DALAM era yang terus berkembang ini, sebagaimana dalam penjelasan sebelumnya, maka organisasipun terus mengalami evolusi, hingga saat ini telah diidentifikasikan sebagai Organisasi 5.0.
Meskipun terjadi evolusi, maka sesungguhnya dapat dicarikan titik temu antara dinamika organisasi dengan jama’ah, sebagaimana kita ketahui sebagai bentuk lain dari organisasi dalam perspektif Islam.
Sehingga, pertemuan antara konsep Organisasi 5.0 dan visi ideal Jama’ah Islam menjadi tantangan menarik yang menggoda untuk dieksplorasi.
Di tengah arus transformasi organisasi yang semakin canggih, dan percepatan transformasi yang tak berkesudahan, menjadikan tantangan bagi siapapun bagaimana dapat menyatukan filosofi modern dan prinsip Islam yang murni, khususnya dengan menggali pandangan Imam Asy-Syatibi seperti yang tertuang dalam karyanya yang fenomenal yaitu kitab “Al-I’tishom”.
Organisasi 5.0: Inovasi Tanpa Kehilangan Identitas
Dalam konteks kekinian, dan beberapa masa ke depan, maka Organisasi 5.0 sesungguhnya telah mewakili evolusi lebih lanjut dari model sebelumnya, menekankan keterlibatan manusia, kolaborasi, dan integrasi teknologi.
Kecepatan, ketepatan, dan adaptabilitas menjadi kunci suksesnya. Namun, dalam pencarian inovasi ini, dapatkah kita tetap mempertahankan akar nilai dan etika Islam.
Ketika muncul kesadaran bahwa teknologi bukan hanya sebagai tools akan tetapi sudah beralih kepada bagaimana mampu mengintegrasikan antara teknologi dan manusia, yang merupakan ciri dari Organisasi 5.0.
Dengan demikian menempatkan manusia sebagai faktor utama, bukan menyerahkan kepada mesin semata. Sehingga jatidiri sebagai identitas sebuah organisasi, akan menjadi dasar bagi kreatifitas dan inovasi bagi penggerak Organisasi.
Pendekatan Imam Asy-Syatibi dalam Al-I’tishom
Sebagaimana diketahui, bahwa Imam Asy-Syatibi, adalah seorang pemikir besar Islam dari abad ke-14, memberikan pandangan berharga tentang pembentukan jama’ah.
Dalam kitab Al-I’tishom, beliau membahas konsep-konsep seperti “Maqasid Al-Shariah” (tujuan-tujuan syariah) dan menguraikan betapa pentingnya memelihara identitas Islam dalam segala aspek kehidupan.
Disisi lain Asy-Syatibi juga mendefiniskan jama’ah dengan berbagai definisi, dan salah satu definisinya bahwa al-jama’ah adalah sekumpulan manusia yang menyatukan diri dengan mengangkat satu pemimpin yang berpedoman dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Pengertian semacam ini nampak jelas karena kita mengetahui bahwa bersatu tidak dengan pedoman sunnah berarti keluar dari makna al-jama’ah itu sendiri.
Sehingga, yang menjadi tantangan berikutnya adalah bagaimana konsep-konsep As-Syatibi ini dapat diadaptasi dalam konteks Organisasi 5.0.
Menselaraskan perkembangan organisasi dengan narasi yang di usung oleh ulama terdahulu, menjadi sebuah keniscayaan. Konsekwensinya adalah menjadi tidak produktif alias kerja sia-sia manakala, mempertentangkan antara Organisasi 5.0 dengan jama’ah.
Menemukan Kesamaan Nilai
Meskipun untuk menemukan titik temu antara Organisasi 5.0 dengan jama’ah sebagaimana dalam pesrpektif Asy-Syatibi di atas, merupakan sebuah keniscayaan, artinya menjadi sangat mungkin untuk dilakukan, akan tetapi mencari titik temu yang harmonis antar keduanya menjadi tantangan yang menantang.
Dengan demikian maka, titik temu antara Organisasi 5.0 dan Jama’ah Islam dapat ditemukan melalui pencarian nilai-nilai yang mendasar. Sehingga nilai mendasar yang dimaksud adalah jatidiri yang menjadi identitas organisasi.
Muatan seperti: kejujuran, integritas, dan keadilan, misalnya, adalah nilai-nilai yang dihargai oleh keduanya.
Dengan memahami bahwa teknologi hanyalah sarana, bukan tujuan akhir, kita dapat menyelaraskan visi organisasi dengan prinsip-prinsip Islam yang telah diajarkan oleh Imam Asy-Syatibi.
Kolaborasi sebagai Kunci Keseimbangan
Jika kita melihat realitas di atas, maka diperlukan kata kunci yang menjadi angker (pengungkit) agar titik temu yang sudah ada dapat terawat, seimbang, dan berkelanjutan.
Sebagaimana karakter dari Organisasi 5.0 itu sendiri, maka salah satu kata kuncinya adalah kolaborasi. Kolaborasi bukan sebuah mantra yang menyelsaikan semua masalah, akan tetapi kolaborasi, mensyaratkan keterbukaan untuk mencari titik temu, yang ideal.
Di mana hal ini membutuhkan proses panjang. Sehingga semakin mengerucut tentang pentingnya kolaborasi dalam Organisasi 5.0 yang sejalan dengan ajaran Islam berkenaan dengan kebersamaan dan gotong royong.
Imam Asy-Syatibi menekankan pentingnya solidaritas dan kebersamaan dalam membentuk jama’ah yang kuat. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai ini, organisasi dapat mencapai kesuksesan yang berkelanjutan dan menciptakan dampak positif pada masyarakat yang bersumber dari jatidiri organisasi itu sendiri.
Menyelaraskan Visi ke Depan
Visi ke depan adalah bukan sekadar sederetan kata-kata yang indah, akan tetapi sebuah komitmen yang mesti dicapai. Oleh karenanya mencari titik temu antara Organisasi 5.0 dan Jama’ah, bukanlah proses instan.
Diperlukan dialog terus-menerus, pemahaman mendalam, dan kesediaan untuk beradaptasi. Sebagai pemimpin dan anggota organisasi, kita ditantang untuk menjalankan visi yang inklusif, menggabungkan teknologi canggih dengan kebijaksanaan warisan Islam.
Akhirnya, dengan menyelaraskan Organisasi 5.0 dengan pandangan Imam Asy-Syatibi tentang jama’ah, sebagaimana yang tertuang dalam kitab Al-I’tishom, kita dapat membentuk suatu entitas yang mencerminkan kemajuan teknologi modern sambil memelihara identitas Islam yang kuat.
Dalam perjalanannya, kita akan dapat menemukan harmoni antara inovasi dan tradisi, menciptakan ruang bagi pertumbuhan yang berkelanjutan dan membangun jama’ah yang ideal di tengah kompleksitas dunia kontemporer yang semakin menghimpit.[]
*) ASIH SUBAGYO, penulis peneliti senior Hidayatullah Institute (HI)