ADA pesan orang tua dulu yang masih relevan hingga sekarang dan sampai kapanpun yaitu, “Ayo bangun pagi, biar rezekinya gak dipatok ayam.”
Meski anak-anak sekarang terutama yang tinggal di kota-kota besar, mereka bisa berkilah dan menjawab, “Bi, di Jakarta tidak ada ayam, ada rezekinya aman tidak akan dipatok ayam.” Padahal pesan dengan menyebut ayam itu hanya sebagai kiasan atau sindiran saja.
Pesan orang tua dulu itu luar biasa dan sangat filosofis. Bangun pagi adalah pangkal kebaikan, menjadi awal kemenangan dan membuka pintu keberkahan sebagaimana yang didoakan oleh Rasulullah. Mengajak atau menyuruh bangun pagi karena banyak kebaikan di sana, sekaligus menghindarkan hal-hal yang tidak baik jika bangun tidur kesiangan.
Tentang rezeki yang dipatok ayam, sebenarnya hanya majas sindiran saja. Tentu rezeki manusia dan ayam berbeda. Pepatah bijak ini sebagai tamsil bahwa ayam adalah salah satu hewan yang sangat disiplin bangun pagi.
Ayam apa saja dan di mana saja, salah satu karakter terbaiknya adalah disiplin bangun pagi dengan suara kokok yang keras. Mereka saling bersahut-sahutan satu dengan yang lain. Suara kokoknya di pagi hari yang buta dan sunyi menambah nyaring suaranya.
Bahkan sebagian ayam jantan sudah bangun sejak sebelum shubuh. Seolah ayam-ayam itu membangunkan dan mengingatkan manusia-manusia di sekitarnya untuk segera bangun shalat lail dan shalat Shubuh menghadap kepada Allah Sang Maha Pencipta.
Manusia yang berakal tentu tidak boleh kalah dengan ayam yang tidak berakal untuk bisa bangun tidur lebih pagi. Padahal ayam memang tidak memakai alarm hp atau jam, tapi menggunakan alarm insting alam.
Bangun pagi adalah satu kebiasaan baik yang cukup sulit dilakukan untuk menjadi sebuah rutinitas sebagian orang. Kadang-kadang, meskipun sudah mengetahui manfaatnya, tapi masih sulit untuk bangun pagi. Seolah bangun pagi itu kurang menarik, tidak keren, dan tidak strategis, atau kurang menguntungkan. Mereka berpikir lebih baik tidur lagi untuk menyiapkan energi siang hari.
Kehidupan modern terkadang identik dengan kehidupan malam. Seolah semakin bisa melek atau begadang malam maka semakin keren. Bahkan ada pola kerja di beberapa kantor, minimarket, toko, atau perusahaan dengan shift malam karena sistem kerja 24 jam.
Begadang malam menjadi budaya diminati dan diikuti oleh banyak komunitas. Dari budaya nongkrong di kafe-kafe, mancing mania di spot sungai atau laut hingga tengah malam, olah raga dari badminton, futsal, bilyar juga desainnya malam hari yang ramai. Pesta-pesta juga banyak dilakukan hingga tengah malam.
Ada yang begadang malam atau aktivitas hingga tengah malam, besar kemungkinan bangun kesiangan dan lebih nyaman memilih pagi untuk membayar tidur malamnya yang kurang. Ada juga orang yang sulit bangun pagi bukan karena begadang tapi karena malas dan sudah terbiasa bangun siang.
Mereka mungkin belum membaca, memahami, atau mengalami efek atau dampak dari kebiasaan begadang malam dan tidur pagi yang tidak sederhana. Baik dari segi kesehatan jangka panjang maupun dalam tinjauan psikologis. Secara normatif menyalahi hukum alam yang Allah menegaskan bahwa malam adalah waktu untuk istirahat atau tidur.
Padahal, Subhanallah, luar biasa manfaat dari bangun pagi. Keberkahan waktu pagi sangat melimpah karena banyak amalan-amalan wajib dan sunnah yang diperintahkan Allah dan Rasulullah pada pagi hari. Jika tidur pagi atau bangun kesiangan maka otomatis terlewatkan, hilang keberkahan dan rezekinya betul-betul dipatok ayam.
Oleh sebab itu, perlu membangun mindset untuk bisa bangun pagi dan meraih keberkahannya pagi yang didoakan oleh Rasulullah.
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا
Artinya: “Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya”
Maindset pertama, harus yakin dan bersemangat untuk menjadi bagian umat Rasulullah yang didoakan mendapatkan keberkahan di pagi hari. Ketika bersyahadat dengan mempersaksikan bahwa Muhammad ada utusan Allah (Rasulullah) maka konskwensinya harus yakin dengan segala yang beliau sampaikan dan menjadikan beliau sebagai teladan yang baik. Terpanggil dan semangat untuk bisa mengikuti tuntunannya, salah satunya mendapatkan keberkahan pagi dengan bangun lebih pagi.
Mindset kedua, bahwa rumus kebaikan yang pasti adalah bahwa setiap perintah Allah dan Rasulullah niscaya banyak mengandung hikmah, kebaikan dan keberkahan. Serta menghindarkan dari keburukan, kecelakaan dan kejelekan. Dalam konteks pagi hari, jika tidak bangun pagi maka tidak mendapatkan keberkahan yang didoakan oleh Rasulullah.
Maindset ketiga, niat dari beramal harus ikhlas karena Allah swt. Niat ini sangat penting sebagai pondasi dari setiap amal ibadah dan amal sholeh. Logikanya, ketika meyakini keberkahan itu dari Allah maka harapan dan orientasi hanya kepada Allah. Bukan karena ingin mendapatkan pujian, apresiasi, sanjungan, penghargaan dari selain Allah. Ataupun berharap dari manfaat dari amal ibadah atau amal sholeh yang telah dilakukan di pagi hari.
Maindset keempat, bahwa keberkahan pagi hari itu tidak automatik diberikan tapi harus melalui menyakini, kesungguhan atau mujahadah dan munajat yang konsisten. Bukan setengah-setengah, asal-asalan atau sekedarnya saja. Salah satu bentuk kesungguhannya adalah dengan membekali ilmu. Tujuannya untuk memudahkan tehnis dari melaksanakan amal-ibadah dan amal sholeh yang mengundang keberkahan di pagi hari. Ilmu juga mencegah dari berbagai bentuk penyimpangan atau amalan yang tidak sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Hadist.
Maindset kelima, awal dengan kebaikan menjadi spirit untuk melangkah dan mengakhiri dengan kebaikan. Ketika pagi hari sebagai awal kehidupan bisa mengisi dengan banyak kebaikan amal ibadah dan amal sholeh, maka peluang besar untuk meraih banyak kebaikan siang, sore, dan malam hari atau sepanjang hari.
Kunci kemenangan pertama adalah dengan meraih keberkahan di pagi hari dengan menjalankan amalan-amalan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
*) Ust. Dr. Abdul Ghofar Hadi, penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal I Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah