media yang cenderung mendramatisir dengan suasana yang mencekam dan tidak kondusif keamanannya. Sehingga terbangun persepsi negatif di fikiran masyarakat.
Asumsinya Papua itu hutan belantara, susah cari makan halal, banyak koteka, perampokan dan lain sebagainya yang terkesan negatif. Ada sebagian official dan pemain yang tidak jadi berangkat karena khawatir terkait masalah keamanan.
Ada cerita menarik di gelaran PON beberapa bulan lalu di Papua sebagai tuan rumah. Hampir semua kontingen atlet dari semua propinsi membawa satu regu brimob dengan persenjataan lengkap dari wilayahnya masing-masing, intelijen, sniper khusus, bahan makanan seperti beras, telur, mie, makanan kaleng, dan lan sebagainya. Kemudian peralatan masak lengkap dengan piring, gelas dan lain-lain.
Ternyata selama kegiatan PON berjalan dengan aman dan nyaman. Mereka datang di bandara disambut oleh komunitas propinsinya masing-masing yang bekerja dan sudah menetap bertahun-tahun di Papua. Bahkan ada yang tidak sengaja ketemu saudara, teman, dan tetangganya. Suasana menjadi sangat cair, penuh persaudaraan dan akrab.
Ketika melihat bandaranya yang besar, mewah dan standart, kemudian perjalanan ke hotel. Mereka kaget dan heran, ternyata Papua sama saja dengan propinsi lain. Nyaris tidak ada bedanya.
Pemerintah Papua menyediakan dapur umum di mana-mana untuk melayani para atlet dengan gratis. Makanan melimpah, belum habis makanan pagi sudah datang makan siang.
Selanjutnya belum habis makanan siang, sudah datang makan malam. Subhanallah mereka terheran-heran. Sehingga bahan makanan dan alat masak nyaris tak terpakai, bahkan akhirnya diinfakan atau disumbangkan.
Dari sisi keamanan, anggota brimob yang dibawa masing-masing kontigen, juga kaget dan heran. Sebab suasana aman, sehingga persenjataan yang dibawa dititipkan ke Marko Brimob Papua. Pakaian mereka juga ganti dengan kostum bebas, bukan seragam dinas.
Mereka bebas menikmati keindahan Papua dengan aneka ragam tempat wisata yang natural. Sehingga peserta PON banyak rileks dan terhibur.
Banyak gereja, begitupun masjid juga banyak. Kegiatan keagamaaan Islam lebih dinamis dan semarak. Kajian taklim terbuka di mana-mana. Pergaulan dan pembauran masyarakat pendatang dan masyarakat Papua terutama yang berpendidikan berjalan dengan baik. Mereka juga sudah banyak yang terpelajar dan menempati pos-pos penting di pemerintah.
Berkah PON, banyak gedung olah raga dibangun, jalan diperbaiki dan fasilitas umum banyak terbangun. Sekolah, perguruan tinggi, mall, rumah sakit, bank, pasar, sudah banyak yang eksis dan berkembang.
Pendidikan dan Iman
Ada pendapat yang mengatakan bahwa solusi untuk permasalahan sosial di Papua adalah kesejahteraan. Sebenarnya tidak persis seperti itu dan isu pemerataan ekonomi ini hanya satu dari sekian variabel yang ada. Sebab masyarakat asli Papua sebagian sudah sejahtera, setiap bulan contohnya di Kabupaten Mimika satu KK mendapatkan santunan 3-5 juta. Kendaraan angkut di Terminal Merauke dan Nabire itu paling rendah inova, rata-rata Pajero, Fortuner, dan mobil-mobil elit.
Menurut Ustadz Syakir sebagai ketua Departemen Pendidikan Kampus Utama Timika, salah satu kunci untuk akselerasi pembangunan di Papua adalah program pendidikan. Menurutnya, selama ini masyarakat asli Papua tertinggal karena mereka belum mengerti dan paham tentang kehidupan, pekerjaan, dan tatanan masyarakat sosial. Sehingga cenderung inferior bahkan benci dengan pendatang dianggap sebagai penjajah.
“Mereka juga karena pendidikan rendah maka mudah diprovokasi oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu,” kata Syakir.
Salah satu bukti masih rendahnya pendidikan sebagian masyarakat Papua adalah saat datang ke Bank Papua untuk mengambil uang santunan maka kebanyakan menggunakan cap jempol. Belum mengenal baca tulis, berhitung dan tanda tangan.
Kemudian menurut Ustadz Mualimin Amin Ketua DPW Hidayatullah Papua, penanaman iman harus menjadi prioritas untuk solusi permasalahan di Papua. Iman yang bisa melahirkan kesadaran orang untuk memiliki peradaban lebih maju.
“Iman menjadikan manusia bisa lebih beradab. Kalau solusi kesejahteraan hanya mendorong masyarakat Papua semakin konsumtif, tidak akan ada puasnya manusia dengan materi, ketika kesejahteraan itu ukurannya materi,” kata Muallimin.
Menurut penulis harus ada pendekatan yang komperhensif untuk membangun Papua. Pembangunan fasilitas umum di Papua sudah lumayan maju, menunggu untuk wilayah-wilayah terpencil yang sulit dijangkau transportasi.
Adapun skala prioritasnya adalah pendidikan dan iman. Selama ini ada dikotomi antara pendidikan dan iman, padahal esensi dari pendidikan adalah menumbuhkan iman dari peserta didik. Mengenalkan Allah sebagai Tuhan sebagai dzat yang wajib disembah, tempat munajat dan bergantung.
Pendidikan di sini bukan sekedar pengetahuan calistung (membaca, menulis dan menghitung) meski itu pendidikan dasar yang penting dimiliki oleh masyarakat Papua. Adapun yang terpenting adalah pendidikan untuk mengantar peserta didik bisa memiliki iman.
Iman salah satu jalan tumbuhnya adalah pendidikan. Transformasi ilmu dan nilai melalui dunia pendidikan sering kali kering dari nilai-nilai yang menumbuhkan iman. Pendidikan hanya transformasi ilmu untuk konsumsi otak, tidak menyentuh hati dengan nilai-nilai keimanan, maka akan melahirkan peserta didik yang tidak terarah.
Demikian juga iman bukan sekedar doktrin tapi penumbuhan kesadaran dan keyakinan dalam hati, teraktualisasi dalam lisan dan perbuatan. Sehingga penumbuhan iman itu bisa dilakukan secara bertahap dan terstruktur melalui sistem pendidikan.
Belajar dari sejarah Rasulullah membawa Islam dan menanamkan iman kepada masyarakat Arab yang jiwa keras dan jahiliyah tapi berhasil dilembutkan dan menjadi manusia hebat dengan kemajuan peradaban, keberaniaan, dan kekuatannya.
Sekeras apapun seseorang jika mendapatkan iman maka akan lembut dan keluar potensi positifnya untuk membangun peradaban yang lebih baik.
ABDUL GHAFFAR HADI