JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Pelatihan Kepemimpinan Pendidikan Hidayatullah Batch #4 gelaran Bidang Pembinaan dan Pengembangan Organisasi (BPO) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah dan Hidayatullah Institute (HI) yang didiikuti oleh Kepala kepala Seklolah Hidayatullah perwakilan dari berbagai daerah se-Indonesia ditutup pukul 20:00 WIB di Gedung Pusat Dakwah Hidayatullah Jakarta, pada Jum’at malam, 2 Rabi’ul Awal 1446 (6/9/2024).
Acara ini terasa istimewa dengan kehadiran langsung Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Ust. Dr. H. Nashirul Haq, MA, yang memberikan taujih manhaji sekaligus menutup secara resmi kegiatan yang berlangsung intens selama lima hari tersebut.
Dalam taujihnya menutup kegiatan ini, Nashirul menggarisbawahi pentingnya memiliki visi yang jelas dan metodologi yang konsisten, atau yang ia sebut sebagai “manhaji.” Tanpa visi yang jelas dan cara kerja yang sistematis, terangnya, sulit bagi seorang kepala sekolah untuk membawa perubahan yang signifikan.
“Visi itu harus menerobos zaman,” katanya.
Ia mengutip contoh dari Nabi Muhammad SAW, yang membangun visi jangka panjang hingga 800 tahun ke depan. Ia juga menyebut Visi 2030 yang dicanangkan oleh Raja Saudi saat ini, yang meskipun ambisius, mulai menunjukkan hasil nyata hanya dalam lima tahun.
Visi, menurutnya, bukan sekadar angan-angan. Visi harus mendorong seseorang untuk menjadi progresif, selalu meningkatkan kualitas, menciptakan inovasi, dan mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi.
“Seorang kepala sekolah yang visioner tidak akan terjebak pada rutinitas sehari-hari, tetapi akan selalu mencari cara untuk bertransformasi dan membawa sekolahnya ke tingkat yang lebih tinggi,” katanya.
Sebelum menutup pidatonya, Ust. Dr. Nashirul memberikan pesan dengan mengingatkan para peserta untuk membangkitkan ambisi positif dalam diri mereka. Dia menegaskan, transformasi, kolaborasi, dan inovasi adalah tiga kunci utama yang harus dipegang teguh.
“Madrasah atau sekolah bukan sekadar tempat belajar, tetapi harus menjadi wahana untuk melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan bangsa,” katanya.
Ambisi positif yang dimaksud di sini bukanlah ambisi yang egois, tetapi ambisi yang lahir dari keinginan untuk membawa perubahan bagi orang lain.
Dalam konteks pendidikan, Nashirul menjelaskan, ambisi ini berarti menciptakan sekolah-sekolah yang mampu melahirkan generasi cerdas dan berakhlak mulia, yang kelak akan memimpin bangsa ini menuju masa depan yang lebih baik.
Tertib, Disiplin, Unggul
Sementara itu Direktur Hidayatullah Institute, Muzakkir Usman Asyari, menyampaikan laporan kegiatan yang telah berlangsung selama lima hari penuh ini. Tak hanya sekadar laporan, ada rasa kebanggaan yang tidak bisa disembunyikan dari raut wajahnya.
“Tertib, disiplin, unggul.” Itulah tagline yang diusung oleh Angkatan Kepala Sekolah Batch 4 ini. Tiga kata yang menjadi prinsip utama yang mereka pegang erat selama pelatihan. Tertib dalam menjalankan aturan, disiplin dalam mengatur waktu, dan unggul dalam mengejar prestasi—semuanya menjadi landasan untuk menjadi kepala sekolah yang bukan sembarangan.
Muzakkir menyebutkan peserta pelatihan ini datang dari berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Jawa Timur, Kalimantan Timur, DIY Jateng, hingga Papua Selatan. Sebuah representasi yang menunjukkan betapa luasnya jaringan Hidayatullah dan bagaimana mereka berkomitmen untuk memajukan pendidikan di pelosok negeri.
Usia para peserta pun bervariasi, mulai dari yang paling muda berusia 25 tahun hingga yang paling senior mencapai 56 tahun. Kata Muzakkir, ini menunjukkan bahwa menjadi kepala sekolah bukan hanya tentang usia, melainkan juga tentang semangat untuk terus belajar dan berkembang.
Sebagai tambahan yang menarik, dari 37 peserta tersebut, sebanyak 75% sudah mengantongi gelar sarjana, sementara sisanya telah meraih gelar master. Ini menandakan bahwa pendidikan formal yang tinggi menjadi salah satu syarat penting dalam dunia pendidikan masa kini. Namun, Muzakkir menegaskan bahwa lebih dari sekadar gelar, pengalaman mengajar yang dimiliki oleh peserta juga sangat mengesankan.
Rata-rata mereka telah mengabdi di dunia pendidikan selama 10 tahun, dengan yang paling lama mencapai 24 tahun. Sehingga, kata dia, tak bisa dipungkiri, para peserta adalah orang-orang yang benar-benar telah berkontribusi banyak bagi pendidikan di daerahnya masing-masing.
Salah satu hal yang sangat dibanggakan oleh Muzakkir adalah tingkat kedisiplinan para peserta selama pelatihan. Bayangkan saja, lima hari pelatihan dengan total 40 jam penuh, dan tidak ada satu pun dari mereka yang absen atau terlambat. Menurutnya, ini adalah sebuah pencapaian luar biasa yang bahkan memecahkan rekor angkatan-angkatan sebelumnya.
“Momen ini mungkin terkesan sederhana, tetapi jika kita melihat lebih dalam, ada filosofi besar di baliknya. Menjadi kepala sekolah bukanlah pekerjaan mudah. Seorang kepala sekolah adalah pemimpin yang tidak hanya mengatur operasional sekolah, tetapi juga menjadi teladan bagi guru, siswa, dan seluruh komunitas pendidikan. Tanpa disiplin yang kuat, sulit rasanya untuk mencapai visi dan misi yang besar,” katanya.
Selama pelatihan berlangsung, para peserta tidak hanya duduk diam mendengarkan ceramah. Mereka terlibat aktif dalam berbagai diskusi kelompok, presentasi, serta benchmarking di dua sekolah unggulan: Sekolah Karakter dan SMA Dwiwarna (boarding school). Dari sini, lahirlah dua produk pelatihan yang diharapkan dapat membawa perubahan signifikan di sekolah masing-masing: budaya organisasi sekolah dan pemetaan sekolah.
Budaya organisasi mungkin terdengar sebagai istilah yang sering diabaikan, tetapi pada kenyataannya, inilah fondasi dari keberhasilan sebuah sekolah. Bagaimana nilai-nilai dijalankan, bagaimana interaksi antarwarga sekolah berlangsung, dan bagaimana visi serta misi diterjemahkan ke dalam aksi nyata—semua itu adalah bagian dari budaya organisasi. Tanpa budaya yang kuat, sekolah hanya akan menjadi tempat belajar biasa, bukan institusi yang menginspirasi.
Pemetaan sekolah, di sisi lain, adalah tentang memahami di mana posisi sekolah saat ini dan ke mana arah yang ingin dituju. Seperti sebuah peta, pemetaan ini menjadi panduan bagi para kepala sekolah untuk merumuskan strategi dan langkah-langkah konkret dalam mengembangkan sekolah mereka. Apakah fokusnya pada peningkatan kualitas pengajaran, fasilitas, atau pengembangan sumber daya manusia—semua itu bisa diukur dan direncanakan dengan baik melalui pemetaan ini.
Ia menegaskan bahwa kepala sekolah bukanlah jabatan sembarangan dalam struktur Hidayatullah. Mereka adalah figur yang sangat penting, yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai Hidayatullah ke dalam diri para siswa. Visi besar Hidayatullah adalah mencetak generasi penerus yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan berlandaskan pada nilai-nilai keislaman.*/Darwiwing