SAHAM terbesar Allah Subhanahu wa ta’ala bagi kita adalah Dia menciptakan kita dari ketiadaan (Al Kholiq). Bukankah satu abad yang silam kita adalah sesuatu yang belum bisa disebut?
Setelah diciptakan kita tidak dibiarkan, tetapi dibimbing secara stimulan dan simultan (Al ‘Alim). Betapa besar kasih sayang-Nya terhadap makhluk ciptaan-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ٱلَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهۡدِينِ . وَٱلَّذِي هُوَ يُطۡعِمُنِي وَيَسۡقِينِ
وَإِذَا مَرِضۡتُ فَهُوَ يَشۡفِينِ . وَٱلَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحۡيِينِ
“(yaitu) yang telah menciptakan aku, maka Dia yang memberi petunjuk kepadaku,” “dan yang memberi makan dan minum kepadaku; “dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku,” dan yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali),” (QS. Asy-Syu’ara’ (26) : 78-81).
Untuk menjadi sosok yang shalih ritual dan shalih sosial Dia menurunkan syariat-Nya untuk kita.
Oleh karena itu untuk memelihara keshalihan dan melipat gandakan potensi diri kita dengan cara memperbaiki hubungan kita dengan-Nya melalui Ibadah yaumiyyah (harian), ibadah usbuiyyah (pekanan), ibadah syahriyyah (bulanan), ibadah ‘ammiyyah (tahunan), ibadah marrotan fil ‘umri (sekali seumur hidup).
Perbaikan ibadah ibadah itu dilakukan baik secara kualitas dan kuantitasnya yang mencakup ibadah wajib dan sunnah.
Setiap ibadah dalam syariat islam akan berdampak pada perubahan pola pikir dan sikap pelakunya.
لِكُلِّ عِبادَة مِن العِباداتِ الصَّحِيْحَة اَثارٌ فعّالَة لِتَقْويم القائِم بِها
“Setiap ibadah yang dikerjakan dengan lurus dan benar akan berdampak secara signifikan untuk meluruskan pikiran dan sikap pelakunya”
Dengan tuntunan Islam, kita dapat melakukan revolusi akhlak terutama dengan melalui manifestasi nilai nilai ibadah shalat. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman tentang efek shalat :
ٱتۡلُ مَآ أُوحِيَ إِلَيۡكَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَٰوةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَٰوةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ ۗ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَ
“Bacalah Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (sholat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-‘Ankabut 29: 45)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang dampak berpuasa :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al-Baqarah 2:183)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman tentang tujuan zakat :
خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡ ۖ إِنَّ صَلَٰوتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah 9:103)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman tentang tujuan ibadah haji :
ٱلۡحَجُّ أَشۡهُرٞ مَّعۡلُومَٰتٞ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلۡحَجَّ فَلَا رَفَثَ
وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي ٱلۡحَجِّ ۗ وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٍ
يَعۡلَمۡهُ ٱللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰ ۖ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ
“(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barang siapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!” (QS. Al-Baqarah 2: 197).
Keimanan adalah wasilah masuk surga. Dan sombong media masuk neraka secara permanen.
عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ كِبْرٍ وَلَا يَدْخُلُ النَّارَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ خَرْدَلَةٍ مِنْ إِيمَانٍ قَالَ أَبُو دَاوُد رَوَاهُ الْقَسْمَلِيُّ عَنْ الْأَعْمَشِ مِثْلَهُ
Dari Alqamah dari Abdullah ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi, dan tidak akan masuk ke dalam neraka orang yang dalam hatinya terdapat keimanan sebesar biji sawi”
(HR. Abu Daud: 3568).
عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا الْأَسْوَدِ الدُّؤَلِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حَدَّثَهُ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ ثَوْبٌ أَبْيَضُ وَهُوَ نَائِمٌ ثُمَّ أَتَيْتُهُ وَقَدْ اسْتَيْقَظَ فَقَالَ مَا مِنْ عَبْدٍ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ مَاتَ عَلَى ذَلِكَ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
Dari Yahya bin Ya’mar dia menceritakan kepadanya bahwa Abu Aswad Ad Du`ali telah menceritakan kepadanya bahwa Abu Dzar radliallahu ‘anhu telah menceritakan kepadanya, dia berkata : “Saya pernah menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara beliau sedang tidur sambil mengenakan baju putih, lalu aku datang menemuinya dan beliau pun terbangun, beliau bersabda : “Tidaklah seorang hamba yang mengucapkan “Laa Ilaaha Illallah” kemudian mati karena itu melainkan ia akan masuk surga.” (HR. Bukhari :5379).
Ayat-ayat dan hadits diatas dapat dipahami bahwa rukun islam merupakan khulashah amal shalih. Dan amal shalih dapat menyelamatkan pelakunya dari kerusakan. Bahkan modal untuk bertemu dengan Allah SWT (QS. Al Kahfi : 110 ).
Agar Ibadah Puasa Berkualitas
Yang perlu digaris atasi disini bahwa setiap ibadah mempunyai standart pahala yang baku, definitif dan bahkan terukur, kecuali ibadah puasa.
Shalat berjamaah, pahalanya dilipatkan 27 derajat. Zakat, hartanya akan menjadi suci, berkah dan bertambah.
Haji mabrur, tiada balasan kecuali surga, ibadah yang lain dilipat gandakan pahalanya antara 10 sampai dengan 700 kali lipat.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
مَن جَآءَ بِٱلۡحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشۡرُ أَمۡثَالِهَا ۖ وَمَن جَآءَ بِٱلسَّيِّئَةِ فَلَا يُجۡزَىٰٓ إِلَّا مِثۡلَهَا وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ
“Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan barang siapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizalimi).” (QS. Al-An’am 6: Ayat 160).
Senada dengan itu Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتۡ سَبۡعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّاْئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah 2:261).
Tetapi, tidak berlaku demikian dengan puasa. Allah menyebut nilai ibadah puasa akan langsung dipersembahkan kepada-Nya. Dan, Dia yang akan memberikan hadiah excellent, tidak terukur karena pahalanya langsung dipersembahkan pada Allah SWT.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : “Setiap amal manusia itu kebaikannya akan dilipatkan sepuluh kali lipat semisalnya sampai tujuh ratus kelipatannya. Allah Swt. berfirman, “Kecuali puasa, karena sungguh ia adalah milikku dan Aku lah yang akan membalasnya, dia meninggalkan syahwatnya dan makanannya karenaKu.” (HR. Muslim).
Nilai dan pahala puasa yang unlimited value & unidentified value ini paralel dengan pahala kesabaran sebagaimana yang disebut dalam firma Allah Subhanahu wa ta’ala:
اِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوْنَ اَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas. (QS. Az-Zumar : 10)
Sabar Faktor Kemenangan
اِصبِرْ قليلا وكُن بالله مُعْتَصِما # ﻻ تعجلن فإن العجْز فى العجَل
الصَّبر كالصَّبر مرّ فى مَذاقتِه # لكن عَواقبَه أحْلى مِن العَسل
Sabarlah walaupun sebentar dan jadilah engkau yang selalu kembali kepada Allah. Janganlah tergesa-gesa, karena ketidakmampuan itu ada di dalam orang yang tergesa-gesa. Sabar itu seperti buah shibr, rasanya pahit tetapi dampaknya lebih manis daripada madu.
Mengkorelasikan/munasabah dua nash ini, Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani menjelaskan bahwa pahala puasa yang sangat besar dan tanpa batas ini, karena puasa adalah manifestasi tiga macam kesabaran. Yaitu, sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dari yang diharamkan Allah dan sabar terhadap takdir Allah yang menyakitkan dari lapar, haus dan lemahnya badan serta jiwa.
Maka terkumpul di dalamnya tiga macam kesabaran. Maka patut orang berpuasa termasuk golongan orang-orang sabar dan masuk dalam pengertian QS Az-Zumar 10.
Sayangnya dengan pahala yang tak terukur dan nilai yang tidak terhingga ini, kebanyakan orang yang melakukan ibadah puasa akan tetapi tidak memperoleh apapun kecuali rasa lapar dan haus saja.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلاَّ السَّهَرُ .
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Berapa banyak seorang yang berpuasa tidak ada bagian dari puasanya melainkan lapar dan berapa banyak seorang yang bangun beribadah pada malam hari tidak ada bagiannya dari bangun malamnya kecuali begadang.” (HR. Ibnu Majah)..
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : رُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ ، وَرُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ
مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ .
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berapa banyak seorang yang bangun (beribadah pada malam hari) bagiannya dari bangun malamnya (hanya) begadang dan berapa banyak seorang yang berpuasa bagian dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga.”
Maka, jagalah puasa dari hal-hal yang merusak pahalanya !
قَالَ جَابِرٌ : إذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُك وَبَصَرُك وَلِسَانُك عَنِ الْكَذِبِ وَالْمَإِثْمَ ، وَدَعْ أَذَى الْخَادِمِ ، وَلْيَكُنْ عَلَيْك وَقَارٌ وَسَكِينَةٌ يَوْمَ صِيَامِكَ ، وَلاَ تَجْعَلْ يَوْمَ فِطْرِكَ وَيَوْمَ صِيَامِكَ سَوَاءً.
“Berkata Jabir radhiyallahu ‘anhu : “Jika kamu berpuasa maka berpuasalah pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu dari dusta dan dosa, tinggalkan dari menyakiti tetangga dan hendaknya kamu penuh ketenangan dan wibawa pada hari puasamu, dan jangan samakan hari berbukamu sama dengan hari puasamu.” (Atsar riwayat Ibnu Abi Syaibah, no. 8973)
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ لَيْسَ الصِّيَامُ مِنْ الشَّرَابِ وَالطَّعَامِ وَحْدَهُ وَلَكِنَّهُ مِنْ الْكَذِبِ, وَالْبَاطِلِ وَاللَّغْوِ
Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bukanlah berpuasa dari makan dan minum saja, akan tetapi (berpuasa juga-pen) dari dusta, kebatilan dan perbuatan sia-sia.” (Lihat Al Muhalla, 4/305).
Lima Kiat Meraih Ibadah Puasa Yang Berkualitas
Ada beberapa tips/kiat supaya puasa yang dilakukan setiap orang Islam menjadi puasa yang sesuai dengan kehendak sang pembuat aturan puasa:
Pertama, Ikhlas
Ikhlas adalah mensterilkan, memurnikan motivasi beribadah dari selain ridha Allah Swt. Inilah penentu awal kualitas puasa setiap orang Islam. Tidak hanya puasa, bahkan seluruh amal akan ditentukan pertama kali oleh standar ini.
Jika amal dilakukan dengan ikhlas karena Allah maka amalnya menuju Allah (berpeluang diterima Allah), tetapi jika dilakukan karena selain Allah, maka amal itu tidak memiliki peluang sama sekali untuk menjadi bernilai di sisi Allah SWT.
Memang tidak sederhana mewujudkan amal, dan yang paling berat lagi adalah memelihara kualitas amal.
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian sia-siakan derma kalian dengan cara mengungkit-ngungkit dan berkata-kata yang menyakitkan hati (QS. Al Baqorah (2) : 264).
Wahai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasul, dan jangnlah kalian menjadikan hasil usaha kalian sia-sia di akhirat kelak (QS. Muhammad (47) : 33).
Apakah orang-orang munafik itu mengira bahwa Allah tidak menampakkan kepada orang-orang mukmin kedengkian yang mereka rahasiakan dalam hati mereka (QS. Muhammad (47) : 29).
Kita khawatir amal shalih kita berakhir dengan sia-sia.
وَقَدِمۡنَآ إِلَىٰ مَا عَمِلُواْ مِنۡ عَمَلٍ فَجَعَلۡنَٰهُ هَبَآءً مَّنثُورًا
“Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan 25 : 23)..
Sebagaimana pengalaman Umar bin Khathab ketika membuka pintu gerbang Baitul Maqdis pasca pembebasannya oleh mujahid yang dipimpin Amru bin ‘Ash. Sebelum gembok dibuka dari tangan pendeta, khalifah kedua ini menatap dengan tajam pemimpin Nasrani tersebut.
Dalam batin Umar, pendeta ini telah menghabiskan umurnya hingga beruban untuk mengabdi, tapi sayang perjuangannya hanya membuat lubang kehancurannya sendiri, karena tidak didasari oleh iman. Umar membaca firman Allah SWT surat Al Ghosyiyah (88) : 3-7) berikut :
عَامِلَةٞ نَّاصِبَةٞ . تَصۡلَىٰ نَارًا حَامِيَةً تُسۡقَىٰ مِنۡ عَيۡنٍ ءَانِيَةٍ
لَّيۡسَ لَهُمۡ طَعَامٌ إِلَّا مِن ضَرِيعٍ لَّا يُسۡمِنُ وَلَا يُغۡنِي مِن جُوعٍ
“(karena) bekerja keras lagi kepayahan,” mereka memasuki api yang sangat panas (neraka). diberi minum dari sumber mata air yang sangat panas.” Tidak ada makanan bagi mereka selain dari pohon yang berduri,” (yang) tidak menggemukkan dan tidak menghilangkan lapar.” (QS. Al-Ghasyiyah 88:3- 7).
Salah satu alasan/hujjah pahala puasa itu unlimited value and unindentified value adalah karena hampir semua ibadah berpotensi terkontaminasi/terkotori sikap riya’, kecuali ibadah puasa.
Menurut Imam Al-Qurtuby, ketika amalan-amalan yang lain bisa saja terserang penyakit riya, maka puasa tidak ada yang dapat mengetahui amalan tersebut kecuali Allah, maka Allah sandarkan puasa kepada Diri-Nya sendiri. Betapa tinggi kedudukan ibadah puasa.
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata, ‘Semua ibadah terlihat amalannya oleh orang lain. Sehingga berbuat ikhlas terbukti tidak mudah. Maka, sedikit sekali yang selamat dari godaan (riya). Dan ini berbeda dengan ibadah puasa. Inilah makna yang terkandung hadits Rasulullah SAW:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وفي حديث مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Siapa yang puasa Ramadhan karena iman dan ihtisab (mengharapkan pahala) niscaya diampuni baginya dosa-dosanya yang terdahulu.” Dalam hadits lain “Siapa yang berdiri (shalat) Ramadhan karena iman dan ihtisab (mengharapkan pahala) niscaya diampuni baginya dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR. Bukhari-Muslim).
Dan menjaga/memelihara keikhlasan puasa itu lebih mudah dari pada ibadah lain, karena puasa adalah amalan batin/ibadah qalbiyyah. Maka Imam Al-Ghazali menjelaskan dalam Ihya’ Ulumiddin:
“Puasa itu sendiri rahasia yang padanya tidak ada amal yang disaksikan. Seluruh amal ketaatan itu disaksikan dan dilihat oleh makhluk sedangkan puasa hanya dilihat oleh Allah Azza wa Jalla, karena puasa itu amal batin dengan semata-mata kesabaran.”
Kedua, Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa (al Imsak ‘anil mufthirat)
Agar puasa menjadi berkualitas, maka puasa itu harus sah dan benar sesuai kaifiyah dan regulasi puasa. Artinya, setiap orang yang melaksanakan puasa harus melaksanakan syarat rukun puasa serta meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa.
Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah menjelaskan hal-hal yang membatalkan puasa itu dibagi menjadi dua ;
Pertama, yang membatalkan puasa dan wajib qadha’. Yaitu :
a. Makan atau minum dengan sengaja. Jika seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa, itu tidak membatalkan puasanya;
b. Muntah dengan sengaja;
c. Mengeluarkan sperma, baik karena mencium istrinya atau hal lain di luar bersetubuh dan mimpi. Jika bersetubuh ia terkena kafarat, jika karena mimpi maka tidak mempengaruhi puasanya;
d. Meniatkan berbuka. Karena niat merupakan rukun puasa, maka niat berbuka berarti membatalkan puasanya.
Kedua, yang membatalkan puasa dan wajib qadha’ dan membayar kafarat.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa tindakan membatalkan puasa yang mengharuskan wajib qadha serta membayar kifarat hanyalah bersenggama dan tidak ada yang lain. Kafaratnya dengan cara memerdekakan budak, jika tidak mampu maka berpuasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu memberikan makan kepada enam puluh orang miskin.
Ketiga, Menahan diri dari hal-hal yang merusak pahala puasa (al imsak ‘anil muhlikat)
Hal lain yang harus dilakukan agar puasa menjadi berkualitas adalah meninggalkan hal-hal yang membuat puasa sia-sia. Ini dilakukan dengan cara meninggalkan perkara-perkara yang telah diharamkan Allah SWT. Kemampuan menjauhi hal-hal membuat puasa ini menjadi sia-sia ini akan menjadi standart derajat puasa seseorang.
Secara klasifikatif, Imam Ghazali membagi orang yang berpuasa ini dalam tiga kategori, yaitu: puasa umum (puasanya orang awam), puasa khusus, dan puasa paling khusus.
Yang dimaksud puasa umum ialah sekedar menahan lapar, haus dan kemaluan dari memenuhi kebutuhan syahwat (puasa pisik). Sekedar memenuhi syarat dan rukun puasa secara lahiriyah saja.
Sedangkan puasa khusus, selain menahan lapar, menahan haus, menahan syahwat, juga menahan pendengaran, mata. lidah, tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuh dari semua maksiat dosa (puasa batin).
Mempuasakan mata dengan menghindarkan mata dari penglihatan dunia riil dari segala maksiat, juga mempuasakan mata dari dunia maya yang kalau tidak terkontrol justru jauh lebih berbahaya dan lebih mudah menimbulkan maksiat daripada dunia nyata.
إِنَّ النَّظْرَةَ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيسَ مَسْمُومٌ، مَنْ تَرَكَهَا من مَخَافَتِي أَبْدَلْتُهُ إِيمَانًا يَجِدُ حَلاوَتَهُ فِي قَلْبِهِ رواه الحاكم، والطبراني..
Pandangan itu salah satu anak panah Iblis yang berbisa. Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah, maka Allah Azza wa Jalla memberinya keimanan yang manisnya didapati dalam hatinya (HR. Hakim dan Thabraniy).
Mempuasakan lidah dengan memeliharanya dari berbicara tanpa arah, dusta, menggunjing, mengumpat, berkata buruk, berkata kasar, permusuhan dan mendzalimi orang lain.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ : الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ. وَفِي رِوَايَةٍ : وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ
“Puasa adalah perisai. Maka (orang yang melaksanakannya) janganlah berbuat kotor (rafats) dan jangan pula ribut-ribut.” Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Dan jangan berbuat bodoh.” “Apabila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka katakanlah aku sedang shaum (ia mengulang ucapannya dua kali).” (Al-Bukhari-Muslim).
Mempuasakan telinga dari mendengarkan segala sesuatu yang haram dan makruh. Karena segala sesuatu yang haram diucapkan adalah haram pula untuk didengarkan. Bahkan, Allah SWT menyamakan orang yang mencari pendengaran haram dengan pemakan harta haram.
سَمَّٰعُونَ لِلۡكَذِبِ أَكَّٰلُونَ لِلسُّحۡتِ ۚ فَإِن جَآءُوكَ فَٱحۡكُم بَيۡنَهُمۡ
أَوۡ أَعۡرِضۡ عَنۡهُمۡ ۖ وَإِن تُعۡرِضۡ عَنۡهُمۡ فَلَن يَضُرُّوكَ شَيۡئًا ۖ وَإِنۡ حَكَمۡتَ فَٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِٱلۡقِسۡطِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ
“Mereka sangat suka mendengar berita bohong, banyak memakan (makanan) yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (Muhammad untuk meminta putusan), maka berilah putusan di antara mereka atau berpalinglah dari mereka, dan jika engkau berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan membahayakanmu sedikit pun. Tetapi jika engkau memutuskan (perkara mereka), maka putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.” (QS. Al-Ma’idah 5 : 42).
Bahkan ketika seseorang mendengar berita dan langsung diinformasikan kepada orang lain, seperti yang dilakukan beberapa orang ketika menerima sebuah informasi dari media sosial kemudian menyebar luaskan berita yang tidak jelas validitas dan akuasinya, maka Rasulullah mengkategorikannya sebagai pembohong.
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukup seseorang dikatakan dusta, jika ia menceritakan segala apa yang ia dengar.” (HR. Muslim)..
Mempuasakan tangan dengan cara tidak mendzalimi orang lain, tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya, serta tidak melakukan perbuatan lain yang dilarang syariat.
وَلَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ وَتُدۡلُواْ بِهَآ إِلَى ٱلۡحُكَّامِ لِتَأۡكُلُواْ فَرِيقًا مِّنۡ أَمۡوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلۡإِثۡمِ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah 2:188)..
Terkait larangan ini, hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Umamah secara marfu’ disebutkan:
مَنِ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ، فَقَدْ أَوْجَبَ اللهُ لَهُ النَّارَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: وَإِنْ كَانَ شَيْئًا يَسِيرًا يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ : وَإِنْ قَضِيبًا مِنْ أَرَاكٍ
“Barangsiapa yang mengambil harta saudaranya dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia masuk neraka dan mengharamkan masuk surga. Lalu ada seorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, meskipun hanya sedikit ?” Beliau menjawab, “Meskipun hanya sebatang kayu araak (kayu untuk siwak).“
Demikian pula mempuasakan semua anggota tubuh lainnya dari hal-hal yang diharamkan Allah SWT. Pada saatnya, semua anggota tubuh akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah SWT.
ٱلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰٓ أَفْوَٰهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasin : 65).
Mempuasakan hati dari penyakit-penyakit ruhiyah seperti dengki, iri, marah, bermusuhan dengan sesama muslim.
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً . الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ . التَّقْوَى هَهُنَا – وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ – بِحَسَبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ [رواه مسلم].
“Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali-). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram.”
Adapun puasa paling khusus (khushushul khushus), selain menahan hal hal sebagaimana disebut pada kategori pertama dan kedua, juga menahan hati agar tidak mendekati kehinaan, memikirkan dunia, dan semata-mata hanya memikirkan Allah SWT.
وَأمّا صَوْمُ خُصُوصِ الخُصُوص : فصَوْم القَلْب عَنِ الهِمَم الدَّنيّة والأفكارِ الدُّنيَوِيَّة وَكَفُّه عَمّا سِوى الله عَزَّ وَجَلَّ بِالْكُليّة
“Puasa sangat khusus berpuasanya hati dari keinginan-keinginan yang rendah dan pikiran-duniawi serta menahan hati dari segala tujuan selain Allah dengan totalitas.”
Tingkat atas adalah tingkat tertinggi, sehingga paling berat dan paling sulit dicapai. Puasanya hati dan pikiran, memahami hakekat dari puasa yang sangat istimewa.
Puasanya semacam ini tiada yang diharapkan dalam ibadah kecuali Zat Allah SWT. Tiada pengharapan pahala ataupun surga. Puasanya adalah wujud kepatuhannya kepada Allah SWT.
Keempat, Menjauhi hal-hal yang tidak bermanfaat.
Orang yang melakukan puasa, adakalanya merasa bosan dengan aktifitas rutin sehari-hari kemudian mengisi siang harinya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Dengan alasan agar lupa rasa lapar dan haus selama puasa mereka.
Seharian menghabiskan waktu dengan banyak berselancar di dunia maya, menghabiskan waktu di depan televisi, memperbanyak main game, dan sebagainya. Hal-hal seperti ini hendaknya ditinggalkan agar puasa kita benar-benar berkualitas.
مِن حُسن إسْلامِ المَرء تَرْكُه ما لا يَعْنِيه
”Sesungguhnya di antara kebaikan Islam seseorang adalah dia meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi).
Kelima, memperbanyak amal shalih selama Ramadhan.
Banyak orang terkecoh dengan memperbanyak tidur saat puasa karena menilai itu sebagai ibadah. Bahwa tidur itu lebih baik dibandingkan jika melakukan hal-hal yang makruh atau haram, logis memang.
Akan tetapi, tentu lebih baik lagi jika pada saat puasa kita lebih aktif, kreatif, produktif, memperbanyak amal sholeh, mengisinya dengan aktifitas- aktifitas positif yang bernilai ibadah di sisi Allah SWT seperti memperbanyak tilawah Al-Qur’an, berdzikir kepada Allah, shalat sunnah, tafakur, mengkaji ilmu-ilmu agama, memperbanyak infaq, dan lain sebagainya.
Rasulullah dan para sahabatnya sangat mengerti keutamaan Ramadan dan bagaimana memperbaiki kualitas puasa mereka. Karenanya dalam setiap Ramadhan mereka melakukan riyadhoh/mujahadatun nafs dengan semakin memperbanyak amal sholeh.
Ibnu Abbas menuturkan bagaimana peningkatan amal sholeh Rasulullah SAW, khususnya tilawah dan infaq sebagai berikut :
كانَ النَّبي صلى الله عليه وسلم أجْوَد النَّاس بالخَير وكان أجْوَد ما يكون فِي رَمضان حِيْن يلقاه جِبريل فيُدارِسُه القرآن وكان جِبريل عليه السلام يلقاه كُل ليْلة في رَمضان حتى ينسلخ يعرض عليه النبي ﷺ القرآن فإذا لقيَه جِبْريل عليه السلام كان أجْود بالخَير مِن الرّيح المُرْسَلَة..
“Adalah Nabi orang yang paling dermawan dalam kebaikan dan sifat dermawannya semakin bertambah pada bulan Ramadhan tatkala malaikat Jibril menemui Beliau untuk mengajarkan Al-Qur’an. Jibril ‘alaihissalam biasa mendatangi beliau setiap malam bulan Romadhon hingga berakhirnya bulan tersebut. Pada setiap malam itu Nabi senantiasa memperdengarkan bacaan Alqurannya kepada Jibril. Apabila Jibril ‘alaihissalam menjumpai beliau maka beliau sangat dermawan pada kebaikan melebihi angin yang berembus.” (HR. Al-Bukhari- Muslim).
Demikianlah cara mewujudkan puasa yang berkualitas. Semoga kita termasuk orang-orang yang dimudahkan Allah Subhanahu wa ta’ala sehingga bisa berpuasa dengan kualitas seperti itu dan akhirnya mencapai derajat taqwa, mendapatkan ampunan Allah Subhanahu wa ta’ala, meraih ridha dan dimasukkan ke dalam surga- Nya.
Wallaahu a’lam bish shawab.
*) Ust. Sholih Hasyim S.Sos.I, penulis anggota Dewan Murabbi Pusat Hidayatullah