Hidayatullah.or.id – Menegakkan pondasi keutuhan bangsa dan agama tentu tak lepas dari peran keluarga yang dibangun dari pernikahan.
Antara lain atas semangat itu, kemarin, sebanyak 22 dai-daiyah dari berbagai daerah di Indonesia mengikuti Pernikahan Mubarakah di Masjid Ummul Quraa, Pesantren Hidayatullah, Kalimulya, Cilodong, Depok, Jawa Barat.
Nikah massal 11 pasang pengantin tersebut diinisiasi oleh Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Depok.
Para dai-daiyah itu antara lain berasal dari Papua, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Jawa Barat, dan pulau Sumatera.
Ketua Yayasan Hidayatullah Depok, Lalu Mabrur, dalam sambutannya mengatakan, Pernikahan Mubarakah di tempat ini sudah beberapa kali digelar.
“Ini yang ketiga, sebelumnya (tahun) 2011,” ujarnya kepada sekitar 500 hadirin yang memenuhi dua gedung acara, Sabtu (29/04/2017) pagi.
Tempat acara memang dipisah. Pengantin dan tetamu putra di masjid, sedangkan pengantin dan tetamu putri di aula SD. Dua tempat acara berjarak sekitar 30 meter. Para kaum akhwat mengikuti acara dengan layar besar dan alat pengeras suara.
Lalu mengatakan, awalnya ada 12 pasang pengantin yang akan mengikuti pernikahan ini.
“Di tengah perjalanan ada yang memang tidak bisa mengikuti kegiatan, berkurang 1 calon,” ungkapnya.
Setelah panitia pernikahan melakukan penggodokan lagi, akhirnya ditetapkan 11 pasang pengantin.
Memang, dalam pernikahan ini, sudah ada panitia khususnya yang antara lain bertugas menyocok-pasangkan para calon pengantin. Para mempelai itu sebelumnya, jangankan pacaran, bahkan bisa dibilang tidak saling kenal lebih dahulu.
Salah seorang Ustadz Pembimbing Yayasan, Wahyu Rahman mengatakan, dari pernikahan ini, diharapkan para dai tersebut semakin berperan andil dalam membangun peradaban Islam.
“Bagaimana mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah,” ujarnya berharap.
Ustadz lainnya, Naspi Arsyad, menyampaikan apresiasinya atas para pengantin karena telah mengambil langkah berani untuk menikah.
“1 kenyataan itu lebih berarti daripada 1.000 pernyataan tentang menikah,” ujarnya berseloroh menyindir bujang-bujang yang banyak hadir pada acara itu.
Sontak saja, acara yang terasa penuh kebahagiaan itu menjadi semakin cair. Tampak tawa kecil dan senyuman mengembang dari para pengantin, tetamu undangan, termasuk para pria yang belum menikah.
Sementara itu, didaulat menyampaikan nasihat pernikahan adalah dai asal Balikpapan, Kalimantan Timur, Ustadz Zainuddin Musaddad.
Konselor pernikahan ini menyampaikan nasihatnya kepada para pengantin agar senantiasa menjaga cinta kepada pasangannya.
Secara khusus, kepada para pengantin pria, ia berpesan, “Kalau sepi dari cinta dalam pernikahan, maka tidak ada rasa aman bagi seorang perempuan (istri. Red).”
Cinta hakiki, kata dia, mesti mendapat tempat yang benar.
“Pernikahan inilah tempat yang paling tepat untuk seseorang mengatakan cinta kepada yang lain jenisnya,” ujarnya.
Para pengantin tampak kebahagiaannya setelah mengikuti Pernikahan Mubarakah tersebut. Raut wajah mereka meski tampak letih tapi berseri-seri.
“(Teman-teman) merasakan kebahagiaan yang tak terhinggga,” ujar Khuluq, salah seorang peserta pernikahan mewakili teman-temannya.
“Alhamdulillah, rasa berkah itu melimpah,” ujarnya juga yang ditugaskan di DKI Jakarta, kepada hidayatullah.com usai pernikahan itu.
Holik, 26 tahun, salah seorang peserta asal Lampung, Sumatera, mengaku mengikuti pernikahan ini atas motivasi perjuangan Islam.
“Karena perjuangan ini tidak cukup dengan satu generasi saja, harus ada regenerasi,” ungkapnya.
Uniknya, sebelum hari H, saat proses melihat wajah calon istrinya, Holik mengaku enggan. Kenapa?
“Sudah yakin saja. Pokoknya ane (saya) nurut saja, sami’na waatho’na -kami dengar dan kami taat. Red– (dengan pilihan panitia),” ungkapnya mantap sambil tersenyum.
“Temen-temen pada ngeliat semua (foto calon istrinya),” tambahnya.
Uniknya pula, diketahui ada salah seorang mertua yang baru kenal menantunya pada hari H.
Bagi kalangan Hidayatullah, pernikahan model seperti ini memang sudah menjadi tradisi lama sejak berdirinya ormas ini 43 tahun lebih silam.
Usai prosesi aqad nikah yang dicatat penghulu KUA setempat ini, para pengantin melakukan serah terima mahar secara terpisah di rumah-rumah warga pesantren. Di rumah transit ini, mereka ditempatkan sementara untuk berbulan madu.
Pasca pernikahan di Depok yang didukung Laznas BMH itu, setelah tiga harian “transit”, para pengantin langsung ditugaskan ke tempat pengabdian masing-masing.
Di daerah-daerah itu, spirit mereka dalam memajukan bangsa dan menjaga keutuhan serta keharmonisan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diharapkan semakin perkasa.* /skr