Hidayatullah.or.id — Stigma pesantren radikalis yang terus-menerus timbul setiap kali terjadi konflik atau tindakan kekerasan yang dikaitkan dengan Islam membuat miris berbagai pihak. Misalnya saja Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Ditpdpontren) yang memang konsen dalam pemberdayaan pesantren.
Dalam paparannya, Direktur Pdpontren Mohsen menyampaikan bahwa pondok pesantren tidak pernah mengajarkan pemahaman dan tindakan radikalisme. Semua yang diajarkan di pesantren adalah Islam yang rahmatan lil’alamin.
Mohsen yang juga merupakan tokoh Pesantren Al-Khairat Palu menekankan perlunya Lembaga dan Badan yang menangani persoalan radikalisme membuat penelitian yang sangat akurat tentang keterkaitan pesantren.
“Seminar ini dilaksanakan bukan karena alasan keterkaitan pesantren dengan tindakan radikalisme, tapi justru sebagai upaya membantah tudingan selama ini”, tegas Mohsen dalam Seminar Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren dengan tema Peran Pesantren Dalam Menangkal Radikalisme Agama, Palu, Senin (27/07) lalu.
Mohsen menambahkan, pondok pesantren justru menjadi benteng dari setiap tindakan radikalisme. Semua yang diajarkan di pesantren adalah Islam nusantara, cinta tanah air.
“Pesantren justru hadir sebagai penyeimbang keharmonisan umat beragama”, tambahnya.
Jadi perlu dikaji kembali tudingan-tudingan itu. Sejauh mana Lembaga dan Badan yang memiliki otoritas tersebut membuat kriteria penilaian keradikalisasian pesantren.
Apakah memang selama ini pesantren ditemukan mengajarkan radikalisme, ataukah hanya secara kebetulan pelaku tindakan radikalisme tersebut merupakan lulusan dari pesantren. Ini yang perlu dikaji kembali.
Jika memang demikian, kata Mohsen, tentunya stigma tersebut tidak bisa dilekatkan dengan pesantren, karena dimungkinkan pelaku radikalisme tersebut mendapat pemahaman setelah keluar dari pesantren, Mohsen kembali menekankan.
“Kami para pelaku pesatren selama ini berupaya meyakinkan dan menghadirkan Islam yang damai dan mampu membawa rahmat bagi umat”, demikian diakhirinya. (kem/hio)