AdvertisementAdvertisement

Mengawal Pewarisan Nilai, Alih Konsepsi dan Alih Generasi Hidayatullah

Content Partner

DALAM empat tahun terakhir, enam kader terbaik Hidayatullah yang menduduki posisi strategis di kepengurusan pusat telah berpulang ke Rahmatullah. Tentu ada rasa kehilangan yang mendalam, tetapi inilah sunnatullah yang alamiah.

Meski kepergian mereka terasa mendadak dan menyesakkan, peristiwa ini mengingatkan kita pada pentingnya kesinambungan perjuangan melalui alih konsepsi.

Alih konsepsi bukan sekadar pewarisan pemikiran dan metodologi perjuangan, tetapi juga proses pemantapan nilai agar Hidayatullah tetap eksis sebagai amal jariyah, meskipun para pendiri dan perintisnya telah tiada.

Dinamika Alih Konsepsi

Diskusi terkait alih konsepsi dalam tubuh Hidayatullah bukanlah hal baru. Pada tahun 1995, santri-santri awal Hidayatullah mengusulkan agar Ustadz Abdullah Said, sebagai pendiri, mendokumentasikan gagasan perjuangannya dalam konsep tertulis.

Keresahan tersebut muncul karena ketidakpastian mengenai bagaimana perjalanan Hidayatullah akan berlangsung jika sang pendiri tiba-tiba dipanggil ke Rahmatullah.

Namun, hingga wafatnya, Ustadz Abdullah Said tidak meninggalkan dokumen tertulis terkait konsep perjuangannya. Sebagai gantinya, para ustadz senior yang telah mengikuti dan memahami pemikiran beliau berusaha merumuskan konsep perjuangan ini melalui diskusi intensif dan kajian mendalam. Basisnya adalah ceramah-ceramah beliau yang mengandung doktrin utama untuk mencetak kader militan dalam dakwah.

Dua doktrin utama yang diwariskan adalah Sistematika Wahyu dan ketaatan kepada Allah, Rasulullah, serta pemimpin (imamah jamaah). Namun, pewarisan secara lisan memiliki risiko multitafsir dan pergeseran makna. Oleh karena itu, diperlukan konseptualisasi yang lebih konkret untuk menjaga keutuhan pemikiran awal.

Penyempurnaan Menuju Jati Diri

Seiring waktu, doktrin-doktrin dasar ini disempurnakan menjadi khittah, yang menjadi garis besar pergerakan Hidayatullah. Jika sebelumnya hanya terdapat dua doktrin utama, maka dalam khittah ditambahkan dua konsep lagi.

Keduanya adalah Al-Harakah al-Jihadiyah al-Islamiyah (Gerakan dakwah dan tarbiyah Islam) dan Jama’atun minal Muslimin (Hidayatullah sebagai bagian dari jamaah Muslimin seluruh dunia).

Kemudian, konsepsi perjuangan dalam khittah ini semakin dimatangkan dengan perumusan jati diri Hidayatullah, yang menambahkan dua prinsip penting, yaitu Ahlus Sunnah wal Jamaah sebagai landasan akidah dan amaliyah dan Wasathiyyah (moderat) dalam pendekatan dakwah dan pergerakan.

Dengan demikian, alih konsepsi dalam Hidayatullah bukan sekadar pewarisan verbal, tetapi sebuah proses transformasi intelektual dan organisatoris untuk memastikan kesinambungan gerakan.

Alih Kepemimpinan

Setelah wafatnya Ustadz Abdullah Said, kepemimpinan beralih kepada Ustadz Abdurrahman Muhammad dengan mulus. Ini terjadi karena kader-kader awal Hidayatullah telah memahami dan berkomitmen terhadap sistem kepemimpinan yang ada.

Meskipun terdapat dinamika dan tantangan, Hidayatullah justru berkembang pesat dalam 25 tahun terakhir. Beberapa indikator pertumbuhan tersebut adalah jumlah cabang yang semakin banyak dan lahirnya generasi kader muda yang siap meneruskan perjuangan.

Indikator berikutnya adalah pembentukan Perguruan Tinggi Hidayatullah (PTH) sebagai mesin pencetak kader dakwah dan transisi dari pesantren (orsos) menjadi Organisasi Massa (Ormas) yang dinamis.

Indikator yang tak kalah penting lainnya adalah penguatan regulasi melalui Pedoman Dasar Organisasi (PDO) dan berbagai Peraturan Organisasi (PO) serta pembentukan amal usaha dan badan usaha sebagai pilar ekonomi dakwah.

Tantangan Alih Generasi

Tantangan berikutnya yang dihadapi Hidayatullah adalah alih generasi. Jika alih konsepsi telah berjalan dengan baik, maka memastikan kesinambungan generasi yang memahami, menginternalisasi, dan mengimplementasikan nilai-nilai Hidayatullah menjadi pekerjaan besar selanjutnya.

Saat ini, jumlah santri Hidayatullah telah mendekati 100.000, dengan hampir 1.000 sekolah yang tersebar dari tingkat TK hingga SMA. Program dakwah dan tarbiyah semakin masif, mulai dari rumah Qur’an, majelis Qur’an, dakwah pedalaman, dakwah muallaf, hingga pendirian sekolah dai. Layanan khutbah dan mubaligh juga terus berkembang di berbagai daerah.

Namun, keberlanjutan semua pencapaian ini bergantung pada bagaimana alih generasi dikelola. Bukan sekadar pergantian individu, tetapi bagaimana nilai, sistem, dan budaya organisasi dapat dipahami dan diterapkan oleh generasi penerus.

Bagaimana strategi alih generasi ini akan dilakukan? Bersambung.

*) Ust. Dr. Abdul Ghofar Hadi, M.Pd.I, penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal I Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Rakerwil Hidayatullah Maluku Sinergi Menguatkan Ukhuwah dan Membangun Umat

MASOHI (Hidayatullah.or.id) – Gedung Islamic Center Kota Masohi menjadi tempat perhelatan besar yang mempertemukan para ulama, cendekiawan, serta tokoh...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img